Tugas presentasi sudah rampung. Sepulang dari Malang, Diana tidak langsung tidur. Dia melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Lagi-lagi begadang semalam suntuk. Saat seisi rumah lelap dalam tidur di kamar masing-masing, Diana membuat susu coklat panas demi meredakan kekosongan perutnya. Dia tidak menduga bahwa perjalanan ke Malang amat membekas di relung hatinya.
Tasya sudah mengirim foto mereka bertiga selama jalan-jalan mendadak. Arkaan duduk di sisi Tasya, persis di depan Diana. Diana yang memegang kamera. Senyuman Tasya dan Arkaan amat merekah seperti matahari pagi. Sementara di sisi lain, senyum Diana agak dipaksakan. Terlihat jelas bahwa gadis itu satu-satunya orang yang canggung, mengira dirinya pengganggu di antara hubungan Tasya dan Arkaan.
Tadinya Diana mengira Tasya dan Arkaan memiliki hubungan khusus. Namun penyangkalan Tasya yang terpotong deru mobil sudah menjelaskan kalau mereka punya hubungan lain. Bisa saja mereka terikat persaudaraan atau hanya teman biasa.
Diana perlahan menggeser slide berikutnya. Tasya memotret Arkaan dan Diana dari sisi lain. Arkaan memberi finger heart ke kamera. Diana tidak dalam posisi siap. Tampilannya sangat blur karena Tasya buru-buru memotret. Dan itu satu-satunya potret mereka berdua tanpa Tasya.
Diana memutuskan bersiap-siap pergi ke kampus. Terlalu tanggung untuk tidur. Hampir jam enam pagi ketika langkah gadis itu menapaki trotoar. Hari ini memang jam kosong. Badannya enggan merebahkan diri ke ranjang. Diana agak bersemangat saat pergi ke perpustakaan.
Satu per satu, teman-teman sekelompoknya mengirim bahan ke Diana lewat grup chat. Diana memaksakan diri untuk mengerjakan di perpustakaan. Sampai sore, Diana duduk di meja yang sama, dengan kabel laptop melilit ke colokan. Kening yang berkerut dalam itu menandakan betapa kerasnya Diana berpikir.
Semestinya Diana bisa lebih santai. Bisa menunda waktu sampai nanti malam. Walau ditunda sedikit demi istirahat yang cukup, bakal efisien kalau tubuhnya rileks. Amat berbeda dengan seharian mengerjakan tugas, tapi masih terjebak di bab tiga.
Kacau.
Bahan materi yang diharapkan Diana tidak muncul. Bahan milik Tasya bahkan tidak ada kesinambungan dengan referensi yang diminta Diana.
“Uh….” Diana mengerang.
Haruskah dia sendiri yang mengerjakan semuanya? Diana merasa lebih baik tidak ikut kelompok mana pun. Dia lebih suka mengerjakan sendiri.
“Hai,” sapa Arkaan tiba-tiba duduk di sebelah Diana.
Diana menoleh. Dia teringat akan jaket milik Arkaan yang tak kunjung dikembalikan.
Arkaan langsung mengeluarkan benda segi empat dan menyalakan laptopnya sebentar lalu bangkit untuk mencari buku referensinya sendiri.
“Gue titip laptop, ya,” katanya dan melenggang santai.
Diana tidak menggubris. Tekanan tinggi mendesak kepalanya. Dia lelah membaca puluhan judul jurnal berbahasa inggris. Dipaksa mencari jurnal dalam bahasa Indonesia pun masih susah.
Diana hanya duduk melamun. Sekali pun rampung, tugas itu masih akan direvisi lagi secara berkelompok.
Sangat melelahkan sekali. Diana hendak mematikan laptopnya ketika Arkaan kembali. Pemuda itu tidak mendapatkan buku yang diinginkan. Samar-samar Diana mencium aroma parfum Arkaan yang begitu melekat. Sekali pun Diana sudah mencuci jaket dan menyetrika, aromanya begitu pekat. Tidak terlalu mencolok, tetapi ada aroma menentramkan.
“Lo kelihatan pucat,” kata Arkaan mencermati rona Diana. “Lo sakit?”
“Nggak. Aku agak pusing dan lapar,” balas Diana.
“Ayo,” ajak Arkaan tanpa diduga berdiri dan mengamit lengan Diana.
“Ke mana?” tanya Diana dan terperanjat. Kali ini tak hanya sekadar ucapan, Arkaan tanpa canggung berani mengamit lengannya. Buru-buru Diana melepaskan diri.
“Gue juga lapar, kita cari makanan enak.”
"Terus lo ke perpustakaan malem-malem ngapain?" tanya Diana curiga.
"Ngerjain tugas. Tapi ogah mikir kalo laper," balas Arkaan.
Diana setuju. Keduanya keluar dari perpustakaan dengan langkah cepat. Bukannya ke kantin, Arkaan menyuruh Diana ikut ke area parkir. Mobil SUV milik Arkaan terparkir di tempat paling ujung. Kali ini Diana duduk di kursi depan. Agak aneh duduk di jok belakang jika kursi depan kosong.
Arkaan menyetir mobilnya. Keheningan di antara mereka diisi dengan lantunan musik hip hop.