Beberapa hal yang akhirnya diketahui oleh Samantha tentang Jamie kali ini. Jamie tidak memiliki orang tua, sama dengannya. Tidak ada sanak keluarga lainnya lagi. Dan itu juga sama dengan keadaannya. Orang tua Jamie telah meninggal empat tahun yang lalu. Keduanya sama-sama dilahirkan sebagai anak tunggal. Dan ketika mereka meninggal, yang tersisa hanya Jamie seorang. Kini ia tinggal di apartemen dekat taman kota. Bekerja sebagai seorang chef di sebuah hotel bintang lima yang terletak di dekat pusat kota, serta memiliki penghasilan tambahan sebagai seorang vlogger dengan konten memasak.
Sedikit mengejutkan memang. Karena di kehidupan sebelumnya, Jamie sama sekali tidak bisa memasak. Dan sekrang dia adalah seorang juru masak. Seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Kali ini, Samantha menerima tawaran untuk mencicipi masakan Jamie di apartemennya.
Sudah sekitar tiga minggu dari mereka terakhir bertemu. Musim semi telah berada pada puncaknya. bunga-bunga telah bermekaran. Pohon juga telah bertemu dengan daunnya lagi. Sisi kanan taman kota terlihat sangat indah dengan hamparan bunga bluebell. Bunga yang berbentuk lonceng kecil dan berwarna biru. Konon katanya, bunga itu digunakan untuk memanggil peri. Sebuah dongeng lama yang selalu Samantha yakini.
Jarum jam berdetak pelan. Suara air kran mendominasi dapur milik Samantha. Ia sedang mencuci cangkir bekas teh yang baru saja ia nikmati. Setiap jam empat sore, Samantha selalu rutin untuk melestarikan tea time dengan menyantap makanan manis dan secangkir teh hangat. Sore ini, ia memilih untuk memakan kue strawberry.
Masih banyak waktu untuk berangkat ke tempat Jamie. Mereka sepakat untuk makan malam jam delapan. Jadi Samantha masih memiliki waktu sekitar dua jam lagi sebelum berangkat karena ia berencana pergi jam tujuh. Tapi, baru saja ia akan merebahkan badannya di kursi malas, ponselnya berdering. Ada nama Jamie terpampang di layar.
“Hallo.”
“Hai Sam, tolong buka pintunya dong.”
“Hah?? Buat apa?”
“Aku di depan.”
“Kau di depan? Sedang apa?”
“Menjemputmu.”
“Hei, aku kan tidak minta dijemput!”
“Tapi aku ingin menjemputmu. Aku takut kau tersasar nanti.”
“Tuhan! Aku bukan anak kecil lagi,”
“Kalau gak mau buka, aku tunggu di sini saja. Cepat keluar.”
“Aku belum siap-siap!”