-----Keesokan Harinya-----
Adren terbangun di sofa, jam setengah lima pagi saat itu di kantor stasiun radionya. Belum ada siapa-siapa, bahkan Pak Jaja belum datang. Ia bergegas ke toilet kantor untuk membasuh wajahnya, bersiap untuk on air.
Seperti biasa dari jam 06.00 sampai jam 10.00 Adren siaran, membawakan acara”Morning Dut!”, salah satu acara di radionya. Memang bukan rahasia umum bahwa lagu dangdut selalu memiliki pasar. Apalagi di kota tempat Adren tinggal, 80% radio disana adalah radio dangdut. Juga tidak dipungkiri banyak sekali orang-orang yang memilih mendengarkan musik dangdut untuk meningkatkan semangat mereka pagi-pagi.
Dari radio, biasanya Adren langsung ke kampus. Setahun ini sejak pandemi dan kuliah dilakukan online, begitulah kebiasaan Adren, ia jadi lebih memiliki banyak waktu untuk siaran. Tetapi meski hampir setahun kuliah diadakan secara online, tetap saja asyiknya pergi ke kampus dan bertemu teman-teman adalah suatu refreshing rutin. Ada yang berubah, dulu ketika penat di kampus Adren pergi ke stasiun radionya, tapi sekarang justru sebaliknya. Mungkin karena Adren memang sudah tidak betah bekerja di stasiun radionya sekarang.
Hari itu di kampus, walaupun kebanyakan kelas kosong karena kuliah online, ruang sekre tiap program studi selalu ramai. Mereka-mereka, mahasiswa semester akhir sibuk membahas dan mempersiapkan Tugas Akhir yang sampai saat ini belum jelas kabarnya. Mereka menyampingkan maraknya kabar tentang virus corona, menentang alam dengan bahu-bahu lincah mereka, meski kadang melupakan keselamatan keluarga di rumah. Mereka ingin segera lulus!
Adren sendiri punya tujuan lain pergi ke kampus, yaitu untuk memastikan keadaan baik-baik saja. Tentunya ia merasa bertanggung jawab karena idenya kemarin dibilang akan menyulitkan teman-teman satu program studinya.
Sudah jam setengah sebelas. Adren sedang sarapan di kantin, di warung nasi uduk “ Si Uwa”. Ia duduk sendirian menatap ke salah satu sudut kampus dimana ruang sekretariat berada. Ia melihat sudut itu sepi, hanya satu atau dua orang berjalan keluar-masuk. Tiba-tiba telinganya dicolek dari belakang, pelan-pelan. Ternyata itu Mona yang sedang jajan minuman boba, sendirian. Mona yang bersetelan celana jeans dan atasan kaos bigsize dengan kacamata bulat retro, duduk di depan Adren yang sedang makan.
“Eh Mon.. Sarapan!”
“Apa itu teh? Nasi uduk?”
“Iya.”
“Kayaknya enak.” wajah Mona merengut, menahan godaan nasi uduk.
“Hayu atuh bareng! Malah beli es kamu mah belum makan juga!” omel Adren.
“Udah cuma makan roti tadi pagi.”
“Euww.. Bule kamu teh?!” Adren meledek.
“Diet Dre!”
“Ahh diet-diet segini udah pas atuh.”
“Aku naik dua kilo tau!”
“Hamil kali?”