Spooky Stories: Penghuni Keempat

Noura Publishing
Chapter #3

Kejadian Pertama

Fix. Aku agak kesal dengan mereka berempat. Awalnya mereka yang bersemangat banget ingin kerja kelompok dan shooting video di rumahku. Tapi? Sampai di rumah, mereka jadi lupa akan tujuan mereka sebelumnya. Mereka malah asyik ketawa-ketiwi sambil main gadget atau membuat kamarku seperti kapal pecah. Argh!

“Oke, semua, kapan kita bisa shooting?”

Semua langsung diam dan menengok ke arahku dengan tatapan menyedihkan.

“Oh, oke … kita sampai lupa. Biasalah. Kalau baru sampai rumah, mau rumah siapa pun, tetap aja biasanya capek, terus haus, kan? Enggak bisa langsung mulai kegiatan,” kata Willy. Aku bisa membaca maksudnya, butuh minum.

“Oke … aku ke dapur dulu, deh, mau ambilin minum.”

Setelah aku berlari ke dapur, rupanya mereka juga ikut-ikutan berlari ke luar kamar, bahkan sampai ke luar pagar segala. Benar-benar rusuh.

“Hei, kalian, itu minumannya udah ada di ruang tamu, lho,” kataku yang menyusul mereka ke luar pagar.

Mereka yang sedang bercanda enggak jelas langsung tancap gas kembali masuk dan membawa minuman ke dalam kamar. Mereka menyeruput minuman masing-masing sambil mendesah penuh nikmat karena haus pun hilang.

“Begini aja,” kata Hanna pelan. “Soal shooting, nanti ada yang kamerain, dan yang enggak kamerain langsung sibuk action. Menurutku, aku, Sherin, Rena, dan Willy aja yang akting. Indah, kamu yang kamerain aja, ya?”

Indah yang awalnya cuma cengar-cengir sendiri tiba-tiba langsung memasang tampang memelas. “Hei, tapi aku juga mau masuk kamera.”

“Sekali-sekali diatur mau, bisa?” kata Hanna agak geregetan, tapi kemudian dia tertawa.

“Tetap enggak setuju. Kamu mau kalau cuma jadi kameramen? Kan, enggak lucu banget, Han,” kata Indah. Berkali-kali kami mencoba membujuk Indah yang tetap teguh pendirian. Sampai akhirnya, dengan muka marah dan enggan, Indah bersedia menjadi kameramen dadakan.

Action!

Aku dan Rena sibuk bermain internet di laptop sambil membuka channel You Tube. Aku harap tidak ada sesuatu yang cukup lucu sehingga salah satu di antara kami dapat mengacaukan shooting dadakan ini karena tertawa. Sedangkan Hanna berada di sampingku dan sibuk bermain tablet, tentunya bermain internet pula.

Willy mulai datang perlahan dan menegurku. “Sherin! Ayo, kita, kan, mau belajar matematika bareng. Jangan malah nonton You Tube melulu!” tukasnya.

Sesuai skenario, aku tetap acuh dan malah mengerang tertahan, mengabaikan Willy yang berkali-kali menegurku.

“Arrrr …,” geramku dan Rena yang merasa terganggu.

“Hanna! Ayo, kamu katanya mau ikut belajar matematika bareng kami, kenapa jadi main internet via tablet gini?”

Kini, saat Hanna sengaja mengabaikan lelaki kurus yang ada di sebelahnya itu, Willy pun mulai berteriak sesuai skenario, “Hei! Kalian! Boleh kita main internet, tapi tolong jangan kecanduan sampai enggak peduli lingkungan gitu, dong. Kita bisa aja main dan seru-seruan di dunia maya, tapi jangan lupakan waktu yang terus bergerak. Kalian sampai lupa waktu!” teriak Willy ngos-ngosan.

Tepat setelah Willy selesai berteriak, Indah langsung mematikan rekaman videonya. Semua lega karena shooting aneh bin singkat ini sudah selesai. Indah menghempaskan diri ke kasur, lalu kembali duduk dan mengajak kami menonton tayangannya.

“Oh, my God. Kapan aku sekurus itu?” ujar Willy sambil mengernyit.

Detik demi detik berlalu, kami masih memperhatikan video itu dengan khidmat. Pada detik kelima belas, kami semua terpaku. Aku cepat-cepat memijit tombol “pause” di kamera.

“Hei, itu … ada apa di pundak Hanna?” tanyaku heran.

Kami semua terdiam dan tak bergerak sama sekali, memperhatikan video yang sedang kami pause pada detik kelima belas itu. Spontan aku merasa bulu kudukku berdiri, dan sensasi horor itu … ada. Kali ini aku tidak bisa bergerak.

Di dalam video itu, saat kamera sedang menge-shoot Hanna, kami menyadari ada sepasang tangan seputih susu sedang memegangi kedua pundak Hanna. Wajah pemiliknya seakan sedang bersembunyi di balik badan Hanna. Kami langsung berteriak keras. Nyatanya, tadi tidak ada tangan siapa pun yang memegang pundak Hanna.

Oke, kalau kami sadar bahwa itu cuma tangan orang usil, kami pasti akan tertawa. Tapi, tidak. Aku, Rena, dan Willy sedang sibuk action, sementara Hanna tak mungkin menjadi tersangka pemilik tangan putih itu sampai kapan pun. Dan kalau kami benar-benar sampai sibuk mencari daftar pelakunya, pasti nama Indah-lah yang dicoret pertama kali dari daftar tersangka. Jadi?

Lihat selengkapnya