SONGKO

M A R U T A M I
Chapter #29

Chapter 29

Suryo tidak ikut ke pemakaman, meski dia tahu jika kampung mulai riuh dengan kabar kemaatian Darna. Dia memilih menghindari bertemu dengan warga, karena mereka sudah mulai mencari tahu siapa yang melakukan pembunuhan. Meski dia tidak melakukannya, tapi jika ada warga yang tahu maka keselamatan adiknya juga terancam.

Malam ini, dia turun ke kampung jauh lebih cepat dari Geti yang masih duduk dan menyiapkan senjatanya. Niatnya untuk menggagalkan aksi ketiganya sudah bulat. Dia tidak mau jika adik satu-satunya itu masuk terlalu jauh dan dikuasai oleh naluri membunuh. Sebab, tidak hanya orang yang bersalah saja yang akan menjadi korban. Orang lain yang tidak tahu, pasti akan ikut tersangkut dan mati sia-sia.

Bisa saja, sekarang naluri dendamnya yang menguasai Geti. Setelah itu, jiwanya yang membutuhkan darah pasti akan berganti menguasai tubuh Geti.

Apalagi, sikapnya sudah benar-benar berubah. Emosinya benar-benar mengerikan. Tidak ada kontrol dari dalam diri Sarageti. Justru sebaliknya, dia rela menyakiti siapa pun yang berusaha melawannya.

Setelah menyusup lewat pintu belakang dan menarik satu kain warna hitam, Suryo menutupnya pelan. Suara derit engsel yang beradu dengan kayu sempat terdengar telinga Geti. Beruntung dia tidak sadar jika kakaknya berusaha menarik kain yang berisi belati dan sangkur miliknya.

Usai menyelinap, Suryo berjalan pelan lewat jalan lain yang juga mengarah ke kampung. Sengaja dilakukan untuk mengetahui gerak dan incaran Geti malam ini. Dia sangat yakin, jika malam ini pasti melakukan serangan ke salah satu warga yang menjadi target.

Di rumah duka, Darna ibadah malam pertama masih berlangsung. Semua warga yang mengetahui kematian Darna datang ke rumah duka dengan memakai serba hitam. Pendeta sedang berdiri di mimbar. Menyampaikan khotbahnya pada jemaat tentang kisah hidup manusia dan kematian. Pendeta itu sempat menyampaikan jika Tuhan pasti lebih menyayangi Darna daripada manusia. Sebab, Darna kembali pada Tuhannya, Bapa di surga.

Selesai berdoa penutup, Kapita Lao diberi kesempatan untuk menyampaikan arahan pada warganya. Kondisi kampung yang sedang tidak aman harus disikapi segera.

“Warga Tariang yang diberkati Tuhan. Dua saudara kita sudah menjadi korban. Tentu kita tidak bisa membiarkan ada korban lain.” Pria itu lantas menunduk. Lalu mengangkap wajahnya kembali. Menatap warga desanya yang duduk mendengarkan arahan darinya. “Malam ini kita harus berjaga sama-sama. Saya yakin, dia pasti akan datang lagi mencari korban.”

Lihat selengkapnya