Akhirnya, pagi datang juga.
Seberkas sinar matahari terbit menimpa dedaunan yang menggantung di ranting pohon-pohon yang tumbuh subur di area pemakaman—pohon kapuk dan mengkudu mendominasi. Sonia menyibakkan selimutnya, lalu mangayunkan kakinya ke karpet plastik bermotif batik—dibeli di minimarket seharga tiga puluh ribu dengan gaji pertamanya. Dia berjalan menuju jendela kamar, membuka gorden, kemudian menatap hamparan batu nisan dari lantai dua rumahnya.
(orang mati memang yang terbaik karena mereka diam saja)
Waktu berumur sepuluh tahun, saat keluarganya baru pindah ke rumah ini, dia menangis histeris saat mengetahui kalau harus bertetangga dengan puluhan orang mati. Bayangan akan hantu-hantu yang muncul dari balik jendela, sembunyi di balik kegelapan lemari pakaian, kejutan dari bawah ranjang, dan suara tertawa mengerikan dari sosok yang tidak tampak; benar-benar mengkhawatirkannya. Namun, gagasan tentang arwah gentayangan yang mati penasaran perlahan dia lupakan, karena satu-satunya hal mengerikan (dan menyedihkan) yang dia rasakan semenjak tinggal di rumah ini adalah, saat ada upacara pemakaman; suara tangis dari kerabat yang ditinggalkan; suara adzan di dalam kubur; suara gesekan dan benturan besi keranda mayat saat diangkat.
(Sonia membencinya)
Tadi malam, setelah sekitar tiga puluh menit berdiri telanjang di depan cermin sambil mengumpat lalu mengenakan pakaian, dia meringkuk di atas ranjang berjuang untuk tidur. Insomnia sudah menjadi musuh besarnya selama dua tahun terakhir. Berhasil tidur selama empat jam adalah rekor terbaiknya sampai saat ini. Sonia sudah mencoba berbagai cara yang dia baca di internet: minum obat batuk, minum obat anti mabok dan, tentu saja, meminum obat tidur. Tapi semuanya masih tidak manjur, malah hanya membuat mulutnya terasa kering.
(Sonia membencinya)
Dia pernah berpikir insomnia itu akan menghilang dengan sendirinya kalau tidak terlalu dipikirkan, tapi semakin lama malah semakin memburuk. Hal itu semakin memperburuk hari-harinya.
Setelah sudah cukup puas memandangi makam, Sonia mandi, mengenakan celana denim hitam dan kaus hitam polos, lalu turun ke lantai satu untuk sarapan pagi. Waktu sarapan adalah salah satu waktu favoritnya. Ibu dan ayah tirinya berangkat ke pasar pagi-pagi sekali untuk berjualan ikan. Hal yang membuat rumah menjadi sepi. Sepi adalah kesenangan lain baginya.
***
Sonia tiba di Restoran Ayam Bakar Babe Bowo persis sebelum pukul setengah sembilan pagi, dan dia melihat sebuah mobil pick up hitam di halaman parkir. Dua orang kru pekerja menurunkan keranjang sayuran dan buah-buahan dari atas mobil dengan mata yang menyipit, karena silau cahaya matahari yang cemerlang membanjiri tubuh mereka.
Saat Sonia berjalan melewati mobil, dia memperlambat langkah dan pandangannya menyapu seisi bagian belakang mobil yang terbuka. Ada tiga keranjang dari bambu berukuran sedang berisi timun, kol, dan satu keranjang lagi berisi plastik-plastik hitam yang mungkin, di dalamnya berisi cabai, bawang merah, bawang putih dan tomat.
Sonia mempercepat langkahnya dengan perasaan cemas, tentu saja, tidak ada alpukat di sana. Bisa saja dia menjadi bulan-bulan Pak Wibowo lagi hari ini, seperti kemarin.