Setelah semua tenang, Mery dan Ari meminta semua anggota tim duduk di ruang tengah. Mereka berencana diskusi untuk kegiatan hari ini. Semua peristiwa yang terjadi harus dipecahkan agar tidak mengganggu proses kegiatan lain. Mereka punya target yang harus diselesaikan.
Hasilnya, mereka tetap berangat ke tempat yang sudah dijadwalkan. Mery tidak bisa menolak. Keputusan ini berdasarkan hasil diskusi. Mesi hatinya masih berat karena khawatir dengan kondisi Astri yang bisa saja lebih parah.
“Oke. Kalau gitu, semua siapkan perlengkapan yang akan dibawa. Jangan ada yang tertinggal. Terutama tenda dan lampu senter. Jarak lokasi cukup jauh dan sesuai agenda kita akan turun ke bukti dan lereng yang cukup terjal. Informasi sementara, Jembatan Besi ini juga cukup angker. Jadi, tolong semua serius dan tidak ada yang melakukan hal konyol di sana.” Mery menegaskan kembali aturan timnya. Hal itu jelas dilakukan untuk menjaga anggota agar tidak ada hal yang terjadi.
“Kejadian kemarin jadikan pelajaran,” imbuh Resti. “Kita semua di sini orang asing. Jadi jaga sikap itu penting.”
Ari dan Zack tersenyum tipis mendengar kalimat dari dua rekannya itu. Meski setuju, mereka berdua memang belum begitu percaya dengan hal mistis.
“Gini aja, Astri nggak usah ikut,” usul Ari.
Semua orang yang duduk di ruangan itu saling menoleh. “Siapa yang nemani dia di rumah?” tanya Ersa.
Tidak ada satu orang pun yang mengangkat suara. Semua punya tugas sendiri-sendiri. Termasuk Astri. Dia punya tugas yang juga harus diselesaikan. “Gue tetap ikut,” kata Astri. “Kalian punya tanggung jawab masing-masing. Dan gue juga sudah baikan. Jadi, jangan terlalu khawatir.”
Semua mengiyakan. Sepakat dengan apa yang diputuskan. Mereka bersiap untuk berangkat. Semua hal perlengkapan diletakkan di teras rumah. Semua tas dan barang bawaan pun mulai dinaikkan ke bak pick up.
“Perjalanan ini harus lancar, jangan ada yang melakukan hal aneh. Demi keselamatan kita bersama,” Mery mempin doa bersama.
Semua tunduk dalam doa. Mereka mengamitkan doa-doa keselamatan sebelum mobil yang disupiri Nappo itu berjalan pelan meninggalkan rumah tempat tinggal mereka.
Meski jauh, perjalanan itu tidak terasa. Semua sudah fokus ke tugasnya. Pemandangan selama perjalanan tidak membuat mereka sibuk berfoto atau selfi. Semua fokus dengan pekerjaan sehingga sampai dengan cepat tanpa ada kendala.
Nappo berhenti di ujung jembatan. Di sana ada lahan kosong yang bisa digunakan untuk parkir.
“Semua turun di sini dan masing-masing bawa barang sendiri.” Mery mulai menatur anggota lain untuk kerja sama mengangkat barang. Dia sempat melihat ke arah Astri yang juga mulai menarik tas rangselnya.
Ari dan Zack sedang melihat sekeliling jembatan. Mereka sudah lebih dulu mendengar desus kasus dan misteri jembatan panjang ini. Jadi, mereka jauh lebih siap.
Jembatan Besi ini konon katanya salah satu peninggalan kerajaan Pontoh. Tapi sudah berubah drastis. Dulu hanya terbuat dari rangkaian batang bulu’ bambu kuning. Kini sudah berubah menjadi batangan besi dan cor dari beton. Sudah lebih kuat. Tapi, tidak semerta-merta menghilangkan jejak misteri di jembatan ini yang sudah berpuluh tahun merebak di tanah Sangihe.
Konon banyak pekerja yang jatuh ke dasar sungai saat bekerja membangun jembatan ini, puluhan tahun silam. Pastinya langsung mati di dasar sungai, bayangkan saja kedalaman sungai itu mencapai seratus meter. Wajar, jika banyak sosok gentayangan yang nampak di beberapa titik jembatan besi.
“Katanya, sungai ini menjadi aliran lahar Gunung Awu saat meletus tahun 1930 an” desis Ari dengan suara setengah berbisik, memberi efek horor pada Ersa.
Bulu kuduk Isnan langsung berdiri saat mendengar suara Ari yang meringis cengengesan.
Mery memilih diam dan mengabaikan cerita Ari yang aneh dan tidak masuk akal. Memilih sibuk dengan hobinya membaca buku. Novelnya sudah hampir setengah di baca. Setidaknya sudah menemuka konflik dalam cerita.