Speeders

Lumba-Lumba
Chapter #11

Lap 10: Praktik Lapangan (3)

Jip Moy terus melaju.

Keributan itu menarik perhatian umum. Para polisi yang tengah berlatih di lapangan menoleh. Budiman terkejut melihat. Jo Terry berhenti mengkomando dan ikut menyaksikan. Mereka semua mengelus dada. Lagi-lagi orang kursus setir bikin masalah.

Sementara Moy yang panik berusaha memperbaiki situasi. Tapi tindakannya tanpa sadar justru memperumit masalah. Moy menambah gigi perseneling terus menerus. Mungkin Moy berpikir bahwa roda gigi besar akan melambatkan laju mobilnya? Hilda dengan susah payah menenangkannya. Mobil Moy kini menyusuri jalan menanjak. Hilda makin khawatir. Demikian pula dengan ketiga orang di belakang.

"Rem! Injak rem!" Bentak Hilda tak sabar lagi. Kaki kanan Hilda segera bergerak menggencet pedal rem. Jip itu pun berhenti. Bahkan mesinnya mati. Tapi setelah itu remnya blong. Jip itu pun pelan-pelan menggelinding ke bawah. Rem tangan ternyata tak berfungsi. Melihat hal itu, semua orang dalam mobil menjerit panik. Dan seketika terjadilah bencana itu.

Bencana pertama dalam sesi praktik lapangan mereka.

"Bu Moy, dan semuanya ....," Budiman menceramahi mereka, "saya harap anda semua lebih berhati-hati dalam menyetir. Baru kali ini saya menjumpai kejadian seperti ini."

Moy meraba kakinya yang memar. Anehnya memar itu mirip karya seni. Memar yang menyerupai sebuah cap emboss. Namun obyek seni yang tercetak di cap itu bukan bunga atau bibir seksi tapi trafo penurun tegangan.

Budiman dan Hilda geleng-geleng kepala. Tadi memang terjadi tubrukan antara jip Moy dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Gara-gara itu piranti yang disebut reaktor nuklir di pembangkit tersebut hampir saja bocor. Listrik di pembangkit menjadi mati-nyala tidak stabil. Para peneliti dan mekanik yang sedang mengoperasikan reaktor pun menjadi panik.

Jika dulu para anggota kursus hanya menyebabkan kecelakaan kecil di jalan, kini mereka semakin menjadi. Mereka sudah mampu nyaris merusak reaktor nuklir ketika menyetir.

Entah apa yang harus dikatakan Budiman pada wartawan nanti. Kelihatannya kursus setir ini semakin diteruskan semakin berbahaya. Budiman mulai dihinggapi keraguan.

Tapi tunggu dulu. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir? Kedengarannya cukup fantastis. Betulkah yang seperti itu memang ada di dekat sini?

Kebetulan di dekat lapangan tempat latihan Moy dan kawan-kawan, memang terdapat Techno Park. Sejenis lokasi khusus untuk penelitian dan pengembangan teknologi. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan di situ adalah pembangkit listrik bertenaga nuklir. Namun wujud aslinya ternyata tidak seheboh namanya. Pembangkit yang dibangun di tempat itu hanya merupakan simulasi saja. Belum melibatkan nuklir sungguhan.

Jadi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir wannabe. Lebih tepatnya begitu.

"Tapi insiden ini tetap memalukan ...," Budiman merah padam, "hal seperti ini tak boleh terulang lagi."

Moy menunduk pasrah. Hilda pun menundukkan wajah. Sebagai instruktur dirinya tentu ikut bertanggung jawab. Sementara tampak Roman dibaringkan beberapa orang di atas aspal. Ia dalam keadaan pingsan. Roman tadi tersangkut di pendingin reaktor. Apalagi kalau bukan reaktor wannabe. Bloody yang melihat Roman merasa cemas. Jangan-jangan ada radioaktif wannabe juga yang menempel di tubuh Roman. Kasihan Roman. Padahal dia sudah memohon-mohon pada Hilda untuk tidak ikut uji coba Moy.

"Sudah cukup!" Roman terdengar berteriak sambil tergesa meninggalkan tempat. Rupanya ia sudah sadar, "saya tak sudi lagi ikut kursus ini. Setiap saya ikut sesi hasilnya selalu musibah. Saya keluar!"

Lihat selengkapnya