"Saya terima nikah dan kawinnya, Aruni Nirmala Hamid Pranoto binti Ahmad Aji Pranoto dengan mas kawinnya lima dinar dan sepuluh dirham dibayar tunai!" seru Bagas mantap sembari menjabat lengan Pak Ahmad.
Suara saksi sah dilanjutkan syukur menggema sampai terdengar oleh Naya yang baru saja melewati gerbang putih gading yang dipenuhi bunga-bunga kering sebagai pintu masuk halaman luas belakang rumah Aruni, sahabatnya yang baru saja sah menjadi istri dari Bagas.
Naya bersandar di gerbang itu dengan penuh perhatian melihat apa yang terjadi di depannya. Suasana gembira dan suka cita menghiasi halaman belakang rumah yang disulap menjadi tempat akad nikah. Garden vintage, tema yang dipilih Aruni untuk akadnya. Naya kagum desain sangat estetik ditambah kursi putih gading yang ditaksirnya. Dia ingin membawa salah satu kursi itu ke rumahnya. Namun tak mungkin dilakukannya.
Pemandangan terus berlanjut ke sesi foto-foto. Pertama, foto berdua Aruni dan Bagas, kedua belah pihak keluarga inti lalu keluarga besar. Jangan lupa keponakan-keponakan yang masih kanak-kanak bergerombolan meminta foto berulang kali. Dilanjutkan foto pendamping pengantin pria dan wanita.
Bridesmaids Aruni serempak memakai warna cerulean berdiri dekat Aruni yang sangat cantik dengan dress ivory emerald dimaniskan pattern bunga mauve di tepi lengan panjangnya. Naya mengingat proses pemilihan warna memakan waktu lama daripada design dressnya. Dia menemani Aruni yang sangat pemilih untuk dress akad dan resepsi. Bagas tidak menemani Aruni kala itu karena perkataan Bagas ketidakpahaman beragam warna. Bagas tidak mengerti perbedaan warna snow, ivory, daisy, salt, cotton. Dia tahunya warna itu semuanya putih. Semuanya pantas untuk Aruni. Itu membuat Aruni terpancing meluapkan kesalnya kepada calon suaminya itu.
Aruni menyuruh fotografer di depannya menunda sebentar, terang-terangan dia menoleh kiri kanan seakan mencari seseorang. Naya tahu dia dicari. Naya pelan-pelan menuju gerombolan orang yang ke prasmanan. Menghindari Aruni saat ini prioritasnya.
Dia terlambat datang. Mungkin alasan itu dimaklumi Aruni karena tadi malam mereka bersama sampai jam 11 malam gara-gara Aruni gugup luar biasa. Salahnya Naya yang mungkin tidak termaafkan adalah bukannya pulang langsung tidur tapi main game dulu hingga subuh lalu rencana tidur sebentar tapi kebablasan. Dia bangun setengah jam sebelum acara dimulai. Ditambah dia tidak memakai kebaya gamis cerulean hari ini. Saking tergesanya Naya tanpa sadar memakai gamis brunette dengan outer bronze yang dipakainya semalam.
Kalau ketahuan dia pasti ngomel panjang lebar, batin Naya sambil melirik ke Aruni.
Aruni tidak ada. Yang ada Bagas bersama para sahabat laki-lakinya bergaya formal di depan kamera. Kemana Aruni? Hati Naya tidak tenang.
Betul saja, dia menemukan Aruni berjalan elegan menuju dirinya yang memegang piring menunggu antrian mengambil sambal hati kentang goreng.
Naya tersenyum lebar, “Selamat ya Aruni!”
Aruni balas ikut tersenyum lebar, “Makasih ya Nayanika!”
“Kamu cantik sekali hari ini! Tempat ini sangat indah!” ucap Naya kini mengambil dua sendok besar sapi lada hitam.
“Silakan dinikmati hidangannya. Direkomendasikan oleh orang yang paling dekat denganku tapi dia berani datang telat dan...” katanya diteruskan oleh pandangan mata ke pakaian yang dipakai Aruni.
Naya mencoba seiris sapi lada hitam, “Enak banget!”
“Nayanika Menggala Putri, sudah cukup basa-basinya,” ucap Aruni dingin dengan senyum menakutkan.
“Setumat* lah, Run. Aku makan dulu baru kau ceramahi. Maaf ya.”
“Aku nunggu kamu dari tadi. Kenapa telat?”
“Lama di wc. Buang hajatnya lama. Tapi aku datang awal kok pas penghulunya mulai membuka salam.”
“Nggak telat bangun? Kebiasaan ya kamu main game lupa waktu. Sudah kubilang nginap aja di rumah. Kamu tuh ya!”
“Aku makan dulu ya, aku belum makan nih, Run.”