“Kuinjak kuat-kuat pedal gas,” Roman meneruskan kisahnya, “begitu sampai ke lokasi Erina, Ferry, dan Ian, aku langsung melihatnya. Ternyata Erina sudah berada di posisi ketiga. Aku langsung mengamuk. Berusaha mengambil lagi posisi pertama. Untunglah di tempat itu kabut hanya tipis. Jadi untuk sesaat, Ian dan Ferry bisa kubuat kewalahan. Ian kutempel hingga kedodoran dan Ferry tersingkir di belakang. Tapi tidak disangka, kemudian terjadilah hal mengerikan itu ... ."
Roman menundukkan wajahnya. Ia tak bisa berkata-kata lagi. Tak ada suara yang keluar dan mulutnya. Ketiga temannya hanya menatap, tidak berani mengganggu. Namun pelan-pelan tangan Moy bergerak menyentuh bahu Roman.
"Tak apa-apa," Moy berusaha menenangkan, "ceritakanlah."
Roman mengambil napas dalam-dalam. Suara pertamanya yang keluar demikian lirih, “Terjadi tabrakan beruntun. Keempat mobil kami saling menabrak. Penyebab tabrakan itu, jujur saja, aku masih tak tahu hingga sekarang. Yang jelas akibatnya mengerikan. Mobil Erina dan Ferry jatuh ke jurang. Mobil Ian menyusul jatuh sepersekian detik kemudian. Mobilku lebih beruntung. Hanya terpuntir dan menabrak tebing hingga ringsek. Aku selamat dan hanya luka ringan. Namun Erina dan yang lainnya ...,”
Roman kembali tak bisa melanjutkan. Ia minta waktu sebentar. Moy, Bloody, dan Lepto sabar menunggu hingga Roman kembali siap.
“Ini pengalaman yang sangat traumatis bagiku,” Roman berkata, “jadi maaf kalau ceritaku tersendat-sendat. Baiklah, kulanjutkan lagi. Erina dan yang lainnya tak seberuntung aku. Gadis itu dan Ferry akhirnya meninggal. Ian lebih beruntung. Ia masih hidup meskipun luka berat. Akibatnya, Ian harus opname lama sekali di rumah sakit, dan itu pun tidak sembuh total. Ian terpaksa menanggung cacat seumur hidup dan keluar dari sekolah. Sayang, padahal sebentar lagi dia lulus.”
Roman terdiam lagi. Perasaannya berkecamuk. Ia baru kembali meneruskan beberapa saat kemudian.
“Saat Erina dibawa ke rumah sakit, Jo dan aku tidak mengetahui kondisinya. Kami hanya tahu Erina luka parah. Petugas medis di lokasi melarang Jo dan aku untuk mendekatinya. Kami baru tahu Erina meninggal setelah bertemu keluarganya di rumah sakit itu. Aku masih ingat betul kata-kata keluarga Erina pada kami saat itu.
“... inilah akibat bergaul dengan berandalan macam kalian! Padahal kami selalu melarangnya!”
Mata Roman meredup, “Jo dan aku tidak mengerti maksudnya. Namun aku menduga hobi balap Erina tidak pernah disetujui oleh keluarganya. Mungkin itu juga penyebab Erina kadang menangis sendirian. Tapi itu sekadar dugaanku.”
“Balapan yang berakhir tragis ...,” Bloody ikut berduka.
“Ya, dan berbuntut panjang,” sambung Roman, “polisi sampai turun tangan mengusutnya. Aku sendiri juga ditanyai macam-macam. Aku sampai tak bisa berkonsentrasi sekolah karenanya. Tapi meski ditanyai berkali-kali, jawabanku tetap sama. Aku tidak tahu penyebab kecelakaan itu. Ian yang setelah sadar dimintai keterangan pun, tak bisa menjawab dengan memuaskan. Ia sama tidak tahunya denganku. Semua saksi dari pihak penonton maupun pengawas pertandingan juga sama. Entah sengaja tak ada yang mau jadi saksi atau apa, aku tak tahu.”
“Kalau begitu bagaimana caranya kasus itu diusut?” Bloody bertanya.
“Sulit sekali,” sahut Roman, “hasil penyelidikan polisi di TKP juga tidak bagus. TKP itu sangat ruwet. Tak ada petunjuk kuat apa pun yang berhasil didapat. Akhirnya, polisi menarik kesimpulan bahwa kecelakaan itu terjadi akibat kerusakan salah satu mobil yang mengakibatkan tabrakan beruntun. Tapi tidak ada yang tahu mobil siapa itu. Lalu kasus tersebut ditutup."