Seperti yang diperkirakan oleh Pak Dedi, proses perceraian Irene dan Ferdy tidak berjalan mulus. Hakim telah menawarkan opsi rujuk. Dengan tegas Irene menolak. Dia tidak mau disakiti lagi oleh Ferdy. Mengingat perangai Ferdy yang buruk. Jika rujuk, dipastikan kekerasan verbal lebih parah dan ganas dibandingkan sebelumnya. Dua tahun dikurung dalam rumah sudah cukup bagi Irene.
Ferdy jago akting. Dia memohon ampunan, meracau tak jelas dan janji tidak mengulang kesalahan. Bahkan menangis meraung mencari Tomi yang disembunyikan 20 hari lamanya.
Irene menyeringai sinis. Sebenci itu dia pada Ferdy yang berusaha memanipulasi fakta. Begitu lihai berkelit membantah semua yang disampaikan oleh Irene dan pengacaranya. Dengan sedikit menantang, Ferdy menyuruh Irene memberi kesaksian para tetangga.
Jelas saja Irene kelimpungan. Dia tidak menyangka lupa mengurus kesaksian para tetangga. Jeritan kesakitan dan pertengkaran mereka tidak akan bisa didengar karena jarak rumah sedikit terpencil.
Tetapi hasil medis dari dokter membuktikan Ferdy salah. Pada akhirnya, inilah sidang terakhir. Hakim memutuskan perkaranya selesai. Irene tidak satu atap bersama Ferdy. Baik secara pidana maupun perdata, Ferdy dijerat pasal berlapis-lapis dan dikenai kurungan penjara selama lima tahun. Selain itu, jabatannya sebagai petugas kepolisian telah dicabut.
Usai sidang yang alot itu, Irene duduk menepi di taman seberang gedung pengadilan. Matanya kosong. Wanita itu kehilangan keluarga akibat adu domba yang dilakukan Ferdy. Tak punya sandaran untuk menangis saat ini. Keluarga besarnya, termasuk orang tuanya sendiri sengaja memutus kontak. Pernikahan yang dilakukan Irene memang tidak diakui oleh mereka.
Apapun yang terjadi, entah masih menikah atau cerai, Irene dibiarkan merasakan nestapa seorang diri.
Dengan senyum getir, Irene menatap langit. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk kembali ke rumah yang dibenci selama ini. Barang-barang yang ada di rumah itu hanyalah pakaian-pakaian saja. Ijazah dan sertifikat lainnya telah dibakar oleh sang mantan suami. Irene tidak punya kualifikasi melamar pekerjaan bergengsi. Nilai-nilai tinggi Irene sebagai prestasinya selama sekolah dan kuliah, lenyap begitu saja.
Hanya Tomi yang menjadi harta termewah Irene. Dia akan memperjuangkan nasib anaknya, bagaimana pun caranya. Meskipun sekarang hanya bisa menumpang tinggal di rumah Arkaan.
Untungnya Diana bisa menyimpan rahasia. Setelah memegang janji pacar Arkaan yang memastikan Arkaan tidak tahu tentang kekhawatirannya atas Irma, Irene memutuskan bertahan di apartemen yang kosong. Apapun yang terjadi, demi Tomi, Irene rela berkutat dengan kekhawatiran itu.
Irene ditingalkan di tepi taman bersama Diana. Mereka duduk bersebelahan menanti Arkaan menjemput Tomi. Irene bersyukur bisa membagi curahan hatinya pada Diana. Paling tidak, dia sedikit merasakan harapan akan nasibnya sendiri.
“Mbak Irene, jadi apa rencanamu sekarang?” tanya Diana, pada akhirnya mendesak Irene fokus pada kehidupannya yang keras.
Irene diam. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Capek-capek kuliah, selembar kertas pembeda status hidupnya lenyap menjadi abu.
“Mungkin jual sayur setiap dua hari sekali di pasar kaget,” ujar Irene lesu.
Dalam keadaan kacau, Irene menjawab sekenanya. Apapun akan dia lakukan, asal bisa untuk menyuapi Tomi. Sejujurnya, upah menjadi penjaga kios tidak seberapa dibandingkan biaya hidup yang semakin melambung. Harga barang di kota jauh lebih mahal dibandingkan di desa. Apalagi Ferdy tidak menafkahinya. Ferdy dipenjara di salah satu sel dengan dendam menggelora, siap membunuh Irene kalau sudah bebas nanti.
Tidak selamanya dia harus menggantungkan hidup. Irene ingin mandiri, tetapi terlalu mengkhawatirkan nasib Tomi bila tanpa pengawasan. Dia tahu Tomi nyaman bersama Arkaan, tetapi Arkaan juga punya kesibukannya sendiri. Tidak lagi bisa mengurus Tomi sepanjang waktu.
“Gue tidak mungkin melamar sebagai pendidik berdasar spesialisasi gue. Lagi pula gue gak punya ijazah yang mendukung kredibilitas gue. Jadi seadanya akan gue lakukan.”
Irene mengepalkan tinju di atas pangkuan. Hari-harinya memang suram, tetapi Irene percaya bahwa di balik guyuran hujan akan menciptakan kehidupan baru. Sama halnya dengan cobaan yang dia alami, akan memberikan kekuatan yang lebih.
“Mbak Irene tidak ingin pulang ke rumah? Siapa tahu orang tuamu memaafkanmu.”
Diana telah mendengar cerita bagaimana Irene dikucilkan keluarga besarnya. Dicoret namanya dari daftar keluarga. Sampai kekerasan yang dialami Irene pun, satu pun anggota keluarga tidak ada yang datang. Padahal kasus Irene sudah masuk surat kabar.
“Rasanya terlalu jauh membayangkan keluarga gue bisa maafin gue. Rasanya menyenangkan kalau disambut pulang ke rumah. Tetapi gue nggak punya keberanian untuk pulang. Jadi sementara aja gue di sini, hingga cukup sehat dan mandiri. Ah, Diana, jika lo tau informasi lowongan pekerjaan, tolong kabari gue, ya.”
Diana mengangguk kecil. Sebenarnya toko tempat Diana kerja sedang membutuhkan satu pegawai. Tetapi Diana tidak langsung memberitahu dengan banyak alasan. Pertama, dia takut toko bunganya menolak Irene, padahal wanita itu sangat berharap bisa bekerja sebagai florist. Kedua, Diana sendiri tidak mau Arkaan tahu tempat kerjanya.
“Tentu, aku akan membantumu.”