Perpisahan di akhir tahun, membuat Diana menggigil sepanjang hari. Kesalahpahaman yang terjadi membuat Diana bisa memahami bahwa semua itu adalah salahnya. Dia tidak pandai menjaga kepercayaan.
Kesalahan yang Diana lakukan menyadarkannya, bahwa tidak sepantasnya Diana menghakimi seseorang tanpa alasan bila tidak ditelusuri lebih dahulu. Imbasnya, Diana kehilangan orang paling berharga.
Diana lupa siapa yang jatuh cinta lebih dahulu. Lupa siapa yang lebih mencintai pasangan dan lupa bahwa dia disambut hangat keluarga besar Revanno Julian. Dia bodoh. Sangat. Harusnya banyak mendengar, bukan berteriak menyalahkan dengan jari teracung pada orang yang dikira menusuk dari belakang, lalu melampiaskan rasa sakit ke orang lain.
Diana sudah mengenal Revan sejak lama. Seharusnya dia lebih mempercayai Revan. Hanya penyesalan yang membuang Revan dan membiarkan isi hatinya Arkaan terus menghantuinya.
Diana tidak bertegur sapa dengan Arkaan. Di kampus, mereka hanya saling membuang muka. Gadis itu melanjutkan hari-harinya dengan kegiatan lain. Diana kembali sendirian. Untungnya Tasya bisa memahami bahwa senior panutannya tidak bisa jalan dengan Arkaan. Jadi tidak ada aktivitas hunting makanan enak. Grup Hanguveret telah dibubarkan semenjak Tasya tahu.
Diana lulus lebih awal dari yang direncanakan. Pelampiasan patah hatinya masih dengan fokus pada kuliah dan kerja. Dia tidak sempat bersenang-senang sepanjang tahun. Sampai akhirnya tahun bergulir cepat. Sudah 18 bulan lamanya dia berpisah dengan Revanno Julian.
Mereka baikan lewat pesan, persis saat Diana menangis patah hati gara-gara Arkaan. Diana sengaja tidak bercerita tentang hubungannya dengan Arkaan. Sengaja dilakukan karena sakit yang membekas. Dia menepati janjinya untuk selalu bersama Revan.
Menjalin hubungan jarak jauh bukanlah kisah yang menyenangkan. Rindu memuncak adalah cobaan terberat. Diana bertahan dalam kesendirian, fokus pada kuliahnya.
Tetapi hari ini adalah puncak kerinduan. Diana mempererat dekapannya, padahal dia sudah mengenakan blazer panjang warna coklat. Dia datang pagi-pagi sekali dari Surabaya menuju tempat kerja Revan di Semarang.
Hari ini adalah hari kepulangan Revan. Pemuda itu memilih resign untuk kembali ke kehidupannya sebagai mahasiswa. Mereka berpelukan singkat untuk melepas rindu di Stasiun Turi. Revan semakin tegap, berkulit coklat dengan tampang tegas. Tetapi senyumannya yang sangat didambakan Diana. Gadis itu jatuh cinta hanya melihat senyuman Revan.
Mereka memutuskan pergi ke restoran terdekat untuk makan siang.
“Kenapa kamu diam?” tanya Revan, kembali menggenggam tangan Diana. “Jika kamu gerah, lepaskan saja jasnya. Untuk apa kamu pakai jas di cuaca panas kayak ini?”
“Tidak apa-apa.” Diana tersenyum tipis.
Mungkin Revan lupa bahwa ini blazer yang dibelikan untuk hadiah ulang tahun Diana. Diana hanya menatap sekitarnya. Mengamati suasana restoran yang tenang. Aroma masakan disertai iringan musik mengalun samar-samar.
Of all the things I still remember
Summer’s never looked same
The years ago by and the time just seems to fly
But the memories remain
In the middle of September we’d still play out in the rain
Nothing to lose but everyhing to gain
Reflecting now on how things could’ve been