Spooky Stories: Horrible Tooth Fairy

Noura Publishing
Chapter #2

Gigi Susan

Kelas tampak membosankan seperti biasanya. Hanya ada setumpuk nilai ulangan yang akan dibagikan. Pasti setelah itu, aku akan diceramahi macam-macam oleh Miss Lily. Aku sibuk memandang ke luar jendela dengan bersandar di tembok, mulai kembali mengingat teguran ibuku yang terus-menerus melarangku memakan cokelat dan permen hanya karena berat badanku naik dua kilo. Maksudku, gendut itu, kan, lambang kemakmuran. Seharusnya, postur tubuh seperti ini menjadi idaman semua orang.

Tiba-tiba saja, sebuah pesawat terbang menukik tajam ke arahku. Bukan pesawat sungguhan, hanya mainan dari kertas ulangan yang dipenuhi oleh tanda silang merah di tiap nomornya. Kemudian, pesawat itu jatuh menghantam lantai. Aku mengepalkan tinjuku sambil menoleh ke arah datangnya pesawat kertas itu. Aku mulai kesal. Berani-beraninya mengganggu lamunanku.

“Milik siapa ini? Awas saja! Akan kujadikan kau daging rendang!”

Teman-teman sekelas hanya memandangiku dengan tatapan malu dan terdiam tanpa menjawab. Aku yakin, tidak ada yang berani dengan ancamanku. Mereka memang tidak pernah bisa menang melawanku. Aku memang yang paling hebat di sini.

Kemudian, ketika aku akhirnya menoleh ke arah papan tulis, aku mendadak diam tanpa kata. Di sana, aku melihat sepasang mata Miss Lily memelototiku dengan tajam dari balik kacamata minusnya. Dia menenteng penggaris besar berukuran 50 sentimeter. Sepertinya dia yang menerbangkan pesawat kertas tadi ke arahku. Aku tahu, sepertinya aku sudah berada dalam masalah besar. Sementara, di sebelahnya ada seorang anak perempuan tak dikenal berdiri dengan wajah gugup. Dia sepertinya juga merasa ketakutan melihat penggaris besar dan berat itu.

“Jake, coba lihat ulangan siapa itu,” perintah Miss Lily tanpa ada penekanan dalam ucapannya.

Aku memungut pesawat kertas yang tergeletak di dekat kaki meja dengan gemetar. Setelah aku membuka lipatannya, rupanya namaku tertera di sana. Aku menelan ludah, berusaha berbicara, walaupun sedikit terbata-bata.

“Ini milikku.”

“Porsi daging rendangnya pasti akan sangat besar!”

Aku mendengar seorang anak berceloteh dengan santai. Kemudian, yang lainnya tertawa bersamaan, geli memikirkan aku akan membuat diriku sendiri menjadi daging rendang. Hei, mereka pikir ini lucu?

Miss Lily hanya menggelengkan kepalanya dengan maklum. Kemudian, setelah dia menenangkan keributan kecil ini, dia memperkenalkan anak perempuan di sebelahnya.

“Ada kabar gembira. Kalian rupanya kedatangan teman baru.” Dia memegang bahu anak itu dengan lembut sambil mempersilakan dengan sopan. “Ayo, Susan, jangan malu-malu. Ceritakan tentang dirimu.”

Kami menunggu agak lama, sampai-sampai yang terdengar hanyalah dentingan jarum jam.

“Hai. Namaku Susan Sanders.”

Sebenarnya bukan hanya itu yang dia katakan. Penjelasannya cukup panjang dan lebar. Sayangnya, dia berbicara dengan sangat cepat dan tidak jelas, sehingga aku kurang bisa mendengar apa yang dia katakan. Dan, sepertinya yang merasakan hal itu bukan hanya aku. Bahkan, Miss Lily yang berada di sebelahnya saja tampak bingung.

“Maaf, bersediakah kau mengulangi ucapanmu, Susan? Mungkin beberapa teman barumu yang duduk di barisan belakang merasa suaramu terlalu kecil.”

Tidak. Menurutku, suaranya sudah cukup besar. Hanya cara bicaranya yang membingungkan. “Oh ya, kau akan tampak lebih cantik jika tersenyum.” Miss Lily berusaha membuatnya lebih percaya diri.

Susan kesulitan membuka mulutnya lebar-lebar, seolah-olah sedang menyembunyikan permen di bawah lidahnya. Wah, jika itu benar, aku harus memaksanya membagi permen itu padaku.

Susan tertunduk lemas untuk beberapa saat. Dia terlihat tegang karena sejak tadi hanya meremas-remas kain baju kuningnya. Kemudian, akhirnya dia kembali mengangkat dagunya tinggi-tinggi dan membuka mulutnya lebar-lebar. Tersenyum.

“Gigi macam apa itu?!” Aku tertawa keras ditambah memukul meja karena terlalu terpingkal-pingkal. Bagaimana aku tidak tertawa jika melihat seorang anak perempuan bertubuh kerempeng dengan rambut keriting sempurna memiliki senyum yang aneh?

Rupanya, selama ini Susan berusaha menyembunyikan deretan giginya yang terlihat seperti ... monster! Lihat saja empat buah gigi gingsul yang terlihat seperti taring harimau itu. Gigi-gigi yang sangat besar untuk ukuran seorang anak perempuan berusia sebelas tahun. Berantakan dan konyol.

Namun, setelah Miss Lily kembali menatapku tajam, aku menyadari bahwa satu-satunya anak yang tertawa di kelas ini hanya aku seorang. Teman-temanku yang lain sepertinya bisa mengendalikan diri. Padahal, aku yakin mereka juga memiliki penilaian yang sama terhadap gigi gingsul Susan.

Susan tampak sedih dan langsung menutup mulut dengan kedua tangannya. Miss Lily berusaha menenangkan anak itu dengan mengantarnya ke tempat duduknya yang bersebelahan dengan Charlotte. Mereka berdua cepat sekali akrab.

***

Keesokan harinya, aku sengaja berangkat dari rumah pagi-pagi sekali. Bukan untuk piket, aku hanya merasa gatal ingin mengerjai Susan sedikit. Pasti akan sangat menyenangkan. Aku jadi mendapat bahan ejekan baru selain Rohon si Kutu Buku—dia sudah sangat membosankan sekarang.

Lihat selengkapnya