Sri dan Patra Berjanji Bertemu

Yudhi Herwibowo
Chapter #30

#29 - Bulan yang Mencoba Menutup Diri

Namun tetap saja, ketika hari yang dijanjikan datang, Sri kembali merasa ragu. Ia merasa ini memang berlebihan. Seorang Jepang, yang juga seorang dokter, apakah benar-benar mau mengorbankan posisinya hanya untukku yang bukan siapa-siapa ini? batin Sri. Namun ketika kembali teringat kesungguhan ucapan dan ekspresi wajahnya, entah kenapa, Sri merasa kembali yakin kalau ia akan menepati janjinya.

Maka menjelang sore, Sri mulai berpura-pura sakit. Dokter Takeshi sudah memberiku sebutir obat yang membuatku muntah-muntah. Mbak Sariyem dan lainnya nampak panik, dan berteriak-teriak memanggil Pak Doyo.

Pak Doyo buru-buru melaporkan pada Tuan Takeda.

“Dokter Takeshi sedang ada di desa seberang, panggilah ia sekarang,” ujar Tuan Takeda beberapa saat setelah memeriksSri.

Dan benar, tak beberapa lama kemudian, dokter Takeshi datang dengan mobil jeepnya. Ia langsung menuju kamarku untuk memeriksa.

“Sri harus membawanya ke klinik,” ujarnya setelah memeriksa dengan suara terburu.

Tentu saja ucapan ini membuat Tuan Takeda, yang sejak tadi mengamati,  menahan gerakannya. “Bukankah engkau bisa mengobatinya di sini?” tanyanya nampak keberatan.

“Alat-alat di sini tak cukup lengkap,” ujarnya.

Tuan Takeda masih menggeleng, “Tak ada seorang pun dari mereka yang dapat berobat di luar,” ujarnya keras. “Ingat, kakakmu bukan lagi komandan di sini, kau tak bisa berbuat seenaknya!”

Wajah doker Takeshi menegang, “Kalau kau berkeras seperti itu, siapkan saja lubang kubur untuknya.”

Tuan Takeda terdiam, tak menyangka seorang dokter berani membentak dirinya yang merupakan orang militer.

“Dengar!” ujar dokter Takeshi kembali, kali ini dengan suara lebih keras. “Sri adalah dokter. Dan sumpahku adalah mengobati siapa saja yang membutuhkan tenagSri. Siapa pun juga, termasuk perempuan ini.”

Tuan Takeda bergeming.

“Kalau kau tak mengijinkannya, Sri tak lagi akan bertanggung jawab bila perempuan-perempuan yang lain akan tertular dengan penyakitnya,” ujar dokter Takeshi lagi.

Kali ini ucapannya manjur. Mendadak wajah Tuan Takeda nampak pias. Sedikit ada raut ketSritan di balik wajahnya yang keras.

 

***

 

Maka dengan menumpang mobil dokter Takeshi, Sri pergi bersama meninggalkan ian-jo.

Sebenarnya Sri ingin sekali berpamitan dengan Mbak Sariyem dan mbakyu lainnya yang melepas kepergianku dengan rasa tak tenang. Namun demi berhasilnya rencana ini, Sri hanya bisa tetap terpejam dalam pelukan dokter Takeshi. Sri hanya bisa secara diam-diam mengucapkan salam perpisahan untuk semuanya.

Dokter Takeshi membaringkanku di jok belakang. Lalu setelah menyalakan mobilnya, ia perlahan mulai meninggalkan ian-jo. Suara mobil yang bergerak lambar kurasakan dengan debaran jantung yang berderap kencang.

Baru saat kendaraan kurasakan mulai melintasi jalanan berbatu, suara dokter Takeshi terdengar, “Bangunlah, Sri, di sini sepertinya sudah aman.”

Barulah Sri mulai membuka mata dan bangkit untuk duduk. Debar jantungku masih saja terasa. Kupandangi jalanan di belakang, gelap tak lagi bisa membuatku melihat keadaan di belakangku. Sungguh, Sri masih tak percaya kalau Sri sudah meninggalkan ian-jo sedemikian jauh.

Dokter Takeshi mencoba tersenyum, “Satu langkah sudah kita lewati,” ujarnya.  

Sri mengangguk, Sri tak henti-hentinya melirik ke belakang. Perasaan tSrit dan tak tenang, terus ada dalam hatiku.

“Sebentar lagi, semua akan baik-baik saja,” dokter Takeshi mencoba menghibur.

Tapi yang teringat olehku adalah Mbak Sariyem, Mbak Surti, Mbak Imah, dan Retno, dan lainnya. Dan itu membuatku menangis begitu saja.

“Tenang, kita telah cukup jauh, mereka tak akan bisa mengejar,” ujar dokter Takeshi lagi.

Sri menggeleng, “Sri… hanya memikirkan mbakyu-mbakyuku di sana…” berkali-kali kuusap matSri dengan punggung tanganku.

Dokter Takeshi memandangku, “Maafkan Sri, tak bisa membawa mereka semua…”

Sri mengangguk lemah, bisa memahami.

Setelah itu, kami kemudian melalui jalanan dengan kebisuan. Tak ada bulan di atas sana. Hanya ribuan bintang yang berkelip-kelip menjadi saksi pelarian ini. Bulan sepertinya sengaja menutupi dirinya, tak ingin ikut menyaksikan semua ini.

Sri tak tahu kemana dokter Takeshi membawSri. Namun yang kutahu ia membawSri ke arah timur.

Perjalanan terasa sangat panjang. Puluhan kelokan kami lalui, dan ratusan pepohonan kami lewati. Sri tahu bulan seharusnya telah bergeser menjauh, tapi ia tetap tak terlihat. Sedikit muncul kecurigaanku, namun saat sekali kulihat pantai dikejauhan, dimana buih-buih putihnya terlihat kala menampar pantai, Sri bernapas lega.

“Pantai?” desisku tak percaya.

Dokter Takeshi mengangguk, “Ya, tentu saja. Kau hanya bisa kembali ke Jawa dengan kapal.”

“Namun sebelumnya Sri akan menyembunyikanmu dulu di salah satu rumah penduduk di sekitar sini. Nanti bila ada kapal datang, Sri akan menaikkanmu ke sana.”

Sri mengangguk tanpa melepas pandanganku ke laut. Walau sebenarnya hanya gelap yang bisa kulihat.

Sri masih tak percaya pada apa yang terjadi sekarang. Tak henti-hentinya Sri menatap dokter Takeshi. Sungguh, Sri masih tak percaya kesungguhan dirinya membantuku sampai di sini.

Mobil itu membelok ke kanan dan mulai kembali berjalan di jalan-jalan bebatuan. Beberapa lampu minyak terlihat. Nampaknya kami mulai memasuki sebuah pedesaan.  

Dokter Takeshi kemudian membawSri ke salah satu rumah penduduk. Pemilik rumah, seorang lelaki pribumi, nampak telah mengenal dokter Takeshi dengan baik. Ia menyambut dokter Takeshi dengan ramah.

Setelah dokter Takeshi bicara, ia membawa kami ke salah satu rumahnya yang lain. Itu merupakan rumah kosong untuk menyimpan barang-barang. Di situlah Sri harus menunggu.

Sekilas Sri teringat ruang gelap kala malam itu. Sri bergidik. Namun senyum dokter Takeshi entah mengapa dapat menenangkanku.

“Kau harus di sini sementara. Sri akan secepatnya kembali. Bapak Jo akan menemanimu sejenak. Sri sudah mengenalnya. Ia orang yang dapat dipercaya.”

Sri mengangguk. Kulirik sekilas Pak Jo. Wajahnya yang nampak jujur membuatku mempercayainya. Saat dokter Takeshi mulai beranjak meninggalkanku, Sri memanggilnya.

“Ya?”

Sri menelan ludah. “Sungguh, Sri masih saja tak percaya dengan semua ini,” ujarku. “Kenapa engkau mau melSrikannya... untukku?”

Dokter Takeshi terdiam. Ia menatapku sekilas, “Kalau engkau bertanya lagi seperti itu, jawabanku tentu masih sama seperti kemarin. Sri sendiri... tak tahu kenapa melSrikan ini...”

Sungguh, walau jawaban itu tak menjawab pertanyaanku, entah mengapa Sri tersenyum mendengarnya. Entah mengapa, kata-kata itu membuatku begitu tenang...

“Tapi,” Sri teringat sesuatu, “Sri tSrit... kau akan mendapat masalah kelak?”

Dokter Takeshi tersenyum, “Kakakku adalah pemimpin pasukan ke 16. Kau tak perlu cemas padSri.”

 

***

 

Saat matahari beranjak, awan-awan seakan menepi. Sri dapat melihat gambaran itu dengan jelas dari celah jendela. Ada kenangan yang tergali di situ. Tentang Mbak Sariyem, Mbak Surti dan lainnya. Matahari itu seakan menggambarkan diriku yang meninggalan para mbakyuku itu yang berupa awan. Namun saat Sri mengingat ayah, mbakyu-mbakyuku di rumah dan Patra, Sri tiba-tiba berpikir bila bisa jadi Sri menjadi matahari yan akan meninggalkan mereka semua.

Ini membuatku matSri kembali berair. Tapi semua sudah sejauh ini. Berulang kali, Sri menguatkan hati bahwa Sri memang tak punya pilihan lain. Sri sudah siap dengan semua pilihan terburuk.

Saat tengan berpikir seperti itulah, dokter Takeshi kembali datang di rumah persembunyianku. Wajahnya kali ini nampak panik, dan gerakannya nampak terburu.

“Ada apa?”

Ia berpikir sejenak untuk menjawabnya, “Sri pikir Takeda sudah menyadari kejadian ini sejak malam. Ia sudah menghubungi pos di sini!”

Sri tertegun.

“Ini tak kuduga. Kupikir ia akan menyadari pagi ini, dan menghubungi pos, saat engkau mulai menaiki kapal. Tapi ternyata...” dokter Takeshi menepuk dahinya. “Sri terlalu menganggap remeh dia.”

Dokter Takeshi terus berpikir, “Sepertinya satu-satunya cara engkau harus kembali ke Jawa dengan kapal pedagang. Tak mungkin menggunakan kapal penumpang. Di setiap pelabuhan selalu berjaga serdadu Jepang.”

Sri hanya bisa mengangguk menuruti.

Lihat selengkapnya