Moy dengan gesit mengambil tindakan.
Tangan kanannya memainkan setir, sementara tangan kiri menarik rem tangan dengan kuat. Spontan, bagian belakang jip Moy terpuntir dengan cepat. Itu menyebabkan posisi jip kini menghadap ke arah berlawanan dari sebelumnya. Metode pergantian arah yang kasar namun efisien di jalan sempit.
Orang-orang memandang dengan ngeri. Para pemakai jalan ada yang berhenti untuk melihat. Siapa pengemudi sinting jip bertuliskan "Latihan" itu?
"Kau psikopat!" Roman memprotes.
"Tak ada waktu buat mundur lalu ganti arah," Moy beralasan, "begini ‘kan lebih cepat. Mumpung jalan sedang sepi."
"Siapa yang mengajarimu cara itu?" Roman bertanya. Tubuhnya masih gemetar ketakutan.
Moy mengoper perseneling lalu menginjak gas. Kebetulan saat itu lampu hijau sudah menyala. Jip yang dikendarainya bisa langsung melaju, "Aku lihat di film kartun," sahut Moy dengan enteng kemudian.
Sementara Jo Terry masih mengikuti di belakang. Jo tadi tidak ikut berbelok ke kiri. Kini ia berbelok ke kanan mengikuti jip Moy. Jo kagum juga melihat reflek Moy yang begitu cepat berganti arah.
"Dasar bodoh ...," Roman berkata, "jangan lakukan itu lagi. Berbahaya. Mobil ini bisa terguling," Roman lalu bergumam, "huah, baru kali ini aku jadi tokoh film kartun."
Moy tak menanggapi. Ia terlalu berkonsentrasi ke jalan. Jo Terry memandangnya dari belakang dengan geram. Siapa sebenarnya perempuan yang mengemudikan jip di depannya? Ia sulit ditaklukkan. Lebih mengherankan lagi kendaraannya adalah jip. Padahal jip bukan mobil ideal untuk balapan di jalan raya seperti ini.
Kejar-kejaran antara Jo dan Moy terus berlangsung.
Sekali ini Moy mengambil langkah tepat. Jalan yang dimasukinya lebih lebar dan sepi. Hanya sesekali terlihat kendaraan lain melintas. Namun Moy tetap fokus. Ia tak mengendurkan pijakannya di pedal gas sedikit pun.
"Roman, ayo susun strategi," Moy mendadak berkata, "masa mau begini terus? Aku tak bisa menahan penjahat itu lebih lama. Aku jelas bukan tandingannya. Lihatlah, Bloody dan Lepto juga sudah menghilang."
"Iya, tapi strategi apa?" Roman menatap Moy.
Brak! Saat itulah Jo Terry kembali unjuk gigi. Jip biru langit Moy lagi-lagi dibentur dari belakang. Tutup speaker mobil Moy yang sudah kendor jatuh tanpa ampun ke lantai.
"Cepat susun rencana!" Moy tak sabar lagi.
"Rencana apa?" muka Roman terlihat bodoh.
"Entahlah!" Moy mengatur keseimbangan setir, "bagaimana kalau kita minta pak Budiman menilangnya?"
Roman kurang sreg, "Bagaimana kalau kita giring dia ke kantor polisi?" Roman mengusulkan, "kurasa dia akan takut mengejar kita."
Plak! Moy menggebuk punggung Roman keras-keras. Roman seketika melolong kesakitan, "Hei, aku salah apa?!"