SONGKO

M A R U T A M I
Chapter #4

Chapter 4

Sepanjang perjalanan menuju bandara, semua tertawa dengan kisah hidupnya masing-masing. Jib yang awalnya terbuka, kini sudah tertutup. Mereka tidak mau berurusan dengan polisi hanya karena persoalan tata tertib berkendara. 

Meski tidak satu kampus, ke lima orang yang menjadi rombongan pertama ini sudah cukup mengenal satu sama lain. Meski belum sepenuhnya, mereka sudah sempat bersama selama dua minggu untuk kegiatan prakondisi di sebuah pelatihan bersama angkatan darat di Bandung. Setidaknya, untuk mengeratkan kerja sama antar anggota ekspedisi. 

Isnan, salah satu anggota yang memiliki kemampuan analisis tinggi dalam akurasi penghitungan waktu. Sebagai mahasiswa yang berada di jurusan sejarah, pria berkaca mata ini sudah lebih dulu belajar dan membaca literasi tentang Sangihe. Peradaban dan pergerakan salah satu kabupaten yang berada di Sulawesi Utara itu tidak terlalu banyak informasi yang bisa diakses. Tetapi, Isnan mampu mencari bahan yang cukup untuk dijadikan patokan agar ekspedisi kelompoknya bisa berjalan baik.

Sama halnya dengan Mery, lelaki yang mencintai hobinya mengoleksi barang antik ini sempat ragu. Bahkan, tidak berani meminta ijin pada kedua orangtuanya. Pikiran itu membuat dirinya sempat berniat mengundurkan diri dari tim. Beruntung, Mery yang dianggap lebih dewasa dan tua di antara anggota lain bisa memberi solusi untuk Isnan. Akhirnya, dia tetap bisa berangkat.

Berbeda dengan Astri, salah satu anak manja dari keluarga yang semua serba ada ini memang dikenal mahasiswa yang serba mewah. Kehidupan dari keluarga yang tercukupi membuat dirinya sedikit sombong dari anggota lain. Dia merasa, semua yang akan dikerjakan bisa dengan mudah dilakukan. Berdasarkan informasi dari sang ayah yang memang seorang pejabat di angkatan darat dan pernah melakukan pelatihan bahkan pendampingan di daerah terpecil serta pulau itu membuat Astri percaya diri.

"Ada yang sudah pernah ke Sangihe sebelumnya?" Resti menoleh ke salah kursi belakang. Di sana ada Astri dan Isnan.

Keduanya saling tatap, "belum," jawab Astri. "Isnan?" dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan ragu.

"Sangihe itu salah satu kabupaten yang sangat bagus, guys. Di sana, ada sekitar seratus lebih pulau. Kabupaten ini disebut gugusan pula dengan dua puluh lima pulau berpenghuni. Jadi, kita sangat beruntung ditempatkan di Sangihe. Pastinya akan sangat seru."

Semua anggota yang ada di dalam mobil terkagum-kagum dengan penjelasan Isnan. Terkecuali Mery. Dia menganggap biasa saja, karena tahu jika Isnan sudah lebih dulu searching di google.

"Lo pernah ke sana?" tanya Ersa yang duduk di samping Resti. "Kok lo paham banget soal Sangihe?"

Isnan menyimpul senyum tipis. Dia belum menjawab pertanyaan itu. "Tunggu, gue jelasin dulu. Ibu kota Sangihe itu Tahuna. Ada satu pelabuhan yang nanti akan kita singgahi kalau sudah naik kapal dari Manado. Pelabuhan ini punya kisah yang menarik. Bisa jadi data juga, lho. Jadi, pembangunan pelabuhan yang berdiri ini mengalami perubahan beberapa kali. Sangihe, Talaud, itu pernah dimasuki bangsa Portugis. Dulu, Sangihe dan Talaud itu satu kabupaten. Dan tahun 2002, Talaud mengalami pemekaran dan menjadi kabupaten baru."

"Terus?" celetup Resti.

"Sebelumnya ada beberapa wilayah, Talaud, Sangihe, Siau dan Tagulandang. Sekarang, semua menjadi kabupaten masing-masing. Nanti kita bakal melewati semua kabupaten itu, kecuali Talaud yang memang terpisah paling jauh di antara wilayah ini."

"Lo paham betul, Nan. Gue kira otak lo cetek. Ternyata boleh juga wawasan elo tentang Sangihe dan sekitarnya. Setidaknya, meski gue juga tahu elo dapat di wikipedia."

Lihat selengkapnya