Mereka tiba di stasiun TV satu setengah jam sebelum naik panggung. Diantar seorang kru, Rosalie dan Divya meluncur ke kamar ganti. Dari total enam belas personil Sparkle, malam ini empat belas akan tampil. Hiruk pikuk suara personil yang lain menerjang mereka saat pintu kamar ganti dibuka.
"Aah, gila! Tadi kakek-nenek gue bilang mau nonton!" teriak Bianca dari depan meja rias. Rambutnya masih kusut masai dan wajahnya baru dibubuhi bedak. "Kakek gue jago waltz, tango, macam-macam tari klasik Barat pokoknya. Waktu muda malah bisa tap dance! Pasti gue dikritik, kurang luweslah, kurang tenagalah!"
Kristal, yang sedang mengoleskan foundation, mengangkat alis. "Kakek lo memang cerewet gitu, Bi?"
"Kris, you have no idea!" Bianca mengacungkan tube lipstik dengan gaya dramatis. "Dulu Kakek juara tari di mana-mana, sampai diundang ke luar negeri. Dari situ ketemu Nenek. Dua-duanya disiplin banget! Yang pertama kali ngajari gue dance kan mereka. Huf." Dia menekuri tube lipstik, bagai minta pendapat padanya.
Rosalie dan Divya menyelinap masuk sambil menutup pintu. "Telat!" seru Chanti yang menyadari kehadiran mereka.
"Tahu, kok," sergah Divya. "Biasa, banyak yang nyerobot jalur bus. Habis ini kita langsung ke studio?"
"Enggak langsung," sahut Imelda. Seperti biasa, dia merias wajah dengan mata tertuju lurus ke kaca, tanpa satu pun gerakan tidak perlu. Rambutnya yang hitam kemilau tersisir rapi di punggung. "Kita latihan sekali lagi sebelum syuting."
Di gantungan tinggal tersisa dua baju, milik Rosalie dan Divya. Malam ini kostum Sparkle bertema printed top merah muda dan bawahan hitam. Mereka berdua bergegas ganti baju, gesit karena terlatih.
Bianca mencabut tutup tube dan memulaskan lipstik ke bibir. "Ah, whatevs. Kakek juga tahu gue masih muda, kurang pengalaman. Oh, wait. Paling gue diceramahi soal Kakek yang sudah ikut kejuaraan sewaktu lebih muda dari gue."
"Hmm," gumam Kristal.
"Ada apa, Kris? Lambung lo sakit lagi?"
Seluruh pasang mata di kamar ganti terarah pada Kristal. Dia tersenyum tipis. "Sedikit. Minum obat juga baikan."
Sebelum pengumuman akhir audisi, kondisi Kristal bugar sama seperti peserta lain. Barulah semenjak menjadi personil, penyakit maag yang diidapnya sering kambuh, apalagi bila dia letih. Para personil lain sering mengingatkannya agar makan teratur, walau Rosalie menduga Kristal kadang lupa saking sibuknya berlatih.
"Betul enggak apa-apa?" tanya Bianca, yang paling perhatian pada Kristal. "Bawa obat? Kemarin waktu latihan kan lupa."
Kristal menunjuk tasnya di lantai. "Beres. Biasanya juga begitu mulai perform baik sendiri."
Percakapan berhenti dan semua orang melanjutkan berdandan. Rosalie menyapukan bedak seadanya agar bisa cepat melukiskan eyeliner. Dibanding riasan wajah lain, mata dan bibir harus mencolok, dan Rosalie masih kikuk memakai eyeliner.
Imelda menggelengkan kepala keras-keras, menguji efek gerakan itu pada jatuhnya rambut di punggung. "Duluan, ya." Dia memasukkan kaki ke sepatu bertumit rendah dan berdiri. "Sepatu ini kekecilan satu ukuran, sakit buat dance."
"Minta yang baru!" usul Chanti.