Murod--seorang Ndalem atau Khodim---mengantarkan Arshaka ke gothakannya yang berupa bangunan sepanjang 10x5 meter. Di dalam ruangan itu tersusun lima buah ranjang susun dan lemari panjang yang diperuntukkan untuk masing-masing santri yang berada di gothakan itu.
"Nah, di sini tempat tidur kamu. Itu di bagian atas karena tempat tidur yang di bawah sudah ada orangnya. Kamu terlambat masuk tiga hari. Karena proses belajar mengajar sudah dimulai tiga hari yang lalu. Menurut Yai, sekarang ini kamu tidak usah masuk kelas. Istirahat saja dulu karena pasti kamu masih capek menempuh perjalanan dari Jakarta ke tempat ini."
Murod berbalik ke arah lemari panjang yang sudah disekat-sekat untuk setiap santri yang letaknya berhadapan dengan tempat tidur dipisahkan oleh jarak sekitar satu setengah meter yang membentuk koridor bagi penghuni gothakan untuk berjalan.
Arshaka diam saja dan hanya mendengar serta memperhatikan suasana kamar para santri itu.
"Itu tas-tas kamu masukin ke dalam lemari. Nanti saja setelah kamu istirahat baru dikeluarkan isinya dan ditata di rak lemari," ujar Murod sambil memutar kunci lemari dan membukanya.
Arshaka menurut saja lalu mengangkat satu buah koper dan sebuah travel bag dari lantai kamar dan memasukkannya ke dalam lemari pakaian. Meski Arshaka berusaha memasukkan koper pakaiannya, tapi tidak muat. Ia menyerah dan berdiam diri.
"Kalau tidak muat, kopernya taruh di atas dulu," Murod mengambil koper pakaian itu dan menaruhnya di atas lemari.
"Nanti kalau mau menurunkan koper dan memindahkan isinya ke dalam lemari, kamu bisa minta tolong temenmu yang ada di kamar ini."
Arshaka tak menjawab, ia hanya mengangguk. Murod pun melangkah pergi meninggalkan Arshaka, sambil lalu dia berkata.
"Kalau ada apa-apa kamu bisa melapor kepada Musyrif."
Arshaka tak menanggapi. Ia masih merasa asing dengan tempat ini. Ia juga tak tahu siapa itu Musyrif. Meski dia menerima selebaran tata tertib dan segala sesuatu tentang pondok ini dari Kyai Maksum, tapi ia belum sempat membacanya. Arshaka merasa sepi dan sendiri. Kini tubuhnya terasa mau remuk, capek dan mengantuk. Buru-buru ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.
"He, tangi! Kok kowe turu neng kasurku?"
Bukan main marahnya Arshaka ketika lagi enak-enaknya tidur sudah dibangunkan seperti itu. Kakinya ditepuk-tepuk dan tubuhnya diguncang-guncang dengan keras.
Arshaka bangkit dan duduk di tempat tidur sambil marah-marah.
"Aku capek, ngantuk. Kenapa diganggu?!"
"Lah, kamu nyerobot tempat tidurku?" ujar seorang anak sepantaran Arshaka.
Arshaka baru sadar dan kantuknya sontak menghilang, kini berganti dengan rasa malu dan tertekan. Ternyata sekarang dia tidak sedang berada di rumahnya.
"Kamu santri baru, ya?" ujar salah seorang santri yang berada di tempat itu.