Sri dan Patra Berjanji Bertemu

Yudhi Herwibowo
Chapter #23

#22 - Lembaga Eijkman

Patra merasa dirinya akan bernasif sama seperti Kardi.

Tubuhnya panas, dan ia mulai tak bisa bergerak. Dua serdadu Jepang membawanya ke ruangan di mana Kardi kemarin ditempatkan di sana. Ternyata sudah ada tiga orang pekerja yang sudah dirawat di situ. Satu orang dari kelompoknya, dua lainnya dari kelompok yang lain.

Patra berbaring. Pikirannya ke mana-mana. Membayangkan apa yang akan terjadi bila dirinya benar-benar mati. Ayahnya akan sendirian, dan tak ada orang yang akan membantunya merawat sawah-sawahnya. Namun pikirannya merasa sangat paling sedih saat ia teringat Sri. Gadis manja itu, sudah bagaimana kabarnya? Apakah ia sudah menyanyi di restoran terbaik di Borneo sana?

Patra ingin menangis. Ia bahkan belum mengirim selembar surat pun. Padahal mereka berjanji akan terus berkabar.

 

***

 

Sepanjang beristirahat di ruangan ini, Patra selalu mendengar percakapan-percakapan beberapa orang. Sayangnya seringnya memakai bahasas Jepang, sehingga ia tak bisa memahaminya. Namun yang pasti ia merasa ada kekalutan juga di antara serdadu Jepang yang menjaga tempat ini,

Apakah itu artinya penyakit yang kuderita cukup berbabahaya? Patra bertanya-tanya dalam hatinya.

Namun satu malam ruangan dibuka, beberapa sertdadu JHepang masuk dan mengangkat salah seornag penghuni. Itu adalah salah satu kawannya. Sejak sore ia sudah tak lagi bergerak, walau Patra dan lainnya memanggil-manggil dirinya. Nampaknya, para serdadu Jepang ini akan membuangnya di jurang.

Di hari lain, serdadu Jepang kembali datang. Patra mengira-ngira siapa lagi di antara mereka yang mati? Tapi tiga orang di sini belum sampai ke tahap itu. Baru disadarinya serdadu yang masuk cukup banyak. Ada 6 orang, dan masing-masing ternyata mengangkat para penghuni ke alat pengangkut, termasuk Patra.

Apakah mereka akan langsung membuang kami begitu saja di jurang? Patra bertanya dalam hati.

Namun ternyata Patra dan kedua kawannya yang tersisa di bawa ke dalam truk. Mereka kemudian pergi meninggalkan kamp. Cukup lama perjalananya. Sampai matahari terbenam, mereka belum juga sampai.

Hingga akhirnya truk melambat. Patra mengangkat kepalanya, dari belakang ia melihat pohon-pohon tinggi di sekitarnya, juga sebuah gedung yang cukup besar.

Waktu Patra akhirnya diangkat keluar kembali, Patra menyipitkan matanya mencoba membaca satu tulisan yang ada di gedungnya: Lembaga Eijkman.

 

***

 

Lihat selengkapnya