Speeders

Lumba-Lumba
Chapter #16

Lap 15: Erina Ida, Guru Kami (2)

“Lalu apa yang terjadi setelahnya?” Lepto penasaran. Itu juga yang hendak ditanyakan Moy sebelum akhirnya didahului Lepto.

“Setelah Jo dan aku menjadi mahir membalap, kami bertiga membentuk klub balap bernama Meteor Senja,” Roman tersenyum mengenangnya, “Erina sangat senang dengan klub itu. Demi mengorbitkan Meteor Senja, Erina rela mengeluarkan banyak uang. Untuk modifikasi mobil, biaya bensin latihan, suku cadang, sampai kaos klub, silakan sebut saja. Erina berani membayari semua. Jo dan aku, meskipun ikut membiayai, tidaklah banyak karena kami belum bekerja.”    

“Apa itu sepadan?” Bloody bertanya, “kalau aku sih nggak seberani itu. Jangan-jangan nanti nggak ada hasilnya.”

“Betul. Tapi Erina sendiri orangnya serius. Ia bermimpi, suatu saat akan pindah dari balap jalanan ke balap profesional. Makanya, ia hendak menjadikan Meteor Senja klub balap profesional. Dan demi memperoleh pengalaman tanding, mulailah klub kami berekspansi.”

“Maksudnya menantang klub lain?” Lepto masih lambat mencerna.

“Tepat. Saat itu hampir tiap pekan kami selalu balapan melawan klub lain. Jadi kami bertiga sangat sibuk,” Roman berkata. Ia sesaat diam sebelum melanjutkan, ”Tapi Erina itu aneh. Kadang dia begitu fokus pada urusan balap, namun di lain waktu suka menyendiri. Seakan sedih dan menanggung beban. Aku tidak mengerti ... .”     

***


Hari itu hari minggu.

Roman Julio dan Jo Terry sedang piknik bersama Erina Ida. Mereka bertiga naik mobil Erina ke pantai. Ketiganya menyetir bergantian. Erina kelihatan sangat senang. Roman dan Jo saling pandang dan tersenyum. Rupanya ide mengajak piknik Erina memang jitu.

“Kau yakin tidak salah lihat?” Beberapa hari lalu Roman bertanya pada Jo.

“Nggak. Masa nggak percaya sih ...,” Jo menghela napas, “tapi entah apa yang membuatnya begitu, aku tak tahu.

Jo baru saja bercerita bahwa ia memergoki Erina sedang menangis. Saat itu Erina sendirian dan tidak mengetahui kehadiran Jo. Erina menangis cukup lama. 

“Rasanya jadi ingin memeluk dan melindunginya ...,” Jo berkata sambil mengkhayal. Roman cemberut. Ia juga ingin begitu. Tapi tidak ada dari keduanya yang berani melakukan itu. Mereka hanya berani mengajak Erina piknik untuk menghiburnya.

Oke, balapan memang kegiatan yang menyenangkan. Namun tidak menyenangkan lagi jika dilakukan terus-terusan. Apalagi Erina kelihatannya sedang sedih. Sekali-sekali libur dong. Ganti kegiatan.

Erina tertawa-tawa kecil sambil berlari diantara ombak pantai. Bidadari Roman dan Jo tersebut, tumben, memakai pakaian yang lebih feminin: baju terusan biru navy dengan pita cantik sebagai ikat pinggangnya. Di belakang Erina, Roman dan Jo menyusul berlari kecil. Ketiganya berkejar-kejaran. Mereka bertiga seperti kanak-kanak yang baru pertama menginjak pantai. Roman menjepretkan kameranya berkali-kali. Ia bersyukur baru saja dapat uang saku sehingga bisa membeli satu rol film isi 24.

“Makasih ya ...,” Erina membalikkan badan ke arah Roman dan Jo. Ia tersenyum-senyum sambil melangkah mundur, “apa ini semacam kencan?”

Roman dan Jo serentak mengalihkan wajahnya yang tersipu. Betul bahwa mereka mengajak Erina untuk menyenangkannya, namun mereka juga tak menolak bila ini dianggap sebagai kencan. Memangnya cowok mana yang nggak mau kencan dengan gadis secantik Erina?

Erina cekikikan melihat kedua muridnya malu-malu. Ia lalu membalikkan badan dan menendang-nendang pasir. Roman dan Jo merasa senang. Erina sepertinya menikmati tamasya ini.

Lihat selengkapnya