Spring Breeze

Ratna Aleefa
Chapter #13

#13 Pipi Merona

Dampak yang ditimbulkan dari pertemuannya dengan Revan membuat Diana bersikap keras pada dirinya sendiri. Dia mengupayakan semaksimal mungkin untuk melupakan sang mantan. Dia menyibukkan diri ke magangnya. Pulang magang, langsung membuat jurnal harian. Mendata apa saja yang dia peroleh. Jurnal itu punya dua hal. Jangka pendeknya, jurnal itu digunakan untuk membuatnya tidak lupa rincian kronologis laporannya. Akan lebih baik kasus-kasus yang didata, dimanfaatkan untuk tugas akhirnya di masa mendatang.

Tak hanya itu. Dia lebih sering mengandalkan Arkaan dalam aspek apapun. Hampir setiap malam dia dijemput Arkaan tepat pada jam lima sore. Jika Arkaan terlambat lima menit saja, Diana sudah menyeringai sebal. Tak ada sikap canggungnya lagi yang selalu berjarak pada Arkaan.

Perdebatan kecil mereka sering terjadi, utamanya urusan makanan. Diana lebih sensitif menentukan menu yang tersaji di restoran. Niat hati Arkaan ingin menyenangkan Diana dengan berhenti di restoran sushi, Diana malah enggan turun dan mengancam akan makan mi instan saja sebagai upaya kesalnya.

Mau tak mau, sikap merajuk Diana membuat Arkaan mengalah, itu pun disertai tawa gelinya.

“Kalo lo marah, lo makin gemesin. Makasih, ” kata Arkaan geli—sekaligus bersyukur atas sikap pengertian Diana yang berbaur kesal itu—lantas mencari tempat baru. Emosi Diana bakal hilang bila sudah menemukan restoran yang tidak ada unsur hidangan lautnya.

Rupanya Diana jera makan kepiting dengan amat lahap, sementara Arkaan duduk di depannya tanpa menyantap apapun. Sikapnya yang seperti itu membuat Diana tidak enak hati sekaligus malu bukan main dilihat pengunjung lain. Lebih baik makan bersama, meskipun hidangan tanpa ikan laut sama saja dengan makan sayuran tanpa garam.

Benar kata Arkaan. Harus ada yang mengalah. Utamanya Diana. Tetapi gadis itu keras kepala. Sangat mementingkan Arkaan agar tidak kelaparan.

Dia merasa bersalah karena usai mengantarnya pulang ke rumah, Arkaan sama sekali tidak makan malam.

Pertemuan di hari ulang tahun Vindi, tak ubahnya cubitan ringan yang menandakan upaya Diana melupakan Revan masih belum selesai. Diana yakin, dia bakal baik-baik saja. Kelak saat bertemu Revan, tak akan ada perasaan tersakiti.

Dia ingin bahagia, tanpa membenci siapapun. Mungkin waktu yang akan memaafkan segalanya. Mungkin gadis itu yang akan menyapa Revan pertama kalinya, suatu saat nanti.

“Pendek, gue ingin beli sepatu. Lo mau nganterin gue gak?”

“Oke.”

Diana mengarahkan Arkaan pergi ke distro langganannya. Walau tempat itu tidak terlalu besar, tetapi kualitas barangnya yang menjadi daya tarik. Sesuai dengan standar Arkaan yang menginginkan segalanya simpel tapi berkelas.

Cowok itu sudah menemukan dua sepatu beda model dan warna. Dia ingin memboyong dua sepatu itu dari pada ribet memilih. Namun, Diana menyuruh Arkaan untuk tidak serakah. Alhasil selama beberapa waktu, Arkaan mengitari rak demi rak, memindai agar belanja sepatunya cepat selesai.

Dia semakin bingung karena Diana menganjurkan sepatu-sepatu itu dicoba. Sampai akhirnya Arkaan menemukan sepatu pasangan.

“Pendek, gue liat lo setiap pulang kerja selalu melepas sepatu hak lo. Gimana kalau lo sekalian beli juga, yang ini bagus!” Arkaan cepat-cepat menyembunyikan sepatu untuk laki-laki dan menyerahkan sepatu putih yang pas di ukuran Diana.

“Tidak usah,” tepis Diana.

“Sebagai persahabatan kita, ayolah. Gue pengen ngasih hadiah ke lo.”

Pipi Diana merah padam. Selama ini sudah banyak menerima pemberian dari Arkaan. Gadis tidak ingin berhutang budi.

“Kalau begitu gue beli aja semua sepatu dari rak sini sampai sana,” tuding Arkaan pada rak khusus sepatu wanita.

Diana mengalah. Dari pada Arkaan bertindak macam-macam, lebih baik dia menerima satu pasang sepatu dan jika nanti punya cukup uang, akan dia ganti pemberian Arkaan dalam wujud lain.

“Wah ada pasangannya juga, ya? Kamu mau beli yang itu juga?” usul Diana langsung mengambil sepatu versi laki-laki. “Demi persahabatan, kita harus punya sepatu pasangan. Tapi berjanjilah tidak memakai sepatunya di hari yang sama,” tambahnya lagi.

Mata Diana bersinar. Diana langsung menjajal sepatunya yang langsung pas. Arkaan melakukan hal yang sama. Hari itu, mereka membeli barang pasangan untuk pertama kalinya. Walau di luarnya pengikat persahabatan, nyatanya hubungan mereka lebih dari pada itu. Dan kelak saat perpisahan itu tiba, sepatu itu akan membuat mereka teringat momen-momen mereka yang indah.

“Arkaan, kamu itu sekaya apa sampai sering mentraktirku makan? Bahkan membelikan sepatu mahal.” Diana menatap tajam Arkaan. Dia menguncir rambutnya dengan gelang karet yang sedari tadi ada di pergelangan tangan. Diana memutar kaca spion mobil ke arahnya, lantas membenarkan poninya.

Arkaan yang duduk di kursi kemudi, hanya mengetukkan jemarinya ke setir. Rampung belanja sepatu, mereka tak punya rencana apapun kecuali pulang. Tetapi Arkaan masih ingin menghabiskan waktunya bersama gadis itu. Semenjak mimpi Irene hadir, Arkaan sering gugup sendiri.

Perasaan sendirian itu sangat menyiksa. Apalagi rumahnya tak pernah diisi manusia. Arkaan lebih sering berada di rumah Tasya. Menumpang makan di sana kalau malas mengeluarkan mobil.

“Mau ke rumah gue?” tanya Arkaan tiba-tiba.

“Eh, bolehkah?” Ganti Diana melayangkan pertanyaan. Wajahnya penuh kehati-hatian, takut kalau kedatangannya mengganggu keluarga Arkaan.

“Rumah gue selalu terbuka untuk siapa pun.”

“Baiklah. Jam sembilan nanti, antar aku pulang.”

“Baiklah.”

Arkaan memutar kaca spion ke arah yang benar. Dia mengenakan sabuk pengaman, lantas menginjak pedal gas dengan semangat. Sepanjang perjalanan yang diisi lagu-lagu Heize, mereka melewati rute rumah Diana. Rumah Diana masih searah dengan rumah Arkaan. Namun, beberapa kilo lagi jaraknya.

Jalan semakin menanjak melintasi area perbukitan. Rumah-rumah penduduk mulai jarang. Tetapi yang lebih hebatnya lagi, setiap rumah memiliki interior sejenis yang mewah.

Diana bagai tersesat dalam dunia dongeng. Tidak menyangka bahwa area perumahan itu benar-benar nyata, mirip dalam imajinasinya. Ini bukan lagi rumah, melainkan mansion besar dengan halaman luas dan memiliki kolam renang sendiri-sendiri.

Lihat selengkapnya