Speeders

Lumba-Lumba
Chapter #8

Lap 7: Kursus Setir Speeder-Man (4)

Serentak semua orang memalingkan muka. Mereka melindungi diri dengan kedua tangan. Tak ada yang mau jadi korban Moy untuk kedua kali. Roman sendiri sudah sejak tadi meringkuk di bawah kursi. Hilda juga ketakutan. Ia menyesal telah mengikutsertakan Moy dalam kursus setirnya.

"Lho? Kenapa kalian?" Moy memandang para peserta kursus, "kenapa bersembunyi?"

"Sudah cukup, Bu Moy," Suara Hilda yang pertama kali terdengar, "sudah cukup ceritanya. Cerita anda bagus sekali. Saya sangat tersentuh ...," ujar Hilda dengan suara bergetar. Bergetar karena ngeri, bukan terharu. Para peserta kursus kini baru mengetahui. Cerita Moy sebenarnya bergenre thriller-laga, bukan drama romantis.

"Benar, tak usah dilanjutkan saja," Bloody menunjuk-nunjuk jam tangan, "ini sudah sore. Mending kita percepat saja sesi ini," ujarnya. Bloody pun merasa ngeri.

Para peserta lain ramai-ramai mendukung. Mereka ribut meminta cerita Moy di-cut daripada jatuh korban lagi. Tak ada yang mau jadi tempat curhat seseorang sekaligus tinjunya. Roman sendiri belum beranjak dari bawah kursinya. Ia tak mau keluar sampai situasi benar-benar aman. Cerita Moy sungguh kaya akan unsur sadisme.

"Tunggu. Cerita saya belum selesai. Kenapa harus dihentikan?" Moy memprotes, "saya bahkan belum sampai ke soal menyetir."

Para peserta tetap saja menggeleng. Hilda juga.

"Ya, ya, baiklah," Moy akhirnya mengerti, "sepertinya hari juga sudah sore. Nanti bisa kemalaman pulang. Silakan Bu Hilda. Saya kembalikan waktu dan tempat pada anda," ujar Moy dengan profesional walau sebenamya jengkel. Rasanya masih mengganjal di hati. Curhatnya baru keluar separuh.

"Oke. Sekarang giliran siapa enaknya?" Hilda menatap para peserta yang belum tampil. Sesuai adat yang terlihat sebelumnya, tak ada yang bersedia. Ada yang berlaku seolah sedang mikir. Ada pula yang sok budek.

"Bagaimana kalau anda saja, Pak?" Hilda bicara pada peserta paling malas, "tidak usah sungkan. Tampilkan saja diri anda apa adanya."

" Apa penampilan saya kurang apa adanya?" Tanya peserta paling malas.

Moy yang mendengarnya, mengangguk-angguk. Pria ini bukan apa adanya tapi seadanya. Moy jadi ingat bekas calon suaminya yang lain lagi. Dalam rubrik jodoh di koran tertulis sifat-sifat pria itu. Salah satunya adalah sifat apa adanya. Dan saat Moy berjumpa dengannya, penampilan pria itu betul-betul seadanya saja. Tidak gosok gigi dan hanya berkaos singlet.

"Bukan penampilan, Pak, maksud saya masalah menyetir Bapak," Hilda jadi tidak sabar menghadapi peserta paling malas, "cepat Pak, waktu kita makin sempit," ujar wanita itu setengah kesal.

"Baiklah," peserta paling malas akhirnya bersedia, "saya akan to the point saja. Tidak perlu cerita panjang lebar seperti sebelumnya. Langsung saja ke pokok permasalahan soal menyetir."

"Sebentar Pak," Hilda menyela, "tolong sebutkan nama anda dulu."

"Yah, karena yang lain pakai nama samaran, saya juga akan pakai. Sebut saja saya Baim Wong. Para peserta lain jangan iri. Saya ini masih satu garis keturunan dengan Baim Wong. Keturunan Nabi Adam."

"Sebentar Pak," Hilda menyela, "jangan Baim Wong. Nggak ada mirip-miripnya sama sekali. Ganti saja dengan yang lain. Keturunan Nabi Adam yang lain ‘kan masih banyak," ujar Hilda.

"Oke, kalau begitu panggil saya Pierce Brosnan," peserta paling malas mengeluarkan ide.

"Jangan Pierce Brosnan," Hilda masih tak setuju, "makin ngawur saja."

"Sudah cukup!" Moy akhirnya tak sabar lagi, "sebenarnya nama seperti apa yang anda inginkan?"

"Saya ingin nama yang sangar. Kalau orang mendengarnya, mereka akan ketakutan,” sahut peserta paling malas.

"Bagaimana kalau nama penyakit saja?" Roman mengusulkan, "orang bisa ketakutan mendengarnya. Nama anda Leptospirosis saja. Cocok dengan style anda."

"Tentu orang akan lari tunggang langgang mendengarnya," Hilda mengompori, "mereka takut pada anda. Tak akan ada yang berani meremehkan anda lagi."

Peserta paling malas manggut-manggut dengan bodohnya. Baru kali ini ada orang memakai nama penyakit supaya terlihat sangar, "Ya, itu baru hebat,” ujarnya, “kalau begitu panggil saya Leptospirosis. Disingkat Lepto."

Para peserta bersyukur. Akhirnya orang itu berhasil dibujuk. Buang-buang waktu saja dia mencari nama samaran.

Lihat selengkapnya