Mery datang menghampiri Isnan yang masih mematung dan tidak bergerak. Melihat temannya yang berdiri aneh dengan mata melotot, Mery coba menegurnya. “Nan?” ujarnya dan mengusap bahu Isnan.
Dalam hatinya bertanya, “anak ini kenapa?” Mery melambaikan tangan ke wajah Isnan. Berusha membangunkan rekan timnya. “Nan, awas kalau sampai lo itu jahil dan ngerjain gue,” Mery seolah tidak percaya dengan Isnan yang kerap melakukan prank ke teman-temannya. Termasuk dia yang pernah dikerjaian.
Merasa tidak percaya, Mery menjauhi Isnan dan beranjak ke kamar mandi. Langah pertama, dia sudah merasa aneh. Sebab, tidak hanya Isnan yang merasa susah bergerat. Mery pun tidak bisa mengangka kaki kirinya.
Bedanya, Mery masih sadar. Matanaya tidak kosong dan bisa berbicara. “Nan, lo jangan kelewatan.” Mery masih mengira jika yang menahan kakinya adalah Isnan.
Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban. Mery masih kesulitan untuk bergerak. Terpaksa dia berusaha menariknya dengan kuat. Lalu, menoleh ke bagian kaki. Dia tidak melihat siapa pun. Termasuk tangan Isnan atau sesuatu yang sedang menahannya. Sekarang, Mery sadar jika ini bukan kerjaan temannya itu.
Menghindari panik, Mery menarik napas dan memejamkan matanya. Lalu kembali membaca doa seperti sebelumnya.
Tidak lama, Mery bisa menggerakkan kaki dan tangannya. Dia lantas menoleh ke Isnan yang tiba-tiba ambruk dan jatuh ke lantai.
Mery membalikkan badan dan melihat Isnan terkapar di lantai dengan mata terbuka.
“Nan?” seru Mery.