Ketukan di pintu kamarnya membuat Rhea berdecak sebal. Saat itu dia sedang sibuk menyalin tulisan yang ada flashdisk yang Abi berikan. Menurutnya Abi adalah orang yang kurang kerjaan. Jika semua materi sudah ada di file kenapa harus disalin di buku? Nambah-nambahin biaya dan tenaga aja.
“Rhea, ayo makan malam, Nak!” ucap sang bunda dari balik pintu.
“Bunda duluan aja! Rhea makan nanti,” teriak Rhea tanpa membuka pintu. Gadis itu kembali sibuk menorehkan tinta di kertas. Baru dapat berapa kata, suara sang ayah membuat gadis itu berhenti.
“Rhea, keluar dari kamar sekarang!” Rhea menghela napas pasrah. Jika ayahnya sudah berteriak, apalah daya Rhea selain menurutinya. Itulah mengapa Rhea memasukkan sang ayah ke daftar orang paling menyebalkan pertama di hidup Rhea. Meski sedikit tak ikhlas, gadis itu tetap saja keluar kamar. Rhea hanya menunduk ketika melihat kilatan amarah di wajah sang ayah yang saat ini tengah duduk di ruang makan.
Digesernya kursi di depan sang ayah—mendudukinya—diam sambil menunduk. Seketika atmosfer di ruangan tersebut berubah dingin. Meski tempat Rhea duduk dengan sang ayah terpisahkan oleh meja, tapi Rhea masih bisa merasakan horornya tatapan sang ayah. Yang selalu bisa membuat Rhea menciut.
“Kata bunda kamu belum keluar kamar dari pulang sekolah, apa itu benar?” tanya sang ayah dengan nada bicara normal, tapi masih saja terkesan dingin dan mengintimidasi untuk Rhea.
Rhea hanya mengangguk menanggapinya. “Berapa kali ayah bilang, berhenti menulis cerita yang gak ada gunanya itu!” Lagi-lagi Rhea hanya menunduk.
Ya, Rhea memang suka sekali menulis cerita. Beberapa kali juga gadis itu ikut event cerpen yang diadakan oleh penerbit-penerbit indie, khusus genre horor, misteri dan thriller. Meski ia tak pernah menang, tapi gadis itu tidak patah semangat dan tetap. Salahkah Rhea yang ingin menekuni hobinya itu?
“Kalau kamu masih saja menulis cerita yang gak ada gunanya itu, ayah akan buang laptop, kamu,” ancam sang ayah yang tak main-main. Rhea mendongakkan kepala ketika mendengarnya. Ini salah satunya yang membuat sang ayah terlihat menyebalkan. Tanpa tau yang sebenarnya dia langsung memojokkan Rhea. Memang benar Rhea masih suka menulis cerita, tapi hari ini gadis itu sibuk membuat tugas, bukan cerita.
“Ayah salah paham, Rhea gak keluar kamar karena Rhea lagi bikin tugas,” bela Rhea agar sang ayah tidak salah paham lagi.
“Tugas apa yang sampai membuatmu lupa makan? Ayah akan telepone wali kelas, kamu.” Rhea membelakkan matanya, ketika sang ayah merogoh saku untuk mengambil ponselnya.