MENIKMATI SENJA
Deburan ombak memecah kesunyian, semilir angin menyapa lembut wajah seorang perempuan berambut hitam lebat sebahu. Ia berdiri membentangkan kedua tangannya menikmati senja. Dada perempuan itu turun naik menghirup udara mengisi tangki oksigen dalam darahnya, ia memejamkan mata menikmati terpaan angin yang memainkan rambutnya.
Tiba-tiba sepasang tangan melingkar di pinggang perempuan itu, dagu orang itu menempel di bahu perempuan. Perlahan perempuan itu membuka mata, tersenyum menatap lelaki yang memeluknya.
“Melati, kamu suka nama itu?” tanya lelaki itu pada perempuan yang dipeluknya.
Perempuan itu tersenyum kecil menatap lelaki yang memeluknya, “Suka, karena kamu yang kasih nama itu.” Perempuan bernama Melati itu memalingkan wajahnya kembali menatap deburan ombak di lautan bebas.
Melati menutup mata, membawa ingatannya kembali ketika ia minum racun yang membuatnya mati suri. Aya sudah mati, kini namanya berganti menjadi Melati. Ia membuka mata dan tersenyum kecil, mengingat wajah Emak pucat pasi saat kembali dari pemakaman melihat keberadaan dirinya yang segar bugar.
Selain Emak, dokter Anna dan Om Aris yang tahu dirinya masih hidup. Melati mengusap lembut tangan yang melingkar di pinggangnya, “Sudah ada kabar dari Om Aris? Berapa tahun hukuman Om Adi?”
“Belum ada keputusan, dia masih dirawat. Kesehatannya semakin menurun, sejak anaknya meninggal dan seluruh asetnya disita.”
Melati memutar tubuh, menengadahkan kepala menempelkan kedua tangannya di wajah lelaki itu. “Terima kasih,” ucapnya, lembut.
“Untuk apa?”
“Semuanya,” ucap Melati, ia berjinjit berusaha menyamakan posisi wajahnya, lalu mengecup ringan pipi lelaki itu.
Lelaki itu tersenyum, melepas pelukannya. Dengan satu tangan ia mendorong kepala Melati, agar menapakkan kakinya yang berjinjit. Kemudian tangan lelaki itu dengan cepat menarik tubuh Melati menempel ke tubuhnya. “Aku mohon, jangan lagi membuatku kuatir.” Lelaki itu menundukkan kepalanya mendekati wajah Melati.
Melati memejamkan mata, mengharap bibir lelaki itu menempel di bibirnya tapi malah mendarat di keningnya. Namun, ia tetap merasakan kehangatan menyelimuti dirinya.
“Aku mencintaimu,” ucap lelaki itu setelah mengecup kening Melati.
Mereka saling bertatapan, dengan lembut dagu Melati diangkat ke atas mendekati bibir lelaki itu. Dengan sendirinya kedua kaki Melati berjinjit. Perlahan kedua bibir beradu, saling melumat menikmati rasa yang terjalin di sukma keduanya. Belaian angin yang menerpa tubuh, seolah mengingatkan mereka untuk menikmati mentari sebelum berganti dengan rembulan.