SPATULA AYA

R Hani Nur'aeni
Chapter #16

Chapter 16

HATTA

 

KENCAN PERTAMA

Gue mesti buru-buru, sudah mau jam sebelas siang. Tadi malam gue janji jemput Aya buat merayakan dia lolos seleksi di kompetisi masak. Nggak boleh telat, ini adalah kencan pertama kami, semoga Pak Kom sedang berbaik hati dan ngasih ijin buat gue. Mengangkat kedua tangan sambil komat-kamit membaca doa,

“Ya Allah semoga dimudahkan dilancarkan segala urusan hamba. Ijinkan hambamu berikhtiar menjemput jodoh. Aamiin … “

Dengan penuh keyakinan melangkahkan kaki menuju ruangan yang di pintunya tertulis Kasat Reskrim Polres Bogor.

Tok … tok … tok …

Menunggu jawaban dari dalam ruangan dengan penuh rasa cemas, gue terus berdoa semoga Allah mengabulkan semua keinginan gue, untuk hari ini saja.

“Masuk!”

“Bismillah … “ bisikku sambil menarik napas dalam. Membuka pintu sambil

memasang senyuman paling manis untuk menghipnotis Pak Kom agar memberikan ijinnya.

“Siang Pak, maaf saya mengganggu waktunya,” ucapku ramah.

“Nggak usah pake basa-basi, aya naon?”

(aya naon=ada apa)

Nyengir memamerkan deretan gigi, ternyata Pak Kom sudah dapat mengendus maksud dan tujuan gue. “Mau ijin, Pak,” ucap gue mantap, melirik wajah komandan yang masih saja sibuk berkutat dengan berkas di mejanya.

“Kamu mau ijin kamana?” tanyan Pak Ko, mengangkat wajahnya dan menatap tajam gue, jarinya membetulkan kaca mata yang turun ke hidungnya.

“Mmhhmm … ijin melihat lokasi tawuran kemarin, Pak,” jawabku agak ragu. Pasti ketahuan deh, gawat-gawat. Mata gue mencuri pandang pada jam dinding di ruangan itu, makin tak menentu kewarasan otak gue. Kalau ditolak alasan apa yang harus diberikan supaya gue bisa keluar dengan selamat menjemput Aya dan makan siang dengannya.

“Hatta … ! Kamu mau bohongin, Mamang kamu sendiri? Dari tampangmu aja kelihatan, meuni rapih pisan. Bukan gayamu pisan, mau kamana? Jawab yang jujur!”

(meuni=sangat; kamana=kemana)

“Ngecek lokasi kamari sambil makan siang, Mang. Sakalian jemput calon jodoh,” jawab gue sejujurnya. Eh, Mang Rama malah tertawa mendengar penjelasan gue. Hadeuh, bingung kalau panggil Mamang di kantor, panggil Pak kadang dia nyebut dirinya Mamang. Beginilah susahnya kalau atasan kita adalah paman sendiri jadi serba salah, gue menggumam dalam hati.

Ha … ha … ha …

“Ari kamu jemput jodoh wae, anu dijemputna teu nongol-nongol nepi ka ayeuna. Kebanyakan koleksimu, tapi teu aya anu nyantol hiji oge.”

(teu nongol-nongol nepi ka ayeuna=tidak datang juga sampai sekarang; teu aya anu nyantol hiji oge=tidak ada yang kena satu juga)

Gue tersenyum tipis mendengar sindiran Mang Rama, tapi kali ini gue yakin bisa mendapatkan Aya, batin gue mengatakan begitu.

Lihat selengkapnya