"Mas? Di kampus ga?" Adren menelfon Mas Arwan.
"Enggak Dre, gue isolasi mandiri sambil nunggu hasil swab. Gue ada kontak sama anak-anak."
"Oh.. Cuman mau tanya Mas.. Si Nuril masih belum lunasin biaya semesteran?"
"Belum sih Dre, belum ada kabar dari Kajur."
Adren di lobby gedung tempat seleksi penyiar, namun pikiran soal masalah biaya kuliah Nuril membayanginya dan membayanginya di sela-sela waktu. Sulit sekali rasanya untuk benar-benar merasa bahagia dan mengekspresikannya sementara ia mengemban hutang pada orang lain.
"Kira-kira bisa enggak ya kalo gue minta invoice si Nuril di kampus? Mau gue liatin ke Bapak gue Mas."
"Ya.. Bisa aja sih, nanti gue bantu. Kapan emang lo mau ke kampus?"
"Enggak sekarang Mas, gue masih di Jakarta."
"Ngapain lo?"
"Seleksi penyiar Mas."
"Widihhhh.. Mantep lah! Sukses ya Bro!"
"Thanks Mas. Lo juga, moga enggak reaktif ya! Ambyar nih kalo lo enggak ada di kampus."
"Halah udah pada gede, udah tau mesti ngapain.. Tapi Amin! Thanks Dre! Goodluck!"
"Siap Mas!"
Adren menutup telfon, ia kembali membaurkan pikirannya ke lingkungan sekitarnya. Ada sekitar 7 orang, campuran laki-laki dan perempuan yang duduk agak berjauhan, sama-sama menanti giliran. Setelah ini giliran Adren. Ia gugup, itu mengapa ia menelfon seseorang untuk bicara dan mengalihkan rasa gugupnya ke masalah lain. Untung saja dalam otaknya ia punya "rak" masalah-masalah, yang dengan mudah ia buka kapan saja.
"Adren Suwarno?!" Seorang perempuan memanggil dari pintu ruang siaran.
"Saya!" Adren mengangkat tangan dan melangkah mendekat. Ia mengatur nafasnya. Perempuan itu masuk duluan, sementara Adren mengikutinya dari belakang. Mereka masuk ke sebuah ruang siaran, dimana di dalam ada Reza, Mas Harry dan Rendy yang duduk di belakang sebuah meja panjang. Mas Harry disana memastikan bahwa peserta seleksi memenuhi standar kebutuhan perusahaan, sementara Reza dan Rendy disana mencoba untuk mencari orang yang tepat untuk menjadi partner Rendy di acara mereka. Perempuan yang bertugas memanggil Adrren tadi terlihat mengisi data kehadiran dan duduk di pojok ruangan.
"Halo!" Reza menyapa.
"Halo juga Mas."
"Langsung aja, saya Reza, produser program yang bakal kamu isi kalo kamu terpilih, lalu ada Mas Harry sebagai wakil dari Perusahaan radio ini, dan Rendy adalah penyiar disini."
Adren mengangguk pelan dengan senyum.
"Silakan perkenalkan diri kamu!" kata Reza. Reza mengenggam ipad-nya, diam-diam saling berkabar dengan teknisi IT yang bekerja untuknya di proyek aplikasi yang sedang ia jalankan. Ada sedikit masalah di aplikasi miliknya itu yang membuat fokus Reza terbagi dan kerap mencuri-curi kesempatan untuk menengok ipad-nya. Reza bahkan tidak menyimak perkenalan Adren.
"Selamat siang Mas Harry, Mas Reza dan Mas Rendy! Nama saya Adren Suwarno, asal dari Sukabumi, umur 23 tahun, kegiatan sehari-hari adalah mahasiswa dan penyiar radio lokal di salah satu radio di Sukabumi."
"Oh penyiar profesional dong ya?" tanya Rendy.
"Ya Mas. Tapi masih belajar kok sampe sekarang." jawab Adren, merendah.
"Udah berapa lama kerja di radio?" tanya Mas Harry.
"Sudah mau setahun Mas."
"Radio genre apa?" tanya Rendy lagi.
"Dangdut sih Mas."