Nabel merasa tak enak badan sepulang dari acara tadi. Badannya menggigil hebat di dipan atas. Dia takut jika Ulfa yang tidur di dipan bawahnya terbangun karena guncangan darinya. Semoga saja tidak.
Nabel tidur masih mengenakan gamis. Dia benar-benar tidak sempat mengganti pakaiannya dengan kaos. Padahal tidur malam santriwati tidak diperbolehkan memakai gamis. Tapi karena Nabel tidur di dipan atas, tidak ada yang menyadari hal itu.
Hawanya begitu dingin. Terlebih ketika Nabel tau jika kipas angin turbo menghadap ke arahnya. Ingin sekali Nabel memerintah anak kamar untuk mematikan kipas itu untuknya tapi dia urungkan. Nabel tidak boleh egois karena memikirkan dirinya sendiri. Anak kamar pasti kepanasan meski kipas angin sudah dinyalakan.
Nabel terbangun karena perutnya terasa begitu sakit. Ini bukan efek datang bulan, melainkan pencernaannya bermasalah. Netranya melirik jam dinding sebentar. Pukul 12 malam. Anak kamarnya sudah pada tidur. Nabel tidak enak membangunkannya sekedar untuk menemaninya ke kamar mandi mengingat keadaan pondok sudah sepi.
Kedua kakinya dibiarkan menggantung di dipan. Lantas, dia pun turun. Menyambar jilbabnya cepat lalu pergi menuju kamar mandi di lantai bawah. Tentunya sendirian dan Nabel tidak takut. Meski acap kali bulu kuduknya meremang terkena embusan angin malam.
Sesampainya di depan kamar mandi, beberapa pintu tertutup pertanda ada santriwati di dalamnya. Nabel mengembuskan napas lelah. Keringat dingin terus bercucuran juga rasa sakit tak tertahan di perutnya. Berulang kali dia menghentak-hentakkan kedua kakinya di ubin lantai, berharap rasa sakit di perutnya reda. Sementara tangannya aktif mengetuk tiap pintu yang berisi orang.
Semuanya penuh, bahkan ada beberapa santriwati yang mengantri di depan kamar mandi. Hingga akhirnya, Nabel menemukan kamar mandi tak terpakai yang tidak ada lampu penerang di dalamnya, dia memberanikan diri untuk masuk. Mengecek persediaan air dan juga kloset. Setelah dirasa aman, Nabel akhirnya memakai kamar mandi itu. Tak peduli cibiran santriwati lain yang melihatnya masuk ke kamar mandi yang sudah tak terpakai. Selagi bisa digunakan, kenapa tidak?
Sebenarnya, Nabel ada masalah pencernaan karena waktu kecil, dia pernah bolak-balik masuk rumah sakit. Setiap makan pedas, perutnya pasti sakit dan berakhir di kamar mandi. Tapi hari ini, Nabel merasa tidak salah makan. Mungkin memang sudah takdirnya untuk sakit karena Nabel jarang sakit. Setelah dirasa cukup, dia pun keluar.
Masih dalam mode cuek, gadis itu melenggang pergi menuju kamarnya untuk kembali beristirahat. Pusing di kepalanya terasa dan itu sangat mengganggu kinerja tubuh lain yang berada di naungannya. Tak lupa Nabel mengganti pakaiannya agar tidak risih dan kembali naik ke atas dipan. Melanjutkan tidurnya.
***
Paginya, Nabel merutuki tindakan teman kamarnya yang tidak membangunkan dia untuk sekolah.
Bukan mengapa. Hanya saja, Nabel belum meminta tolong kepada temannya untuk memintakan surat izin kepada ustadzah. Nabel tidak ingin absennya menjadi ghaib.
Tapi karena semua sibuk dengan urusan masing-masing, alhasil Nabel bangkit dan pergi ke kamar mandi. Padahal sisa waktu sebelum bel masuk sekolah hanya 15 menit. Belum lagi antrian di kamar mandi masih banyak. Nabel tidak enak masuk sekolah tak mandi. Bukan Nabel sekali.
Dia menunggu dengan sabar sembari menikmati pusing di kepalanya. Santriwati di sekitarnya asik bercerita tanpa beban. Beruntung Nabel bisa mendahului salah satu antrian kamar mandi meski airnya minim. Nabel menggunakan sisa air yang ada se-hemat mungkin.
Dan benar saja.
Sesudah dia mandi, salah satu ustadzah mulai berkoar-koar di halaman asrama. Tak ingin ketangkap basah, Nabel lekas menuju kamarnya.
Nabel kira, di kamar ini hanya ada dia seorang. Ternyata tidak. Ada Ghina dan juga Aida yang baru selesai mandi sama sepertinya. Nabel lekas mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah sekaligus menjadwal.
“Aida, ke sekolahnya bareng, ya!” pinta Nabel. Aida mengangguk gugup sembari mengoleskan hand body ke kakinya.
“Da, mau lewat mana?” tanya Ghina parno.
“Lewat dapur aja.”
“Emang buka?”
“Buka. Tadi aku lihat.”
Nabel yang selesai terlebih dahulu memilih untuk memakai kaos kaki di luar kamar.
“Sekalian pakai sepatunya, Bel,” tegur Ghina. Nabel menoleh.
“Kan gak boleh pakai sepatu di atas. Sepatuku juga udah dipakai. Kotor.” Dia melihat keadaan sepatunya sebentar.