----Di Ruangan Mas Harry----
"Lo mabok Za?!" Mas Harry tersenyum heran.
Mas Harry adalah General Manager Note FM, radio tempat Reza bekerja. Saat ini Mas Harry sedang mempertanyakan pengajuan Reza tentang perekrutan penyiar baru. Perekrutan penyiar menjadi salah satu konsern seorang General Manager. Masuk akal jika seorang General Manager menolak untuk menaruh seorang penyiar baru di program pagi, disaat pendengar sedang banyak-banyaknya, dan persaingan sedang ketat-ketatnya. Tak heran juga bila banyak radio yang merekrut selebriti terkenal untuk menjadi penyiar pagi, untuk meningkatkan pendengar dan memenangkan persaingan.
"Kalo masalah audisi emang itu program yang ketunda, karena waktu itu lo bilang lagi agak sibuk dan ribet. Jadi soal itu bakal gue approve, engak ada masalah. Tapi kalo Penyiar baru harus ngisi program pagi, it doesnt work like that." Mas Harry menggelengkan kepala pelan-pelan.
Reza diam.
"Kenapa? Kan lo nih keliatannya yang pengen banget nyari orang yang cocok buat si Rendy? Emang enggak ada yang cocok? Lo cari yang kayak gimana?" tanya Mas Harry. Reza kesulitan menjawab. Sungguh ini bukan idenya, melainkan permintaan Rendy.
"Yang fresh aja Mas."
"Yaudah.. Tapi pastiin bener-bener berhasil. Gue enggak mau cuman nambah-nambah penyiar, tapi ternyata kualitasnya biasa aja."
Reza menganggukkan kepala, lesu.
----Sorenya----
"Yahh... Kita kan udah bahas ini! Katanya lo setuju soal audisi!?" Rendy kecewa, berjalan mondar-mandir di sekitar meja ruang meeting yang sedang kosong. Di meja itu ada Reza sedang berbenah memasukkan laptop ke dalam tasnya, sambil memberitahukan informasi bahwa Rendy akan dipasangkan dengan salah satu penyiar lama di radio mereka.
"Ini radio bukan punya Mbah gue Ren. Lo kan di program pagi, enggak mungkin ngasih anak baru yang minim pengalaman buat ngisi prime time! Dan ini keputusan Mas Harry, bukan gue. Kita mau terima atau enggak, bisa aja mereka ngambil keputusan tanpa bicara dulu sama kita. Kita kan disini kerja profesional!" jawab Reza.
Rendy diam.
"Kalo lo bersikeras pengen dipasangin sama penyiar baru, lo pindah program. Itu sih resikonya!" lanjut Reza.
"Hhh..." Rendy menghela nafas, lesu.
"Ren, gue cape jadi tameng! Banyak hal yang mesti gua urusin nih! Gue kan juga lagi punya project. Balik lagi ke lo, kenapa sih mesti penyiar baru? Kita punya tiga penyiar yang keren, terus ada lagi beberapa nama announcer relasi kita juga. Kenapa lo enggak milih salah satu dari mereka aja? Audisi tuh repot sebetulnya." tanya Reza.
"Sama kayak lo, gue juga merasa kita harus regenerasi Za! Gue kan udah pernah bilang penyiar-penyiar yang ada disini tuh..
Ya gue ngerasa mereka kurang bisa ngikutin trend. Kurang muda! Kurang asik gitu!" jelas Rendy.
"Ya tapi kalo mau cari yang asik kan enggak harus penyiar yang baru banget Ren! Lo yang udah pro banget aja ngos-ngosan kan nahan rating supaya enggak kendor? Gimana anak baru?!" Reza berusaha membuat Rendy paham.
"Yaudah pokoknya itu pilihannya, entah pake penyiar lama, atau lo pindah jam." kata Reza sambil bangun dari kursinya, mengambil tasnya di meja dan memakainya, lalu pergi meninggalkan Rendy. Reza ingin segera meninggalkan kantor untuk mengurus aplikasi radio streaming yang ia sedang kembangkan. Sementara itu Rendy terdiam sesaat, menimbang-nimbang. Hingga beberapa detik kemudian ia pun bergerak lari mengejar Reza. Rendy berlari di lorong kantor, sampai akhirnya mendapati Reza masuk lift.
"Za!!!" panggil Rendy.
Reza pun menahan agar pintu lift tidak tertutup. Lift kosong saat itu. Reza yang mengenakan masker hanya menghentakan kepala pelan, seolah bertanya ada apa?
"Oke! Gue pindah jam aja! Demi radio ini!" kata Rendy dengan nafas tersengal-sengal.
"Serius?"
"Ya! Mending gue bikin acara baru dan ngebangun lagi semua dari awal, asal dengan partner yang tepat."
"Oke..?"
"Tapi gue pengen lo tetep jadi produser gue!" jelas Rendy.
"Emang kenapa?" Reza bertanya, heran.
"Kita udah klop Za! Please!"
"Hmm.." Reza berpikir sambil menyandarkan salah satu lengannya di dinding lift.
"Pleeaseeeee!"