Sowon

Bella Puteri Nurhidayati
Chapter #6

[6.] Penuh Omongan

Nabel hendak istirahat di kamarnya. Selepas pulang sekolah tadi, niatnya dia mampir sebentar ke kamar sebelah. Mana tau karena keasikan mengobrol dan ngemil, Nabel jadi lupa waktu. Dia kembali setelah adzan Ashar berkumandang. Menaruh tas sekolah dan mengambil mukena. Akhir-akhir ini, Nabel tidak suka berada di kamar ketika siang dan sore. Malam pun Nabel sukanya main di kamar sebelah. Teman kamarnya membuat Nabel tidak nyaman berada di sana.

Berbagai macam tatapan melayang ke arahnya. Nabel mengernyit bingung. Apa dia melakukan kesalahan sampai-sampai mereka menatapnya sedemikian rupa?

Nabel melepas jilbabnya lalu dia gantung di paku depan lemari. Tangannya menyambar mukena yang terselampir di hanger lalu memakainya cepat. Nabel tidak nyaman berada di sini lebih lama.

“Bel, kamu belum nyuci piring, yah?” Finda—teman kamar Nabel yang bertumbuh gemuk melontarkan pertanyaan kepada Nabel. Membuat kepala sang empu menoleh ke arahnya.

“Aku? Udah kok tadi pagi. Sendirian. Jam istirahat pertama aku gak jajan buat nyuci piring. Kenapa?”

Finda menunjuk tumpukan piring kotor di dalam ember. Menumpuk. Harusnya, anggota kelompok Nabel mencuci piring setelah pulang sekolah. Karena setelah shalat Ashar, kegiatan mereka akan padat lagi. Kebanyakan santri mengikuti ekstrakulikuler bersama pelatih, tak terkecuali Nabel. Dia harus hadir di pertemuan pertama eskul Drum Band.

“Tinggal kelompokku, Fin. Tinggal bilang aja gak apa-apa.” Nabel mencoba ramah dengan seulas senyum yang dia berikan.

Mendengar hal itu, Finda malah berkacak pinggang. “Kamu yang bilanglah! Orang kelompoknya kamu. Kalau aku yang bilang, yang ada malah dinyinyirin.” Dia melirik sosok gadis yang tengah bercanda ria di dipan dekat pintu. Mereka tampak tak acuh mendengar perdebatan Nabel dengan Finda.

Nabel menghela napas pasrah. Kepalanya mengangguk sekali, mengalah. Daripada dia telat ke masjid. Sasa sudah menunggunya di depan kamar.

Perlahan, Nabel berjalan mendekati Rina—anggota kelompoknya yang ada di kamar ini. Sisanya entah ke mana. Nabel akan mencoba berbicara dengannya. Rina terlihat humble dan enakkan kepada semua orang.

“Rin,” panggil Nabel lirih. Rina menghentikan tawanya sejenak. Pandangannya beralih ke arah Nabel yang sudah mengenakan mukena.

Gadis itu tersenyum. “Ada apa, Bel?” Kedua temannya yang ada di sana turut memperhatikan Nabel. Sama-sama menunggu Nabel berbicara.

Nabel tersenyum canggung. “Kamu udah piket belum? Tadi pagi aku udah piket sendirian.” Rina menoleh ke sisi kanan dan kiri.

“Kamu sendirian? Kok gak manggil aku ke kelas?”

Rina orangnya memang enakkan. Tapi mengapa Nabel masih enggan meminta bantuannya padahal itu tugas mereka bersama? Entahlah.

“Aku gak tau kamu di kelas mana. Daripada gak ada yang nyuci piring, aku cuci sendiri aja deh. Hehe ....”

Rina beranjak bangkit. Raut wajahnya berubah. Dia merasa tidak enak kepada Nabel karena gadis itu piket sendiri. Padahal anggota kelompoknya berjumlah 4 orang. Piket pun selalu berpasang-pasangan. Hanya saja, Rina tau jika Nabel sering piket sendiri kalau dia tidak mengajaknya. Nabel belum akrab dengan kedua partnernya yang lain.

“Maaf, ya. Besok-besok kalau mau piket bilang ke aku. Piket bareng aku kalau engga bareng teman yang lain.” Nabel mengangguk sekali. Dia tidak yakin dengan ucapan Rina. Hati kecilnya menolak karena Nabel pernah melakukannya dulu. respon yang mereka berikan sungguh di luar dugaannya. Oleh karena itu, lebih baik Nabel piket sendirian daripada ujungnya ribut.

Allahu akbar, allahu akbar

Asyhadu anlaa ilaa ha illallaah ....

Asyhadu anna muhammadar rasulullah

Hayya ‘alashalaat ....

Hayya ‘alal falaah ....

Qodqoomati shalaat .... Qodqoomati shalaat ....

Allahu akbar, allahu akbar

Laailaaha illallah ....

Rina bergegas menuju lokernya, menayambar mukena dan memakainya asal. “Aku piket nanti habis shalat, ya.” Lalu, dia berlari keluar kamar. Membuat Nabel geleng-geleng kepala.

Nabel segera mengikuti langkah Rina. Dia sempat menoleh ke arah belakang. Kamar Sasa sudah sepi. Kemungkinan besar gadis itu sudah berangkat ke masjid terlebih dahulu. Meninggalkan Nabel yang tiba-tiba punya urusan mendadak. Nabel tak mempermasalahkan itu. Daripada Sasa telat ke masjid sama seperti dirinya.

***

“Ini gak ada yang nyuci piring apa? Ibu dapur udah marah, lho karena alat makannya kurang satu. Punya kamarnya kita. Udah telat naruh tempat makan. Situ besok pagi gak pada makan.”

Ulfa selaku ketua kamar Sumayyah marah-marah sembari berkacak pinggang. Dia menendang pelan ember yang berisi piring kotor.

Lihat selengkapnya