Tahun-tahun berlalu dengan cepat setelah janji di atas Bukit Namsan. Ji-hoon dan Hana membangun kehidupan bersama yang sederhana namun penuh cinta. Mereka menikah dalam upacara kecil yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman terdekat, di bawah langit Seoul yang cerah.
Karier Ji-hoon terus berkembang. Lukisan-lukisannya semakin dikenal dan dipamerkan di berbagai galeri, bahkan sampai ke luar negeri. Namun, di tengah kesuksesan itu, ia tidak pernah melupakan akar dan inspirasinya. Hana selalu menjadi muse utamanya, warna-warna cerah dalam setiap karyanya seringkali terinspirasi oleh senyum dan keceriaan istrinya.
Ketakutan akan kehilangan yang dulu menghantuinya perlahan memudar, digantikan oleh rasa aman dan kepercayaan yang tumbuh semakin kuat dalam hubungan mereka. Ji-hoon belajar untuk menerima bahwa hidup memang penuh dengan ketidakpastian, namun cinta sejati adalah jangkar yang akan selalu menahannya.
Mereka membeli sebuah rumah kecil dengan halaman yang luas, tidak jauh dari “Spring Day,” yang kini menjadi lebih dari sekadar kafe bagi mereka. Di halaman itu, Hana menanam berbagai macam bunga, menciptakan taman kecil yang selalu berwarna-warni, seperti musim semi yang abadi.
Ji-hoon membangun studio yang lebih besar di halaman belakang, tempat ia bisa melukis dengan tenang, ditemani oleh suara tawa Hana dan aroma bunga yang semerbak. Kadang-kadang, Hana akan duduk di sudut studio, membaca buku atau sekadar menemaninya bekerja, memberikan ketenangan dan inspirasi tanpa kata-kata.