Spring Day

Zumi05
Chapter #9

Janji yang Mekar di Puncak Namsan

Setelah kesuksesan yang tak terduga dari pameran pertamanya, kehidupan Ji-hoon mulai dipenuhi dengan kesibukan yang menyenangkan. Tawaran pameran dari berbagai galeri, bahkan dari kota-kota lain, mulai berdatangan, dan karyanya semakin dikenal di kalangan pecinta seni. Namun, di tengah gelombang pengakuan dan apresiasi itu, Ji-hoon tidak pernah melupakan akar dari perubahannya, sumber inspirasi dan kekuatannya yang sebenarnya: Hana. Ia menyadari betul, tanpa kehadiran dan kepercayaan gadis itu, semua ini mungkin tidak akan pernah terjadi.

Suatu sore yang hangat, dengan langit Seoul yang dihiasi awan putih tipis seperti kapas, Ji-hoon mengajak Hana kembali ke tempat yang memiliki makna mendalam bagi mereka: Bukit Namsan. Musim semi telah sepenuhnya berganti menjadi musim panas yang hijau dan subur. Pepohonan di bukit itu kini dipenuhi dengan dedaunan yang rimbun, memberikan keteduhan yang menyegarkan. Mereka berjalan perlahan menyusuri jalan setapak yang familiar, menuju tempat di bawah pohon sakura yang dulu menjadi saksi bisu janji pertama mereka, janji yang diucapkan di tengah keraguan dan harapan.

Ketika mereka tiba di bawah pohon itu, pemandangannya telah berubah. Bunga-bunga sakura yang dulu memukau dengan warna merah mudanya kini telah gugur, hanya menyisakan beberapa helai kelopak yang tertiup angin sepoi-sepoi, seperti sisa-sisa mimpi indah. Namun, bagi Ji-hoon dan Hana, tempat itu tetap memancarkan aura romantis dan sentimental yang kuat. Di sinilah, di bawah naungan ranting-ranting yang kini hijau, benih cinta mereka mulai tumbuh lebih kuat.

Mereka duduk berdampingan di bangku taman yang sama, menikmati pemandangan kota Seoul yang terbentang luas di hadapan mereka bagai lukisan urban yang dinamis. Matahari sore memancarkan cahaya keemasan yang lembut, mewarnai langit dengan gradasi warna jingga dan merah yang memukau, menciptakan suasana yang tenang dan damai.

Ji-hoon menghela napas dalam-dalam, merasakan kedamaian yang merayapi hatinya. Ia meraih tangan Hana yang terasa hangat di dalam genggamannya dan menggenggamnya erat, seolah takut kehilangan gadis itu lagi. Ia menoleh, menatap mata Hana yang penuh dengan kasih sayang dan kelembutan.

“Hana-ah,” kata Ji-hoon lembut, suaranya penuh dengan emosi yang mendalam. “Kau tahu? Dulu, jauh sebelum aku bertemu denganmu, aku tidak pernah membayangkan bahwa aku bisa merasakan kebahagiaan seperti ini lagi. Aku selalu hidup dalam bayang-bayang ketakutan, terperangkap dalam kenangan masa lalu yang menyakitkan.”

Lihat selengkapnya