Adren mengendarai motor, melalui jalanan kota, sore-sore. Ia lesu, kehilangan gairah setiap kali berangkat siaran, bahkan Bad mood setiap kali mendengar nama stadion radio tempatnya bekerja. Kendati demikian begitu ia tetap berusaha professional, meski bosan, setiap hari mesti berhadapan dengan pendengar yang itu-itu saja, meski sebal dengan tante-tante genit yang menelfon ke radio karena kurang perhatian, dan meski muak dengan judul lagu dangdut modern yang makin tidak karuan. Memikirkan hal-hal itu saja membuat perjalanan Adren ke stasiun radio tidak terasa. Lebih tepatnya sih mati rasa.
Adren sampai, memarkir motornya. Ia melihat ada mobil yang tampak tidak asing, terparkir di parkiran.
Adren dan Pak Jaja duduk di sofa, tertunduk. Mas Ferdy Ghani(38 th), sang Owner Radio Sirih FM, berdiri di depan mereka berdua, menatap dengan wajah muram.
“Ini kebetulan saya lagi kesini, atau setiap hari radio kosong begini?!” tanya Mas Ferdy.
“Kebetulan aja kok Mas, Rina sama Novi tadi selesai siaran pulang, ada urusan.” Kata Pak Jaja.
“Urusan apa?!”
“Kalo Rina karena punya bayi harus menyusui, kalo Novi..” Pak Jaja terdiam, tidak tahu alasan Novi.
“Ada kuliah, tadi ngabarin saya!” sahut Adren.
“Pendengar enggak mau tau! Mau menyusui anaknya kek! Mau kuliah kek! Mau menyusui sambil kuliah kek! Kalo ketika waktu siaran enggak ada penyiar, itu namanya enggak professional!” omel Mas Ferdy.
“Saya juga bingung mau gimana Mas, alesannya urgen semua..” jawab Pak Jaja.
“Kalo gitu cari orang yang enggak punya urgensi di waktu jam kerja!”
“Saya udah putuskan..”
Pak Jaja dan Adren saling melirik, cemas.
“Gimana Mas?” tanya Pak Jaja.
“Keputusan saya.. Pecat aja mereka yang enggak punya dedikasi buat radio ini! Saya ngerti kok, beberapa orang menjadikan predikat Penyiar cuma supaya terlihat keren, tapi dedikasinya.. Nol!” jelas Mas Ferdy.
“Dengan segala hormat Mas!” Adren memotong. Mas Ferdy menatapnya, mengerutkan kening.
“Sse..sebetulnya.. Aturan di radio ini yang kurang proporsional.” kata Adren terbata-bata.
Pak Jaja melirik Adren, khawatir. Adren Antara peduli-tidak peduli, seandainya dipecat pun bebas, yang penting mengeluarkan unek-unek.
“Maaf banget kalo saya lancang ngomong begini tapi.. Kenapa saya harus stay di kantor sampai jam lima sore, kalau jam siaran saya sudah selesai di jam sepuluh pagi? Dengan gaji di bawah rata-rata, saya rasa itu memberatkan. Saya harus cari kerja sampingan buat memenuhi kebutuhan saya Mas. Saya tau saya kurang ajar! Maka dari itu, saya siap nerima konsekuensi perkataan saya tadi kok Mas..” jelas Adren yang langsung menunduk. Ferdy sang Owner Radio masih menatapnya. Keadaan hening.