April 2055
"Ikura, apa aku punya agenda hari ini?" tanya Yuko. Wanita itu baru saja bangun. Dia menguap dan meregangkan leher, lalu melirik jam dinding. Sudah pukul sepuluh pagi.
"Tidak ada agenda kerja, tapi teman-temanmu mengajak reuni hari ini."
Yuko melangkah ke dapur. "Reuni apa?"
"Reuni sekolah," kata Ikura.
"Oh, reuni itu," ucap Yuko datar, lalu meminum segelas air. "Lupakan saja, aku tidak mau datang. Apa untungnya bagiku."
"Mungkin kau butuh liburan, Yuko-san?"
"Tidak, aku ingin belanja saja nanti." Yuko masuk ke kamar mandi. "Oh ya, rapikan apartemen," perintahnya.
Ikura mengiakan. Jendela terbuka, lalu seisi apartemen Yuko dibersihkan oleh robot. Sementara itu, Yuko asyik mandi sambil bersenandung kecil.
Selepas mandi, Yuko berbaring malas di tempat tidur. Hari ini adalah hari libur. Yuko tak mau hari liburnya yang berharga terbuang percuma. Dia ingin melakukan hal-hal yang bisa mengusir penat. Meskipun sedang tak punya pekerjaan sampingan, rutinitas sebagai programmer sudah sangat menguras tenaga dan pikiran. Enam hari dalam seminggu, dia harus bergelut dengan kode dari pukul sepuluh pagi sampai enam sore. Jika lembur, dia bisa bekerja sampai tengah malam.
Yuko sudah merencanakan berbagai kegiatan pengusir penat–selain berendam tentunya. Dia ingin berbelanja, bermain game, dan pergi ke salon. Namun, tiba-tiba dia menerima pesan dari Nara. Isi pesan itu berhasil membuat Yuko melotot. "Nara mengajakku membuat band? Ini serius?"
"Ikura, sore nanti aku akan pergi menemui Nara." Yuko tersenyum riang. "Ingatkan aku, ya."
"Baik."
Yuko duduk di tepi ranjang. "Ikura, aku ingin membeli pakaian, apa ada produk yang menarik?"
Ikura menampilkan layar hologram di depan Yuko. Di layar itu, tampak beberapa model pakaian kasual yang Yuko sukai. Ikura sudah menyimpan dan mengolah data-data tentang Yuko, termasuk kebiasaan dan kesukaan wanita itu. Jadi, Yuko tak perlu repot lagi menjelaskan apa yang dia inginkan. Ikura sudah mengerti semuanya.
Setelah memilih-milih selama beberapa menit, Yuko menunjuk beberapa gambar pakaian: baju dan celana hitam panjang, serta mantel wanita berwarna cokelat muda. "Coba yang ini."
Di layar hologram itu, muncul figur Yuko sedang mengenakan pakaian yang dia pilih. Figur itu memiliki detail yang mengesankan–wajah, warna kulit, dan bentuk tubuh Yuko tergambar sempurna. Dengan begitu, Yuko tahu persis bagaimana dia akan terlihat jika mengenakan pakaian yang dia pilih. Dia juga tak perlu khawatir ukuran barangnya tidak pas.
"Hmm, aku kurang suka model mantelnya. Coba yang itu," perintah Yuko seraya menunjuk mantel lain dengan model yang lebih santai.
Ikura mengiakan. Tak sampai sepuluh detik berselang, figur Yuko sudah mengenakan mantel yang baru saja ditunjuk. Yuko mengangguk dan tersenyum puas. "Aku suka ini. Beli yang ini saja."
"Baik. Ada yang mau kau beli lagi, Yuko-san?" tanya Ikura.
"Tunjukkan saja yang bagus, mungkin aku akan tertarik."
Yuko melanjutkan belanja virtual yang memakan waktu hampir dua jam. Dia membeli pakaian dan beberapa aksesoris, serta bahan makanan. Butuh waktu beberapa jam agar barang-barang itu sampai ke tujuan karena pengantaran hanya dilakukan pada jam-jam tertentu.
Sembari menunggu, Yuko memutuskan untuk melakukan perawatan wajah. Dia tidak suka melihat kantung matanya yang bengkak dan kulitnya yang agak kusam. Belakangan ini, Yuko sering lembur karena perusahaan tempatnya bekerja sedang mengembangkan fitur baru. Beban kerjanya sangat banyak.
Yuko tak masalah rencananya ke salon harus batal. Dia punya banyak produk perawatan kulit, sayang jika jarang digunakan. Dengan arahan Ikura yang memunculkan tutorial melalui hologram, Yuko mengaplikasikan bermacam produk perawatan itu di wajah dan tubuhnya.
Usai melakukan perawatan, Yuko bermain game dengan laptop canggihnya. Dia juga menggunakan kacamata extended reality untuk menambah keseruan saat bermain. Mendekati pukul empat sore, Ikura mengingatkan Yuko untuk segera bersiap.
"Baik." Yuko tersenyum semringah, tak pernah terlihat seceria ini. Seperti biasa, dia mengenakan pakaian bergaya kasual–kaus putih, celana panjang hitam, dan jaket. Dia juga mengikat rambut panjangnya. "Pesan taksi," perintahnya.
Sesaat kemudian, taksi tanpa pengemudi sudah tiba di depan gedung apartemen. Yuko langsung naik. Taksi itu bergerak menyusuri jalanan Kyoto, membawa Yuko ke sebuah kafe. Sepuluh menit kemudian, dia tiba di tempat tujuan.
"Selamat sore, Nara-san. Maaf membuatmu menunggu," ucap Yuko, tersenyum ramah.
"Ah, tidak. Aku baru saja tiba."
Mereka duduk bersama, lantas memesan makanan dan minuman. Tak lama kemudian, pesanan mereka diantar oleh robot pelayan. "Selamat menikmati," kata robot itu.
Yuko dan Nara berbincang ringan sambil makan. Setelah selesai, mereka mulai masuk ke pembahasan yang lebih serius–tentang ajakan Nara untuk membuat band bersama Yuko.
"Jadi, band seperti apa yang kau ingin buat?" tanya Yuko.
Nara mengelus dagu. "Pop-rock, yang banyak disukai anak muda."