Segalanya kini menjadi lebih baik.
Kota sudah aman kembali. Tidak ada penjahat gila berkeliaran lagi di jalan. Para pegawai bank kini bernapas lega. Mereka tidak lagi dibayang-bayangi rasa takut. Para polisi juga bisa mengendorkan saraf. Para penduduk kota kini menjalani aktivitas seperti sedia kala.
Kota ini bukan lagi kota wild west.
Seluruh kejahatan Jo Terry telah terkuak. Media massa membeberkannya dengan gencar. Rencana Jo untuk membangkitkan kembali Meteor Senja gagal total. Kini Jo justru meringkuk di balik jeruji besi. Surat kabar tak lagi dipenuhi berita tentang aksi perampokan Jo. Jo sudah pensiun. Sebagai gantinya media massa kini menyajikan sensasi baru.
“Ayo senyum,” seorang fotografer memberi aba-aba. Ia baru saja hendak memotret Bloody. Bloody sendiri sebenarnya ingin difoto dalam busana vokalis rock-dance. Kelihatan bahwa dirinya sedang terbawa eforia. Bloody tidak sadar bahwa ada yang masih menderita karena ulahnya.
Mobil Pak Budiman jadi aneh setelah dirusak oleh Bloody. Saat Budiman menyalakan mesin, yang menyala justru radio di mobil. Dan sintingnya lagi radio tersebut mengeluarkan suara mirip mesin mobil. Budiman akhirnya hanya pasrah. Mobilnya jadi mirip mobil-mobilan yang hanya bisa mengeluarkan suara.
Dan begitulah. Surat kabar kini menyajikan berita-berita eksklusif tentang anggota kursus Speeder-Man. Keempat anggotanya kini jadi selebritis. Semua yang menyangkut Speeder-Man kini dikulik abis oleh media.
“Maaf, maaf ...,” Lepto berlari menghindari kerumunan wartawan, “tanya saja manajer saya.”
“Tapi Bapak ‘kan tidak punya manajer,” para wartawan tidak mempan dikibuli Lepto.
Namun Lepto tidak mau tahu. Ia kabur dan bersembunyi di tong sampah. Bahkan saat para wartawan pergi, Lepto belum mau keluar. Lepto baru keluar setelah ada orang membuang muntahan ke tong tersebut.
Memang benar. Kadang jadi orang terkenal tidaklah enak. Tempat kursus Speeder-Man kini ramai didatangi orang. Mereka datang berduyun tidak kenal waktu. Bak ingin melihat ular berkepala 2 atau kambing berkaki 6. Bu Hilda antusias menanggapi dengan memajang para anggota Speeder-Man dan menaruh kotak sumbangan di dekatnya. Bahkan dijual juga merchandise Speeder-Man berupa kaos bergambar jip Moy yang terbakar di arena balap.
Semua hal tentang kursus setir Speeder-Man kini jadi menarik bagi umum. Para racun lalu lintas kini menjadi super hero bak Spider-Man.
Namun semua itu tiada berarti bagi Roman dan kawan-kawan. Mereka sadar mereka hanya orang biasa. Setelah histerisme media massa ini selesai, mereka mungkin bakal dimaki-maki lagi di jalan. Bikin rusak lalu lintas saja. Dasar racun lalu lintas.
Tapi tidak. Sepertinya tidak akan seburuk itu. Moy, Bloody, dan Lepto telah membuktikannya. Mereka berhasil lulus dalam ujian mempertahankan SIM. Budiman sendiri saksinya. SIM ketiga orang itu batal dicabut. Moy, Bloody, dan Lepto berhasil mengatasi kelemahan mereka. Ternyata benar kata Roman waktu itu. Mereka jadi buruk dalam menyetir karena takut dan ragu. Akibatnya, mereka jadi terbebani dan tak terkontrol ketika menyetir.
“Yah, kalau pada dasarnya memang penakut dalam menyetir ya begitulah,” komentar Roman sok berani. Padahal dia ternyata yang paling parah. Roman tidak bisa sembuh semudah teman-temannya. Roman telah mengalami trauma mendalam. Ia butuh bimbingan psikiater untuk waktu yang lama. Ini cukup serius.
“Tidak apa-apa,” Moy menghibur Roman, “aku yakin suatu saat nanti kau bisa kembali ke sirkuit. Jangan sedih.”
Moy pun dengan setia menemani Roman menyembuhkan traumanya. Roman menyesali kebodohannya dulu. Merasa kuat menangani masalahnya sendirian. Akibatnya masalah itu kini berlarut. Namun ada Moy di sisinya. Roman merasa sangat terhibur.
Oh ya, Moy sekarang menguasai STNK dan BPKB mobil milik Roman. Sedan putih bertuliskan Meteor Senja itu kini memang telah dihibahkan sebagai ganti jip Moy yang hancur. Namun Moy tak sesadis itu. Ia menganggp Roman masih punya hak atas sedan tersebut. Singkatnya, sedan itu milik mereka berdua. Bak suami istri mesra yang baru menikah.
Begitulah.