Malam ini semua yang ditakutkan terjadi. Seorang serdadu Jepang bermuka jelek, berbadan sangat pendek -lebih pendek dari serdadu lainnya- serta berbau sangat busuk masuk ke kamarnya.
“Konichiwa,” ia berujar pendek. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung membuka pakaiannya hingga telanjang, tanpa memperdulikan tubuh Sri yang gemetar.
Tanpa berkata-kata ia sudah mendekati dan memeluk Sri dengan erat. Sri mencoba berteriak, namun teriakannya terasa percuma. Serdadu Jepang itu seakan tak perduli. Ia hanya sibuk melucuti seluruh pakaian Sri dengan kasar, sambil terus menggesek-gesekkan wajahnya di leher Sri.
Sri berusaha mendorongnya sekuat tenaga. Ia terus memberontak. Tapi apa arti tenaganya dibanding tenaga laki-laki yang telah digembleng dengan latihan-latihan militer? Pada akhirnya Sri hanya bisa semakin terbekap oleh tubuh laki-laki itu.
Waktu kemudian seakan melambat.
Dorongan laki-laki itu bagai belati yang menusuk dada Sri, hembusan napasnya yang mengenai wajahnya bagai udara beracun yang menyempurnakan kematiannya.
Menit-menit terus berlalu….
Sampai akhirnya monster kate jelek dan berbau busuk itu bangkit dari tubunya, dan mulai memakai pakaiannya kembali. Tanpa bicara apa-apa, ia meninggalkan Sri begitu saja! Dengan pandangan nanar Sri menatapnya. Walau tubuh laki-laki itu telah keluar dari pintu kamarnya, tapi bau pejuh busuk seperti tak ikut lenyap, bahkan malah tercium semakin menusuk!
Sri masih terlentang dengan setengah telanjang. Baju-bajunya entah ke mana. Ia seperti baru bangun dari mimpi terburuknya. Air matanya masih menetes. Namun yang ia rasakan bukan lagi air yang menetes di pipinya, namun bagai belati yang begitu menyakitkan!
Sri merintih dan terbatuk-batuk. Rasa sakit di lehernya dan terutama di selangkangannya. Baru ia sadari ada bekas darah mengotori seprai pembaringannya.
Namun belum sempat berpikir tentang itu, ia sudah mendengar suara Langkah-langkah sepatu lars mendekat ke kamarnya.
Rasa sesak langsung mendera dada Sri.
Tubuhnya menggigil.
Aku akan mati malam ini,” Sri mengeluh dengan bibir gemetar. Tiba-tiba yang terbayang olehnya adalah Mas Patra, yang selama ini selalu bersamanya, dan melindunginya.
Di antara suara sepatu yang semakin dekat, suara Mas Patra terngiang di telinga Sri…
….
Berjanjilah, kau akan kembali ke sini, dan menemui aku?
Sri memaksakan senyumnya di antara perih dalam hatinya. Ia berbisik pelan, seakan menirukan jawabannya kala itu.