AYA
KOTAK HITAM
Baru saja hati ini terhibur dengan membayangkan wajah Hatta dan meyakinkan diri untuk mulai membuka hati untuk seseorang, eh si pembuat onar sudah nongol lagi. Danu datang kembali ke dapur membawa bola bekel milikku, ia pasti sudah mengacak-ngacak kamar.
Dengan seenaknya bola bekel itu di taruh di atas meja dan ia mengambil piring. Banyak sekali piring yang diambil Danu, apa ia mau makan dengan tiga piring yang berbeda? Ah, biarkanlah terserah apa maunya, sudah cukup lelah untuk hari ini.
“Danu ieu piring seeur amat, kanggo saha?”
(ieu=ini; seeur=banyak; kanggo=untuk; saha=siapa)
Emak juga bingung menerima banyak piring dari tangan Danu, kasian Emak sudah tua tapi ia harus ekstra sabar menghadapi Danu. Piring-piring yang sudah diberikan pada Emak diambil lagi oleh Danu dan menyisakan satu piring saja di tangan Emak. Ia menghampiriku dan memberikan satu piring, sisanya dipegang sendiri oleh Danu.
“Mmaauu makkaan bbareeng Mmaak ssamaa AAyyyaa …”
Ya Allah, rupanya ia sedang mengajak kami untuk makan dengan membagikan piring. Meski sering mengesalkan Danu memang anak yang baik, ia tahu kami belum makan makanya ia mengajak kami untuk makan bersamanya.
Emak benar selalu ada obat dari setiap rasa sakit yang kurasakan, Danu menjadi salah satu obat penghibur dengan caranya sendiri. Aku menghela napas dan mengucap rasa syukur pada Allah, dengan segala keistimewaan pada diri Danu ia adalah adik yang sangat aku sayangi.
Dengan sigap aku dan Emak menyiapkan soto dan kawan-kawannya untuk kami nikmati sebagai makan siang. Danu makan banyak dan sangat lahap, entah karena lapar atau memang sotonya enak.
Dug … dug … dug …
Bola di atas meja jatuh ke lantai memantul-mantul lalu menggelinding menuju bawah kulkas, Danu yang baru menyadari bolanya jatuh lekas mengejar bola. Ia bersimpuh di depan kulkas mengulurkan tangannya ke kolong kulkas mencari keberadaan bola. Tiba-tiba Danu menjerit …
“Aarrgghhh … !”
Emak dan aku bergegas mendekati Danu, pelan-pelan menarik tangannya yang masih terulur di kolong kulkas. Setelah tangan Danu bisa ditarik segera memeriksanya, kuatir tangannya terjepit sesuatu atau digigit serangga.
“Tangannya nggak apa-apa, kenapa kamu teriak?”
Aku bertanya dengan sedikit kesal, baru saja aku merasa bersyukur memiliki Danu sekarang dia sudah bikin ulah lagi.
“Mbboolllaa …”