AYA BENCI AYAH
Tiba-tiba Danu menggoyang-goyangkan kuasnya ke udara, cipratan cat air dari kuas menebar kemana-mana termasuk baju Ayah juga ke dalam mangkuk soto yang sedang dinikmati Ayah.
Blentraaangg …
Bunyi sendok yang dibanting Ayah ke piringnya. Ayah yang tadinya hendak menyuapkan sendokan nasi ke mulutnya, terkena cipratan cat dari kuas Danu membanting sendok ke piring, bunyinya terdengar sangat nyaring.
“Danu … !!!”
Wajah ayah berubah jadi merah padam, ia berdiri dan merebut kuas dari tangan Danu lalu mematahkannya. Danu kaget refleks ia mendorong ayah, kemudian memungut kuasnya –yang kini terbagi menjadi dua bagian – yang dibuang ke lantai oleh ayah.
Braakk … !!!
Ayah yang tadi sedikit tersungkur menggebrak meja, matanya seolah mau keluar memandang Danu yang bersimpuh di lantai meratapi kuasnya. Badan Ayah yang tinggi besar berdiri tepat di depan Danu, tangan Ayah melayang ke udara dan akan mendarat di kepala Danu. Dengan sigap Aya menangkap tangan Ayah sekuatnya, menahan tangan itu agar Danu selamat dari pukulan Ayahnya.
“Lepaskan! Kamu bikin Ayah tambah kesal, Aya!”
“Jangan pukul Danu, ia tidak mengerti! Ayah tahu itu! Pukul saja Aya, untuk melampiaskan amarah ayah!”
“Arrrgghhh … !!!”
Praaannggg …
Suara piring pecah, nasi beserta kawan-kawannya terburai berantakan di lantai. Dengan napas masih memburu Ayah pergi meninggalkan dapur tanpa perduli keadaan anak-anaknya. Emak diam membisu seperti patung di pojok dapur, ia tidak bisa apa-apa jika Ayah sudah marah seperti tadi.
Deras air mengalir di kedua pelupuk mata Aya, ia membangunkan Danu yang masih memegangi kuasnya yang patah dan terus mengoceh.
“Aayyaa, kkuaas Daaanuu …”
“Aayyyaahh … jjaahhaatt …”
“Kkuuaaas Daannuu paattaah Aayaaa …”
Aya memeluk erat Danu, berbisik di telinganya.
“Nanti Aya belikan kuas baru yang lebih bagus ya.”
Danu tersenyum lalu mengusap air mata Aya.
“Beneeerr Ayyaa ... ?”
Aya mengangguk, berdiri sambil membangunkan Danu lalu menghampiri Emak yang mulai membersihkan lantai.
“Mak, bawa Danu ke kamarnya. Biar Aya yang bersihkan dapur.”
Mungkin karena masih shock, Emak tidak mendengar dengan jelas ucapan Aya karena ia masih saja mengumpulkan pecahan piring dengan tangannya yang gemetar. Danu jongkok dan ikut memungut beberapa pecahan piring bersama Emak.