Hujan menerpa kota Surabaya. Begitu derasnya, sampai-sampai Diana memilih berteduh di kafe. Dia malas menuju halte yang berjarak tiga ratus meter dari posisinya saat ini. Diana paling anti kena hujan. Setetes air asam bakal membuat kepalanya migrain.
Secangkir teh hijau hangat menjadi temannya sembari menunggu hujan reda. Dia menikmati suasana kafe berinterior manis itu. Musik terdengar lumayan keras. Diana larut dalam syairnya, sehingga dia dalam suasana yang lampau. Berpijak di tempat yang sama, tetapi beda meja.
Sudah lama dia tidak mengunjungi kafe itu. Sebuah kebetulan saat baru pulang menemui salah satu seniornya. Ujian komprehesif magang menyebabkan Diana kelimpungan. Dia ingin memperoleh saran dan contoh penyusunan laporan demi nilai A.
Dari pada bengong, dikeluarkan jurnalnya. Diana mencatat sesuatu di sana. Sampai lagu mengalun berhasil menghentikan aktivitasnya. Punggungnya menegak kembali. Dia menarik napas, hanyut dalam kilas balik.
Rasanya baru kemarin mereka mengunjungi tempat ini. Revan mengajaknya makan malam bersama setelah mengerjakan salah satu tugas kelompok. Lagi pula mereka sudah melewati jam makan siang. Lagu Daughtry yang berjudul September mengoyak mood Diana.
Of all the things I still remember
Summer’s never looked same
The years ago by and the time just seems to fly
But the memories remain
In the middle of September we’d still play out in the rain
Nothing to lose but everyhing to gain
Reflecting now on how things could’ve been
It was worth in the end
Ratusan lampu neon ukuran mini mengisi setiap kisi jendela, memberi sensasi kehangatan. Diana merasa didekap masa lalu yang manis. Kehangatan tentang bersama Revan begitu indah. Dia lupa bahwa dirinya yang menyatakan cinta terlebih dahulu. Diana Stelia Arumi yang mengajak kencan, sampai akhirnya hubungan mereka terjalin dua tahun lamanya. Semuanya rusak hanya karena satu kesalahpahaman.
Tetapi semua sudah berlalu. Mereka sudah putus. Diana tidak ingin kembali ke masa lalu, meskipun kenangannya terlampau manis. Biarlah dia kenang Revan sebagai bagian hidupnya yang telah berlalu. Bila memang takdir menuntunnya kembali, maka Revan akan hadir di depannya. Tetapi kalau orang lain yang mengisi kekosongan itu, lantas apakah Diana harus egois memaksakan perasaannya sendiri?
“Apa kabar, Revan?” bisik hatinya ketika lagunya berakhir.
Biarlah semuanya dia simpan dalam kenangannya. Diana tidak mau menyesali segala sesuatu yang sudah berlalu. Karena Revan dan Diana sudah punya jalan berbeda.
Gadis itu menyimpan semua barangnya ke dalam tas. Di bagian kasir, Diana meminta kantong plastik ukuran besar. Untungnya pegawai berbaik hati memberikannya. Tas itu dijejalkan ke dalam plastik besar agar tidak basah kuyup. Lantas Diana melangkah ringan menuju halte.
Tawanya berhamburan di bawah hujan. Kali ini air matanya tidak turun bersama hujan. Memang bodoh gadis itu kalau sampai sakit. Tetapi lagu favorit Revan membuatnya larut dalam nostalgia. Dulu, ada panggilan darurat yang menyuruh mereka cepat-cepat kembali ke kelas. Ada kelas dadakan karena minggu sebelumnya, Pak Wahyudi berhalangan hadir. Mereka sedang makan siang di tempat itu. Betapa kalang kabutnya mereka saat hujan turun, malah menembus derasnya hujan demi bisa duduk di depan Pak Wahyudi.
Ketika deru bus datang, Diana meloncat masuk. Dia mengeluarkan tasnya dan memakai kantong plastik sebagai alas kursi. Hampir sebagian kursi kosong. Diana merasakan sensasi paling menyenangkan.
Revanno Julian…
Laki-laki hangat itu kembali hadir menemani suasana hujan itu. Anehnya, dia tidak bisa membenci Revan. Dia ingin berteman dengan Revan, mengingat keluarga Revan masih menantikannya berada di rumah.
Benar saja, kehangatan itu merayap menjadi panas membara. Sesampainya di rumah, Diana langsung merasakan demam tinggi. Dia memaksakan diri keramas di bawah pancuran air dingin lalu terkapar di ranjang, menanti pergantian hari. Dia membuka akun instagramnya, hendak mengecek postingan Revan terakhir kalinya, apakah kebersamaan mereka di tengah keluarga Revan ada atau sudah dihapus. Benar saja, gambar itu masih ada. Diana ada di pinggir, mengapit nenek Revan. Tersenyum bahagia saat membaca captions tertulis di sana.
“Panjang umur nenekku tercinta!”