Speeders

Lumba-Lumba
Chapter #4

Lap 3: Menuju Kursus Setir yang Sama (3)

Suasana cukup cerah.

Moy menyetir mobilnya pelan-pelan. Ia menikmati perjalanan sambil mendengarkan lagu-lagu oldies dari pemutar CD di mobil. Moy memang penggemar lagu-lagu kenangan.

Mobil Moy adalah tipe jip. Warnanya biru langit.  

Jalanan cukup ramai. lni hampir pukul 9 pagi. Jadwal kuliah Moy adalah pukul 10. Masih cukup lama. Moy memang sengaja berangkat lebih awal. Ia hendak mampir ke bis surat untuk ... tentu saja mengirimkan surat.

Moy tersenyum sendiri. Ia sampai bergadang semalaman buat menulisnya. Surat cinta untuk Roman. Moy kebingungan setengah mati hendak menulis apa tadi malam. Ia bukanlah orang yang romantis.

Untungnya, Moy teringat buku-bukunya waktu SMA. Saat buka buku pelajaran bahasa Indonesia ternyata nggak ada contoh surat cinta. Yang ada surat lamaran kerja. Buka buku akuntansi makin melenceng. Yang ada surat tagihan hutang. Buka buku agama apalagi. Bisa amblas ke neraka jika memainkan ayat dalam surat seenaknya.

Tapi Moy tak putus asa. Ia terus mencari ide. Semalam suntuk Moy bergadang. Besok sebenarnya ada kuis, tapi Moy tak ambil pusing. Akhirnya sepucuk surat cinta pun lahir. Moy sangat bahagia. Akhirnya ia berhasil juga menulisnya. Dan pagi ini, Moy berniat mengeposkannya. Beginilah isi surat itu.

Dear Roman,

Apa kabar?


Terima kasih.

--- Moy ---


Entah apa itu bisa disebut surat cinta, tidak tahu. Mungkin itu puncak kebodohan Moy semalam. Moy sendiri sepertinya tak begitu sadar waktu menulisnya. Semalam ia ketiduran dan tadi bangun buru-buru. Yang jelas sekarang amplop suratnya sudah dilem dan siap dikirim. Entah dari mana Moy mendapatkan bocoran alamat Roman. Namanya juga fans berat.

"Nah, itu bis suratnya," Moy bergumam.

Sebuah benda lonjong tegak berwarna oranye terlihat di kejauhan. Moy pun berniat mendekati bis surat tersebut. Tapi Moy sejenak ragu-ragu. Bis surat itu terletak di seberang jalan. Jadi mau tidak mau, Moy harus menggelindingkan mobilnya menyeberangi jalan.

Gadis itu gemetaran. Ia harus melawan arus lalu lintas yang padat jika menyeberang. Bisa ancur, nih. Moy tak begitu pandai menyetir.

Tiba-tiba muncullah sebuah mobil pos dari jalur berlawanan. Mobil bertuliskan "Pos Indonesia" itu berhenti di bis surat yang diincar Moy. Rupanya sekarang jadwal pengambilan surat.

Keringat dingin Moy keluar. Kalau sudah diambil seperti itu, bakal lama lagi mobil itu akan balik ke bis surat. Moy jadi mempertimbangkan. Apa mending nanti saja memasukkan surat cintanya ke bis itu, saat sudah dekat dengan jadwal pengambilan surat berikutnya? Tapi nggak bisa. Yang namanya surat cinta mana bisa menunggu? Ini kebutuhan primer.

Maka Moy membulatkan tekadnya. Ia harus berjuang menghentikan mobil pos tersebut.

Moy diam-diam punya sifat unik. Perbuatannya terkadang berlebihan. Ingat berita di surat kabar? Kadang ada kalimat yang diperhalus supaya maknanya tidak terlalu dramatis. Misalnya, "Maling sandal itu berhasil diamankan (maksudnya ditangkap) oleh petugas." Tapi kalau Moy yang jadi penulisnya, bukan memperhalus ia justru mendramatisir, "Maling sandal itu berhasil dicincang oleh petugas!"

Moy langsung menginjak pedal gas dan menyeberang jalan. Ia ngebet bin ngebut. Mumpung lalu lintas lebih sepi dari yang tadi. Moy harus bisa menghentikan Pak Pos sebelum orangnya pergi.

Jip biru langit Moy seketika meluncur tegak lurus ke mobil pos. Perbuatan Moy lebih mirip serangan gangster daripada seseorang yang hendak minta bantuan pengeposan surat. Moy memang berniat menyilangkan mobilnya di depan mobil pos supaya mobil itu tak bisa kemana-mana. Saat itu berhasil, barulah Moy akan turun dari mobil dan menitipkan surat cintanya ke Pak Pos.

Namun saat menyeberang jalan, ternyata jip yang dinaiki Moy melaju tersendat-sendat. Itu karena Moy bergantian menginjak dan melepas pedal gas secara ragu. Moy pun jadi terlambat menghentikan mobil pos. Pak Pos sudah selesai mengepak dan memasukkan surat-surat ke mobilnya sejak tadi. Mobil pos tersebut kini telah dikendarainya kembali di jalan raya. Tapi Moy tak putus asa. la banting setirnya ke kanan dan membuntuti Pak Pos.

"Pak Pos, tunggu!" Moy mengeluarkan tangannya dari jendela. Ia melambai-lambaikan surat cintanya dari belakang.

Anehnya Pak Pos seperti tak tahu sedang dikejar. Moy tentu jadi kesal. Ia jadi makin gemas pada Pak Pos. Orang-orang yang melihat ulah Moy mengelus dada. Mereka mengira Moy mengejar-ngejar karena punya dendam kesumat. Mungkin pernah menerima paket berisi ular, atau surat yang dikirimnya lewat pos udara masuk mesin jet. 

Tetapi Moy tak menggubris. Ia terus melambai pada Pak Pos, "Tunggu!" Teriaknya.

Lihat selengkapnya