Sorry

Alma Tsaniya
Chapter #3

Hujan dan Angkasa

Ada hal-hal yang tertinggal, meski tak pernah benar-benar diminta untuk tinggal. Seperti tatapan singkat. Atau senyum kecil di antara dua orang asing yang belum saling mengenal. Seperti, nama yang tak sengaja terekam di kepala.

Angkasa.

Alana menyebut nama itu dalam hati sambil menatap cangkir kopinya yang mulai dingin. 

Di seberangnya, Yasmin mengunyah pelan roti bakar dan menunggu cerita tanpa banyak bertanya.

Yasmin adalah teman kuliah Alana. Mereka menjadi dekat karena saat itu sering bertemu di perpustakaan kampus. Pertemuan yang sering dan tidak sengaja itulah yang membuat mereka akhirnya menjadi dekat. 

Menurut Alana, Yasmin ini punya bakat membaca gelagat tanpa harus memaksa bicara. Kadang menyebalkan, tapi seringkali tepat sasaran.

"Jadi ada cowok," ucap Alana akhirnya. Suaranya nyaris terkubur musik kafe yang cukup kencang. "Namanya Angkasa."

Yasmin mendongak, mengernyitkan dahinya. Tidak terkejut, tapi mulai tertarik. "Oke, terus? Dia kenapa?"

Alana menggeleng pelan, "gak tahu," wajahnya memang nampak sedikit bingung, "soalnya dia aneh, Yas," sambung Alana seraya menatap Yasmin.

Yasmin menyeringai curiga, "aneh emang beneran aneh karena dia gak normal, atau aneh karena bisa bikin lo kepikiran?"

"Ngh, sedikit dari dua-duanya," jawab Alana jujur. Ia memalingkan wajahnya menatap sebuah toko buku di seberang jalan.

Matanya menyipit, mengamati jendela yang berembun. Ia memang suka memperhatikan hal-hal kecil, tapi hampir tak pernah tahu harus berbuat apa dengan perhatiannya sendiri.

Yasmin mengikuti arah pandang Alana, lalu mengangkat alis. "Tuhkan lo bahkan nggak sadar kalau lo lagi senyum sekarang."

Alana cepat-cepat mengalihkan wajah. "Enggak, ah. Halu lo. Masalahnya gue aja gak terlalu kenal sama dia, Yas."

"Alana," Yasmin mencondongkan tubuh ke depan, serius kali ini. "Lo tuh udah lama banget nggak cerita soal orang baru. Apalagi cowok."

Alana hanya diam. Mencoba menertawakan ucapan Yasmin, tapi ada sesuatu di dadanya yang menghangat. Aneh. Ia belum mengenal Angkasa. Bahkan, belum yakin akan menyukai caranya bicara, atau tertawa, atau cara dia memanggil namanya. Tapi ada satu hal yang tidak bisa ia bantah: 


Ia mengingatnya.


Dan di kepala Alana, tak banyak orang yang bisa tinggal begitu lama hanya karena satu percakapan.

"Namanya siapa tadi?" tanya Yasmin pelan.

"Angkasa," jawab Alana, nyaris berbisik. Dan untuk pertama kalinya, ia menyebut nama itu dengan pelan-pelan. Seolah takut jika namanya disebut terlalu lantang, ia akan benar-benar ada.

Lihat selengkapnya