1988
"Bakar....bakar...!" Semua orang berteriak.
Obor, pedang, parang, dan senjata tajam tampak berkilatan. Mereka berlari dengan wajah beringas, mengancam rumah seorang nelayan.
Tidak lama, beberapa orang dari mereka menerjang pintu, memasuki rumah. Mereka mengobrak-abrik barang-barang.
Terdengar suara jeritan perempuan paruh baya yang dipaksa keluar dari rumah. Salah satu pemuda dengan baju terbuka menyeret perempuan. Melemparnya ke kerumunan warga.
Perempuan malang itu meringis kesakitan. Tubuhnya terkapar di kaki warga yang seolah siap mencabik tubuhnya.
Seolah tak puas memangsa, wajah pemuda itu makin garang. Slempang ikat pingganya dilepas. Dicambukannya pada wanita yang terus merangkak di tanah.
Tak ada satupun warga yang melerai. Bak hiburan, mereka membiarkan peristiwa mengerikan itu tepat di depan matanya.
Tangisan wanita malang tak juga menemui bantuan. Tak mampu menggugah perasaan warga yang sudah kalap kesetanan.
Di sudut lain, rumah wanita itu tak kalah jadi sasaran kemarahan warga. Dua orang dengan parang memecahkan kaca. Menghancurkan apapun yang ada di depannya.
Semua hancur, remuk, tanpa tersisa.
Usai menghancurkan rumah. Pemuda itu kembali menarik rambut wanita paruh baya. Kembali menamparnya.
Lalu, dua orang di belakang tiba-tiba menendang seorang pria. Suami wanita yang berhasil ditangkap warga usai menyelamatkan kedua anaknya.
Pria itu mendekati istrinya dengan gontai. Amarahnya memuncak tatkala melihat wanita yang dicintainya penuh luka. Wajahnya memar. Tubuhnya bak bola yang ditendang.
Ditatapnya warga kampung satu per satu. Semua tak ada satupun yang berani membalas tatapan marah itu. Pun dengan pemuda serigala yang beringas.
"Kalian semua binatang!" umpat lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan. Dia tidak menyangka, malam ini warga datang ke rumahnya untuk menangkap semua keluarganya.
Pria itu menunjuk wajah pemuda yang menyiksa istrinya. "Kamu!" ucapnya marah. Suara gerit giginya yang beradu itu terdengar mengerikan.
"Anjing saja masih punya iba pada temannya!"
Mendengar umpatan itu, pemuda kampung lantas kembali meneriakinya Songko.
Meminta warga untuk tidak percaya dengan apapun yang dikatakan oleh nelayan itu. "Kalian jangan terpengaruh tipu daya iblis ini." Tangannya menarik kerah baju lelaki itu. Menarik tubuhnya sampai tersungkur di kaki warga lainnya.