•••
Memiliki sahabat yang pengertian dan memahami dirinya adalah suatu keberuntungan bagi Airin Nathalea, gadis yang beberapa bulan lagi akan genap berusia delapan belas tahun. Bukan hanya satu melainkan empat sekaligus dan mereka semuanya adalah laki-laki. Tidak heran jika banyak dari teman-teman perempuannya yang merasa iri pada dirinya bahkan mereka tak segan untuk bersikap sinis pada Airin, tetapi terlepas dari itu semua Airin memilih tidak mengambil pusing omongan-omongam yang tidak penting.
Sama halnya dengan yang terjadi sekarang, di saat dirinya tengah berjalan berangkulan dengan Mario -salah satu sahabatnya sejak Sekolah Dasar, bisikan-bisikan pun sudah terdengar di telinganya, sedikit heran mengapa mereka selalu membicarakan dirinya di saat dia sedang bersama Mario sementara dengan sahabatnya yang lain mereka terlihat biasa saja. Apakah karena dari keempat sahabat hanya Mario yang paling dekat dengan dirinya? rasanya itu wajar sebab dia dan Mario sudah bersahabat lebih dulu ketimbang dengan ketiga sahabatnya yang lain. Memilih mengabaikan bisikan-bisikan itu Airin bergegas menghampiri sahabatnya yang lain yang sudah menunggunya di pinggir lapangan basket, mengabaikan Mario yang menggerutu kesal karena ia tinggalkan.
"Lama banget sih lo berdua, kita udah nungguin dari tadi tahu nggak" ujar Adit -laki-laki berkumis tipis yang tengah menggerutu kesal.
"Iya nih lama nungguin Airin dandan "sahut Mario santai yang langsung disambut gelak tawa dari yang lain.
Airin mendelik "Enak aja jangan fitnah ya siapa juga yang dandan" ucapnya kesal, dia melipat tangannya di depan dada.
"Iya percaya kok, lo nggak dandan aja udah cantik dari sananya apalagi kalau dandan "gurau Doni, matanya menyipit karena tersenyum.
"Masih pagi nggak usah gombal "
"Buruan yuk udah mau bel nih"
Mereka semua mengangguk menyetujui ucapan Rafa, dengan segera mereka berlima bergegas menuju kelas mereka. Sesampainya di dalam kelas Airin langsung duduk di sebelah Mario sementara Doni dan Adit duduk di depan mereka sedangkan Rafa duduk bersama Aldi -teman sekelas mereka di deretan paling belakang.
Tak lama seorang guru pun memasuki kelas sambil membawa beberapa buku tebal di tangannya yang kemudian beliau letakkan di atas meja guru, sontak saja kehadiran sang guru langsung membuat murid- murid yang berada di dalam kelas diam dan duduk dengan rapi. Keadaan menjadi hening sampai akhirnya sang guru mulai membuka suaranya untuk mengawali kegiatan belajar mengajar mereka, dilanjutkan dengan memberikan materi yang akan mereka pelajari hari ini.
Sejarah menjadi pelajaran di jam pertama yang seharusnya diawali dengan penuh semangat namun yang terjadi justru tampak berbanding terbalik, beberapa murid tampak bosan mendengarkan guru mereka yang tengah bercerita keadaan zaman dahulu sebelum era modern seperti sekarang.
Sesekali Airin menguap mendengarkan celotehan gurunya yang berdiri di depan kelas, mau dijelaskan dengan panjang lebar sekalipun tidak akan masuk ke otaknya, sebab dia tidak suka dengan pelajaran yang satu ini.
Diliriknya Mario yang sedang terpejam dengan wajah yang ditutupi buku. Sebuah ide pun melintas di otak cantiknya, mengapa dia tidak meniru cara Mario yang satu ini, sepertinya ini tidak akan ketahuan mengingat ada tubuh besar Adit yang menghalangi pandangan sang guru. Tak butuh waktu lama dia melakukan hal yang sama seperti yang Mario lakukan yaitu menutup wajahnya dengan buku, selama tubuh besar Adit tidak bergeser maka tidak akan ada yang menyadari jika dirinya tertidur saat jam pelajaran.
Dua jam kemudian bel istirahat pun berbunyi, semua murid mendesah lega karena akhirnya pelajaran yang membosankan itu berakhir juga.Segera setelah sang guru mengakhiri kegiatan belajar, mereka langsung bergegas menuju kantin untuk mengisi perut yang sudah keroncongan. Hal yang sama pun dilakukan oleh Airin dan keempat sahabatnya yang sudah lebih dulu melesat ke kantin langganan mereka. Namun tidak semua murid keluar dari kelas, ada beberapa diantara mereka yang memilih berdiam diri di dalam kelas menyendiri dalam sepi.
"Kalian mau pesan apa?" tanya Mario pada keempat sahabatnya yang sudah duduk manis di bangku kantin.
"Yang biasa aja"sahut Adit, yang lain hanya mengangguk setuju.
"Oke tunggu bentar gue pesenin dulu "
Tak berselang lama Mario datang dengan sebuah nampan di tangannya yang berisi pesanan mereka semua. Airin dengan sigap membantu Mario yang tampak kesusahan membawa nampan itu dengan mengambil mangkok bakso yang ada kemudian meletakkannya di meja mereka, tak berselang lama Mario pun kembali dengan membawa nampan berisi minuman untuk mereka.
Langsung saja mereka melahap bakso yang ada di meja, tak peduli jika bakso yang mereka makan masih panas, terlebih Doni yang menyantap baksonya seperti orang kelaparan.
"Biasa aja kali Don makannya nggak bakalan gue minta juga kali" celetuk Airin santai yang langsung dibalas pelototan tajam dari Doni.
Mengabaikan itu Airin justru menjulurkan lidahnya.
"Lo laper apa doyan Don" cibir Rafa, yang tengah mengunyah dengan santai.
Doni mendengus kesal mendengar cibiran sahabat-sahabatnya, dirinya sangat lapar karena tadi pagi dia tidak sempat sarapan jadi apa salahnya jika dia makan dengan rakus seperti orang kelaparan, wajar bukan namanya juga lapar.
"Terserah lo semua, yang jelas gue laper gara-gara tadi pagi belum sarapan. Ngerti Lo semua?"
Dengan polosnya mereka berempat mengangguk, hal itu justru membuat Doni semakin kesal dengan keempat sahabatnya yang menyebalkan. Astaga, bisa-bisa dia memiliki sahabat seperti mereka.