Matahari menyapa kota Jakarta, suara bising kendaraan terdengar seperti sebuah nyanyian di pagi hari. Sebagian orang tampak tergesa-gesa untuk sampai ke tempat tujuan, ada yang berlari mengejar keterlambatan maupun bersantai menikmati waktu yang terus berjalan.
Gemma, perempuan itu baru saja keluar dari kereta Commuterline (KRL) di Stasiun Juanda. Dengan earphone menggantung, tas ransel ia pakai menghadap kedepan, kacamata senantiasa menghiasi mata coklatnya. Tampak baju yang ia gunakan sedikit lusuh, mungkin karena padatnya penumpang kereta yang ia naiki.
Dengan santai Gemma berjalan menuju halte transjakarta, dalam perjalanannya terdengar suara notifikasi sebuah pesan grup menanyakan ruang kelas mata kuliah Penulisan naskah drama. Mata kuliah tersebut merupakan salah satu kesukaan Gemma dalam semester ganjil kali ini, ia bebas untuk berimajinasi dalam mata kuliah tersebut.
Sesampainya Gemma di halte, antrian bus yang mengarah ke kampusnya terlihat sangat padat. Bus yang ditunggu pun tiba, ia memilih berdiri diujung dengan berpegangan pada tiang dekat pintu.
Pintu ruang satu terbuka lebar, di depan pintu tampak Ahmad dan Hira sedang berbincang. Gemma menyapa mereka saat memasuki ruang kelas, mereka pun membalas sapaan Gemma.
Ruang kelas yang tampak kosong hanya berisikan beberapa anak, mungkin teman-temannya sedang berkumpul di kantin sebelum masuk. Mencari posisi bangku yang nyaman, Gemma pun meletakan tasnya di bangku tersebut. Melirik kearah Pau yang tampak serius membaca webtoon.
"Webtoon Pau?" tanya Gemma pada temannya yang bernama Pau. Sedangkan Pau melihat Gemma yang sudah duduk disampingnya.
"Iya nih, lagi pacaran sama bang Ren" jawab Pau. Ren merupakan pria berambut jingga, karakter kesukaan Pau dalam webtoon yang Gemma tidak tau judulnya.
Gemma mengeluarkan note yang berisi sinopsis cerita miliknya. Sempat terpikir sebuah adegan cerita saat Gemma berada di dalam bus, ia pun menuliskannya dalam note.
"Cerita baru?" tanya Pau.
"Ga baru sih, cuma tadi sempat kepikiran aja di bus" jawab Gemma.
Gemma terhanyut dalam imajinasinya,
Seorang wanita berhijab dengan seorang pria berbaju putih mereka tampak tersenyum menikmati waktu kebersamaan di dalam bus transjakarta. Mereka terlihat berbincang suatu hal yang seru, hingga si wanita tertawa.
Namun karena terlalu terhanyut dalam tawa, si wanita sampai lupa berpegangan pada tiang penyangga. Saat bus berhenti mendadak, wanita itu terjungkal ke depan.
Tangan pria tersebut terulur memegang baju wanita yang hampir terjungkal, "Gem!" teriaknya.
Tangan Gemma berhenti menulis, pulpennya terangkat diudara. Mencoba membayangkan kejadian berikutnya, namun Gemma tidak dapat melihat wajah pria berbaju putih tersebut.
"Gem!" panggilan itu lagi disusul dengan guncangan.
"Gem sadar! Ada Heriko" Gemma menoleh kearah Pau dengan tatapan bingung.
"Selamat pagi semuanya" sapa mas Heri. Gemma pun sadar segera menutup buku catatannya, mengabaikan sosok pria berbaju putih itu.
"Sudah ada kelompok?" tanya mas Heri. Sekedar informasi, mas Heri sejak awal pertemuan tidak ingin dipanggil bapak oleh mahasiswanya. Ia sendiri memilih panggilan mas daripada bapak, biar lebih muda katanya.
Semua mahasiswa yang ikut dalam mata kuliah Penulisan naskah drama diminta berkumpul sesuai dengan masing-masing kelompok.
"Super power, jika kalian diberi kekuatan super, apa yang kalian pilih?" tanya mas Heri.
"Menghilang mas, biar kalau selingkuh ga ketahuan" teriak salah satu mahasiswa yang dihadiahi sorakan.
"Berhentiin banjir mas. Kosan saya kebanjiran mulu, cape saya angkat kasur buat dijemur" tawa di dalam kelas pecah karena lontaran Arief.
Semua menyampaikan keinginan mereka jika memiliki kekuatan super. Ada yang normal, maupun tidak normal.
"Bagus, bagus. Lanjutkan imajinasi kalian. Saya mau kalian pikirkan perkelompok untuk membuat jalan cerita menggunakan maksimal 3 tokoh tentang kekuatan super dengan panca indra"
"Contohnya, penglihatan yang bisa tembus pandang, atau seseorang yang melihat kearah mata bisa jadi batu. Apapun itu sebebas fantasi kalian" jelas mas Heri,
Gemma menunduk mulai memikirkan kekuatan super untuk tokohnya. Ia memikirkan tentang kekuatan super dari pendengaran.
Gemma mengangkat kepala, tatapannya bertemu dengan mata Wisnu. Seperti sedang berkomunikasi dengan pikiran, mereka tidak ada yang mengeluarkan suara sampai keduanya tertawa secara tiba-tiba.
"Hahahaha" tawa Wisnu dan Gemma membuat kaget beberapa orang.
"Astaga kaget gue, kayak orang gila lo tiba-tiba ketawa" Abdul masih mengusap dadanya yang berdegup kencang.
"Maaf, maaf" ucap Gemma menatap Abdul tidak enak karena membuat pria itu terkejut.
Gemma dan Wisnu kembali bertatapan "You think what i'm thinking?" tanya Wisnu yang dijawab anggukan.
"Kemarin saat syuting kopi, gue keujung lorong apartemen" cerita Wisnu, "Itu gema banget, sepi" lanjutnya.
Gemma tertawa mendengar penjelasan Wisnu, pasalnya ia menebak bahwa jalan cerita yang mereka inginkan sama "Super powernya ialah pendengaran, dia bisa mendengar suara dari masing-masing pintu yang ia lewati. Serta bisa mendengar pikiran orang lain" jelas Gemma yang mengerti keinginan Wisnu.
"Itu dia! Kok lo tau sih?" Wisnu menatap Gemma tidak percaya.
"Gue juga kepikiran seperti itu" jawab Gemma yang masih tertawa atas jawabannya.
Luki yang menyimak obrolan mereka hanya menggelengkan kepala, biarlah menjadi obrolan antara penulis dan sutradara.
"Gue kepikiran gini. Sebentar, pemeran utamanya mau cewe atau cowo?" tanya Gemma.
"Cewe kayaknya enak, jadi yang menyatakan cinta atau suka si cowo" pilih Wisnu sembari menimbang.
"Ih kok lo tau gue mau kearah itu?" Gemma dan Wisnu kembali tertawa, padahal mereka belum menjelaskan jalan ceritanya.
"Oke gini, si cewe yang punya kekuatan super. Dia itu pusing saat mendengar banyak suara, apalagi saat melewati banyak pintu. Diujung lorong ada cowo atau teman kampusnya yang memang suka sama dia, terus memberi pertolongan gitu pas liat si cewe pusing karena suara" jelas Gemma.
"Diakhir si cowo mengungkapkan perasaan sukanya sama si cewe, tapi hanya dalam pikirannya aja. Tetapi si cewe tau si cowo ngomong apa. Gimana?" lanjutnya.
Senyuman lebar dan anggukan yang diberikan Wisnu membuat Gemma ikut tersenyum.
"Ada yang sudah dapat jalan cerita?" tanya mas Heri.
Luki tiba-tiba mengangkat tangannya yang membuat satu kelompok panik karena mereka belum mendapatkan jalan ceritanya, lebih tepatnya belum mendengar cerita dari Gemma dan Wisnu.
"Kelompok saya mas" teriak Luki.
"Heh Ki, kita kan belum dapat" bisik Made.