Sudah berakhir!
Suasana hati Diana Stelia Arumi tampak sekelam langit sore yang kelabu. Belasan napasnya yang berat mengindikasikan bahwa dirinya belum sepenuhnya lepas dari bayangan seseorang.
Tahun ajaran baru kali ini, dia tidak seantutias tahun sebelumya. Dulu ada alasan bersemangat setiap pergi ke kampus. Namun, tahun ini sangat berbeda. Statusnya bukan lagi pacar Revanno Julian.
Mereka putus dengan cara tidak mengenakkan. Sampai detik ini pun, setiap mengingat Revan, hati Diana kembali mengeras. Tergores menyakitkan dan perih. Tak heran jika Diana ingin cuti kuliah agar tidak setiap hari galau berkepanjangan. Akan tetapi, kabar menyebar cepat di kalangan teman seangkatan. Revan memutuskan cuti demi pekerjaan di Semarang.
Diana tak punya alasan cuti atau bolos kuliah. Dia bersyukur jika Revan telah memberi kesempatan emas untuk Diana. Akhirnya gadis itu bisa kuliah dengan lancar, tanpa harus main petak umpet tiap hari dari Revan. Diana lebih suka melupakan mantannya tanpa bertemu sekali pun.
Toh keduanya sama-sama masih saling mencintai. Masih ingin menghubungkan jalinan yang retak. Namun, Diana sulit melupakan bayangan Revan berani selingkuh darinya.
Musim hujan mewakili suasana hati yang beku. Tak terarah. Kisah cintanya yang manis, bak percikan air yang bila tergenggam justru meleleh jadi asap. Tak kasat di mana kenangannya, tetapi ada bekas kecil yang tersimpan dalam seluruh indra.
Demi menghilangkan stres yang terus berkepanjangan, Diana memutuskan aksi bersih kamar. Dia menyortir puluhan pakaian yang disusun secara rapi berdasar jenis kainnya. Ketika Diana mengenali blazer warna coklat muda, dia kembali tersedu-sedu. Blazer itu pemberian Revan. Kado ulang tahun Diana tahun kemarin yang didapatkan susah payah. Revan nekat kerja borongan di area konstruksi, agar bisa membelikan blazer mahal itu.
Butuh perjuangan lama demi membahagiakan Diana, tetapi butuh sedetik untuk menghancurkan kepercayaan.
Paling tidak, Revan yang salah. Cowok itu menghancurkan hubungan mereka. Semuanya sudah terlanjur. Diana tidak tertarik balikan.
Diana lekas menyimpan blazer itu ke dalam kardus bekas lemari es, berikut dengan pernak-pernik dan boneka pemberian lainnya dari Revan. Diana memutuskan dengan yakin setelah menangis terisak-isak selama dua jam. Diana akan jadi sosok yang lebih baik. Salah satunya, menyambut tahun ajaran baru kuliah dengan optimis.
Diana akan melepaskan Revan, apapun yang terjadi. Walau tubuhnya lelah, Diana nekat ke kampus kendati matanya bengkak.
Ini hari pertama perkuliahan kembali aktif. Gadis itu melangkahkan kaki dengan mantap menuju area kampus. Matanya dengan mudah menemukan wajah-wajah segar anak baru. Lagi-lagi Diana menghela napas. Merasakan dirinya begitu asing di lingkungan kampus yang amat dikenalnya. Cermin besar kembali terbentang di dinding gedung. Diana merasa jadi anak baru. Semringah di antara kerumunan anak-anak seangkatan, menceritakan liburan semester panjang dan rencana magang nanti. Saat tak ada yang melihat, Diana jadi orang asing dan sendirian.
“Hai, Kak Diana!” sapa Tasya, adik kelas Diana semasa SMA. Tasya berhasil mengikuti ujian SNMPTN dengan hasil gemilang. Tak heran kali ini mereka satu jurusan.
“Tasya, apa kabar?” balas Diana yang bertanya dan mendekap erat Tasya. Tidak menyangka kalau Tasya yang hobi menari, malah melanjutkan kuliah di bidang psikologi.
Kedua gadis itu tidak bisa berlama-lama, sebab Tasya ditarik temannya masuk kelas, sementara Diana menuju kelas lain.