Ternyata Roman bergembira terlalu dini.
Mendadak muncul tikungan di depannya. Rencana Roman pun jadi berantakan. Ia dan Jo harus segera mengerem atau akan jungkir balik!
Bunyi decit roda yang direm memekakkan telinga. Para penonton menahan napas. Roman dan Jo berusaha menguasai mobil mereka. Mengurangi kecepatan secara tiba-tiba tanpa membuat mobil terpuntir sungguh sulit. Di pinggir arena, Ian melihat dengan saksama. Bloody merasa takjub. Lepto dan Hilda menatap dengan ngeri.
Dan dengan susah payah Roman akhirnya bisa mengendalikan jip Moy. Jo juga tampak berhasil menguasai sedannya. Keduanya lalu berbelok di tikungan dan segera memasuki jenis lintasan baru.
Lintasan berupa kelokan-kelokan tajam.
“Gawat,” Ian berkata, “Roman bisa ketinggalan.”
Di lintasan semacam ini diperlukan kecepatan roda dalam berbelok. Namun jip yang dikendarai Roman ternyata tidak mendukung. Steering ratio-nya lebih tinggi dari steering ratio sedan Jo. Dengan steering ratio setinggi itu, roda menjadi lambat dibelokkan. Roman pun kewalahan.
“Aduh ...,” Roman mengeluh. Ia harus memutar setir berkali-kali hanya untuk membelok. Jo lebih beruntung. Dengan steering ratio rendah, putaran setir yang dilakukannya tidak sebanyak Roman. Oleh karenanya mobil Jo mampu berbelok lebih cepat.
Dengan gesit mobil Jo berbelok-belok sepanjang lintasan penuh kelokan tersebut. Sedan Jo pun akhirnya melesat meninggalkan jip Roman.
“Dasar jip!” Jerit Roman, “kendaraan perang seperti ini tidak cocok buat balapan,” kaki Roman serabutan menekan pedal gas dan rem bergantian.
Namun Roman tak menyerah. Ia kembali berusaha menyusul Jo yang sudah jauh di depan. Jo sendiri masih berusaha mengulur waktu. Ia menunggu-nunggu saat dimana kemacetan yang menghalanginya tadi sudah tiada.
Sementara para pembalap asli di sirkuit tersebut kini malah jadi penonton. Mereka tidak begitu paham apa yang terjadi, tapi seru juga. Tidak ada yang tahu bahwa pengemudi sedan hitam itu adalah perampok bank. Maklum, pemilik sedan hitam di kota ini cukup banyak. Sukar membedakannya.
Balapan antara Roman dan Jo masih berlangsung di sirkuit.
Di lintasan berkelok-kelok tadi, bagaimanapun, Roman ternyata memetik keuntungan. Mesin jip yang kepanasan mengalami penurunan suhu karena putaran mesin terpaksa diturunkan. Mesin sedan Jo juga mengalami keuntungan yang sama. Meskipun penurunan suhunya tidak banyak, Jo cukup lega. Namun masalah lain sekarang kian mengkhawatirkan dirinya.
Bunyi gemeretak dari roda depan mobilnya kini lebih keras.
Jo mengumpat. Ia serba salah. Di lintasan berkelok tadi, Jo mau tak mau harus sering memutar roda. Dan sedikit banyak tentu memengaruhi kondisi sumbunya juga. Tapi Jo tidak punya pilihan. Ia harus tetap bergerak memutari sirkuit ini. Mengulur waktu untuk bisa lolos melewati jalan macet.
“Kira-kira siapa yang akan menang?” Lepto bertanya.
“Mungkin penjahat itu,” Hilda tampak pesimis, “kulihat ia tadi punya alat sejenis NOS.”
“NOS?” Lepto tidak paham.
Balapan sengit di sirkuit kini memasuki babak baru.
Roman baru saja membelokkan setir ke kanan, mengikuti mobil Jo. Ia dan Jo kembali memasuki lintasan lurus panjang tadi. Lintasan dimana Jo hampir saja dihabisi oleh Roman.
Ini sudah lap 2. Berarti kesempatan terakhir untuk menghentikan si perampok. Roman telah memprediksi bahwa penjahat itu akan berputar di sirkuit ini untuk 2 lap saja. Selanjutnya, ia akan kabur melewati jalan macet tadi, yang diperkirakan sudah lancar kembali.
Maka pemandangan yang sama kembali terulang.
Roman mengoper perseneling dan menginjak gas. Jipnya dengan cepat mendekati mobil Jo dari belakang. Sebuah keuntungan dari akselerasi yang lebih baik. Namun Jo Terry bertekad untuk menjauh. Jangan sampai Roman berhasil menyusulnya.
Maka sekali lagi, Roman dan Jo berlomba menaikkan gigi perseneling dan putaran mesin.
Namun kali ini mesin keduanya sudah terlalu panas. Treatment pendinginan yang minim menyebabkan jarum indikator suhu mesin kini menginjak garis merah. Roman dan Jo paham seratus persen. Jika putaran mesin tidak diturunkan, maka mesin keduanya bisa terbakar. Dan itu mungkin tak lama lagi.
Mata Roman menajam. Ia bertekad membentur mobil lawan hingga melintir sebelum mesin jipnya terbakar.
Jo terbelalak. Mendadak saja mobil Roman sudah berada di sampingnya. Jo segera bergerak mendahului dan berhasil. Jo barusan membanting setir ke kanan, membenturkan sedannya keras-keras ke jip Moy.
Jip Moy terpuntir. Moy menjerit, melindungi kepala dengan kedua tangan. Roman yang panik berusaha mempertahankan laju mobilnya supaya lurus. Namun tidak mudah karena kecepatan mobilnya sangat tinggi. Lagi pula mobil jenis jip tidak selandai sedan sehingga pusat gravitasinya lebih sulit ditata.
Roman pun harus berusaha keras agar mobilnya tidak terguling. Terdengar bunyi roda berdecit-decit karena gesekan hebat dengan aspal.
Setelah bergulat untuk menguasai mobilnya, meskipun membutuhkan waktu lama, akhirnya Roman berhasil. Namun tak ada waktu untuk menarik napas lega. Roman bergegas menarik tuas perseneling, memutar setir, dan menginjak gas kembali. Mengejar penjahat di depannya.
Roman senewen. Penjahat itu berhasil melebarkan jarak antar mobil. Ia sukses memanfaatkan kekacauan yang dialami Roman saat hampir celaka tadi.