SUNDAL

Utep Sutiana
Chapter #12

BAGIAN DUA (SARAH ANGELA): Perempuan yang Melenguh

“Semua perempuan cantik yang dilahirkan di daerah ini untuk dinikmati olehku bukan untuk dipajang di etalase tokomu seolah tidak seorang lelaki mana pun berhak menjamahnya, kecuali membelinya.” Itu ucap Mat Pelor pada suatu ketika, tatkala Mama Dahlia menolak dengan serta merta akan apa yang ditawarkan oleh lelaki brewokan itu perihal keinginannya untuk mendapatkan Sarah secara utuh tanpa harus berbagi dengan lelaki yang lain, ketika Sarah baru saja tiba dan bergabung di Tempat Hiburan Malam Mama Dahlia—Sarah tidak tahu kalau tempat itu adalah rumah pelacuran. Sarah tidak tahu menahu dengan hal seperti itu, kecuali ia sedang menggantungkan nasibnya kepada seorang perempuan malaikat bernama Mama Dahlia. Pada satu kesempatan yang lalu Sarah—ia masih bernama Ningsih kala itu, tak paham siapa sebenarnya Mama Dahlia, hingga masanya tiba. Sarah hanya tahu bahwa Mama Dahlia berhasil menolongnya dari kejaran lelaki-lelaki yang ingin membaui tubuhnya untuk kemudian mengisap madu tubuhnya yang baru saja hendak ranum.

Sarah tersesat. Sarah menganggap bahwa ibu kota adalah negeri yang ramah untuk dirinya, ternyata tidak. Di malam yang Sarah anggap malam paling panjang selama hidupnya ia terus diburu oleh para lelaki yang mengira bahwa dirinya adalah bagian dari perempuan yang tengah menunggu dan berusaha menawarkan diri ketika mobil-mobil bergerak melambat di belakang stasiun Jatinegara selepas pukul 23.00 malam itu. Sarah salah menduga, berdiri di pinggir trotoar jalan adalah cara yang tepat untuk meminta pertolongan dari ketersesatannya, ternyata itu adalah kekonyolan pertama yang ia buat, itu sama saja memancing lelaki-lelaki haus petualangan seks untuk mendekat. Sarah terkejut. Mereka bergerak seperti banteng yang siap menyeruduk dengan dengusan hebat kepada dirinya. Tak ada yang dipikirkan oleh Sarah saat itu kecuali melarikan diri dari banteng-banteng kelaparan itu. Namun Sarah lupa bahwa pelariannya adalah seretan langkah di tempat yang entah hingga dirinya sesat tak menemukan jalan pulang. Sarah terjebak dan tak mampu berbuat banyak kecuali tertelikung dalam sudut gelap sebuah gang sempit tak berpenghuni, kecuali diisi oleh tikus-tikus gemuk yang memandangnya marah karena daerah kekuasaannya dijamah olehnya.

Itu kali pertama Sarah tersesat di dalam labirin tanpa muara bernama ibu kota. Sarah mengira bahwa Mama Dahlia adalah seorang pahlawan yang dengan gagahnya berhasil menghalau penjahat bernama laki-laki yang baru saja hendak meraba tubuhnya yang tersudut di sebuah gang sempit setelah kelelahan dari sebuah pengejaran yang beringas. Mat Pelor, satu dari sekian lelaki yang mengejar Sarah pada malam itu menyangka bahwa semua perempuan yang tersesat di malam hari adalah sasaran empuk bagi dirinya, tak terkecuali dengan perempuan yang setelahnya ia tahu bahwa namanya adalah Sarah. Nyatanya itu tidak berlaku bagi Sarah yang belum tahu banyak perihal kebengisan ibu kota, tetapi punya batas tersendiri akan dirinya. Sarah marah dan hampir menempeleng Mat Pelor kalau saja Mama Dahlia tidak muncul tiba-tiba di hadapannya seperti setan, untuk lantas membawanya pergi.

 

“Enyahlah kau ke neraka, Mat. Tidak ada perempuan yang akan tersakiti dalam pengawasanku, termasuk Sarah,” tegas Mama Dahlia, malaikat bagi Sarah yang terlalu polos untuk menyadari muslihat yang sedang dibangun oleh perempuan berusia hampir lima puluh tahun dengan dandanannya yang terlalu mencolok untuk ukuran perempuan seperti Mama Dahlia itu.

“Aku bisa membelinya dengan harga tinggi kalau kau mau. Jadi tidak usah sok-sokan menolak. Bahkan, aku bisa membeli tempat ini jika aku mau.” Mat Pelor mengatakannya dengan wajah terangkat dan dada yang membusung. Kecongkakkan yang sangat berlebihan. Sarah tidak suka itu. Ia ingin memberontak karena merasa harga dirinya telah dihina. Sarah merasa bukan perempuan yang seperti itu, yang bisa dibayar dengan segepok rupiah. Ia hendak menghardik tetapi urung, Mama Dahlia mengibaskan tangan seraya tersenyum sekadar mengusir Sarah dari tempat itu dengan cara yang paling halus. Sarah paham, ia melenggok masuk dengan keanggunan sesekor macan betina yang membuat mata Mat Pelor terbelalak.

“Tidak usahlah menyombongkan diri, Mat. Sarah masih kurang berpengalaman untuk dirimu. Aku tidak hendak berjudi dengan asset paling berhargaku. Pergilah dengan uangnmu. Masih banyak perempuan yang jauh lebih cantik yang akan langsung bertekuk lutut dengan uangmu, tetapi itu bukan Sarah. Maafkan aku.” Suara Mama Dahlia yang tadi tampak marah kini melemah. Ia tahu siapa Mat Pelor, juragan kaya yang dengan uangnya sudah mampu mengumpulkan tiga belas perempuan cantik dalam rumahnya, juga bisa menghancurkan tempatnya dengan satu tepukan tangan jika ia mau melakukannya. Yang Mama Dahlia lakukan di hadapan Sarah baru saja adalah sebuah kepura-puraan yang sudah lama ia asah.

Mat Pelor tahu itu. Ia beringsut dan berkata, “Mama. Ini yang terakhir. Cobalah pertimbangkan, sekali ini. Setelahnya aku tak akan melakukannya lagi. Memiliki Sarah adalah keinginan terakhirku sebelum aku mati. Jadi, izinkan aku membawanya.”

“Santi bisa saja. Sinona pun aku tidak akan berkeberatan. Namun untuk Sarah, sepertinya tidak.” Mama Dahlia mengatakannya dengan ketegasan seorang ibu suri. Mat Pelor mati langkah. Ia tidak bias mendesak. Meskipun ia ingin memiliki Sarah, itu tidak akan pernah terjadi bila Mama Dahlia sudah berkehendak. Mat Pelor tidak berani memberontak, sebab, pada kesempatan yang lalu, kelaminnya tiba-tiba tidak bisa menegang hanya gara-gara dirinya bersitegang dengan Mama Dahlia. Mat Pelor ngeri bila itu terjadi lagi. Tidak ada obat untuk menyembuhkan apa-apa yang dikirimkan Mama Dahlia kepadanya bila perempuan itu sudah sangat marah.

“Baiklah, Mama. Kabarkan aku bila Sarah sudah tidak lagi bisa mendulang banyak rupiah untukmu.” Mat Pelor menyerah. Mama Dahlia terkikik geli.

Percakapan antara Mat Pelor dan Mama Dahlia adalah percakapan ketika Sarah masih belum tahu apa itu bersenggama. Sarah hanya tahu ia akan dipekerjakan oleh Mama Dahlia menjadi seorang babu di dalam rumah besarnya. Sarah keliru, ia sudah menukar masa depannya dengan jebakan yang disiapkan oleh Mama Dahlia. Dan Sarah terlalu polos untuk menyadarinya.

Sepulangnya Mat Pelor dari tempat itu, Sarah dipanggil Mama Dahlia menghadap. Sarah tidak tahu bahwa sebenarnya hidupnya ke depan akan menjadi pasung bagi langkah kakinya di bawah telunjuk Mama Dahlia. Sarah tak paham bahwa hidupnya akan selamanya jadi budak. Budak nafsu bagi laki-laki yang sudah jauh tersesat dari hidupnya. Yang Sarah tahu, ia mengabdi kepada Mama Dahlia atas kebaikannya yang sudah menyelamatkannya dari jurang kenistaan yang ditebar oleh lelaki. Sarah salah, Mama Dahlia bukan seorang malaikat penyelamat, melainkan seorang iblis perusak.

 

*****

 

Lihat selengkapnya