Pagi-pagi sekali, Diana membuat kimbab secukupnya. Dia menyimpan ke dalam plastik hitam. Takut tidak cukup—siapa tahu Dion main comot masakannya saat lewat—Diana membawa bekalnya ke dalam kamar, sementara dia mandi. Untungnya orang rumah sedang tidur. Ada pun ibunya sedang belanja sayur di pasar kaget tak jauh dari rumah mereka.
Dengan sepatu yang dibelikan Arkaan, Diana tampak percaya diri. Sangat nyaman mengenakan sepatu pasangan itu. Semalam Diana menyuruh mereka memakai sepatu pasangan. Tidak ada rasa malu, toh mereka sudah menjadi pasangan yang manis.
Diana langsung mengambil plastik berisi bekalnya dan bergegas menuju stasiun Gubeng dengan ojol. Dia tidak sabar menanti reaksi Arkaan saat makan bekalnya. Masih terlalu pagi, tetapi Diana bahagia bisa pergi ke kota lain. Tak tanggung-tanggung, mereka ke Batu Flower Garden di Malang. Mereka bakal mengabadikan kesempatan itu dengan keindahan ragam bunga yang tumbuh indah di atas Coban.
Tetapi semangatnya meredup seketika setelah dia tiba di stasiun. Pesan singkat Arkaan membuat Diana kecewa.
Pendek, sori gue gak bisa pergi hari ini. Ada urusan mendesak.
Oke.
Diana membalas singkat disertai kerutan dalam di kening. Ingin tahu kenapa Arkaan membatalkan janjinya menemani Diana. Nasi sudah jadi bubur. Diana sudah membeli tiket—termasuk milik Arkaan–dan baru sampai di depan stasiun. Masih menahan air mata, Dia masuk ke dalam stasiun, mengejar kereta yang lima menit lagi berangkat.
Musnah sudah harapannya melakukan perjalanan. Dia menunduk dan tidak tahan pada luapan emosinya. Namun, Diana lebih benci lagi pada warna sepatu pasangan yang dia pakai.
“Urusan apa yang membuatmu tidak bisa ikut ke Malang, sebenarnya?” bisik Diana saat deru kereta semakin nyaring, disertai decitan peluit dari petugas kereta yang menunjukkan kereta bakal berangkat.
Butuh dua jam perjalanan ke Malang. Seharusnya ini kencan menyenangkan. Tetapi yang didapatkan Diana Stelia Arumi hanyalah kekecewaan. Demi meredam emosinya, dia menghabiskan sisa bekal yang terasa hambar. Padahal Diana yakin saat mencicipi di rumah, kimbab buatannya terlalu enak.
Setelah tiba di Malang, Diana langsung pergi ke situs bunga. Dia menyaksikan keindahan ribuan kelopak bunga yang terbang ke segala arah. Bagai efek animasi, dia mengagumi keindahan alam itu. Diana berusaha menangkap kelopak bunga yang lepas. Anehnya di antara ribuan bunga yang tiada habisnya setiap berjalan, tidak satu pun helai bunga yang tertangkap. Diana menyusuri sepanjang jalan yang dilintasi banyak pelancong. Tetapi kebanyakan mereka pergi beramai-ramai. Hanya Diana saja yang tampak sendirian. Dia memotret dengan kamera ponsel, lalu mengunggahnya ke akun SNS-nya.
Inilah janjinya kalau sudah menyelesaikan ujian magang. Menikmati keindahan bunga dengan orang yang penting. Tetapi sosok yang diharapkan tak ada di sampingnya, paling tidak, keindahan bunga itu sudah cukup mengobati keresahan Diana.
Diana tersenyum tipis. Dia agak lama berjalan masuk. Tempat itu semakin sedikit jumlah pengunjungnya. Tepat pada jam dua siang, Diana sudah berada di terminal, siap bertolak ke Surabaya. Kakinya terasa pegal kebanyakan jalan. Tetapi euforia bunga-bunga tidak bisa ditolak.
“KAK DIANA! LO JALAN-JALAN KE MANA ITU?
KENAPA CANTIK BANGET TEMPATNYA?
PASTI DENGAN BANG ARKAAN!”
Tasya dengan heboh mengirim pesan lewat grup Hanguveret. Tasya pasti memantaunya lewat SNS milik Diana.
“Jalan-jalan sendiri, :D” balas Diana.
Bisa dibayangkan betapa hebohnya Tasya Devika jika tahu tempat itu asik buat spot foto luas itu.
“Uh… Harusnya lo ajak gue dulu.”
Diana tadinya memang bimbang. Dia tidak mungkin menyeret Dion ikut serta. Sama sekali tidak ingat ada Tasya yang bisa diajak keliling tempat. Waktunya sudah mepet. Bagaimana pun juga, waktu keberangkatan sudah mepet. Tetap saja namanya mubazir kalau urung pergi ke Malang saat itu juga semata ngambek ke Arkaan.
“Masih di sana?”
“Lagi di kereta. Nanti jam lima sampai di stasiun. Hehe.”
“Kenapa gak bareng Bang Arkaan?”
“Dia ada urusan. Apa urusan kampus ya?”
“Gak tau, Kak. Jam empat subuh tadi gue denger suara mobil Bang Arkaan keluar dari garasi. Sampai sekarang juga belum pulang. Gue kira Bang Arkaan pergi bareng lo.”