Bugh!
Rain memegangi perutnya yang terasa sakit, Gale memukulnya sangat keras. Para siswa tidak ada yang peduli atau berani melerai mereka yang bertarung, mereka terlalu takut pada Gale yang menyandang gelar sebagai juara tinju nasional. Rain melihat wajah teman sekelasnya satu-persatu, mereka hanya menatapnya dengan tatapan sinis dan meremehkan, beberapa dari mereka tampak iba, tetapi tidak berani menunjukannya secara langsung.
Gale mendorong tubuh Rain hingga tersungkur, ia menginjak samping kepala Rain yang tengah meringkuk. "Refrain Fialdo Arbinawa, nama itu terlalu bagus untukmu," ucap Gale semakin menekan wajah Rain dengan kakinya. "Kau ceroboh, otakmu juga tidak terpakai. Jual saja pada pengepul barang bekas! Mulai hari ini namamu Lidi, paham, Lidi?" Rain meringis merasakan sepatu Gale yang semakin menekan pipinya, ia tak paham sebenarnya apa kesalahan yang ia lakukan.
"Paham tidak!" Gale kali ini menendang perut Rain yang masih terasa sakit.
"Pa-paham, Gale, tapi bolehkah aku tahu apa kesalahanku?"
"Shine, Rumor, pegangi dia." Kedua siswa yang sejak tadi berada di belakang Gale mengangkat Rain dan memegangi pundaknya erat. "Ini yang dinanakan jab." Gale memukul lurus ke arah wajah Rain dengan tangan kirinya, terdengar bunyi gemeretak dari tulang hidung Rain, diikuti dengan darah yang keluar dari kedua lubang hidungnya.
"Kira-kira apa salahmu? Coba beritahu dia, Shine." Gale bersiap kembali dalam posisi siaga, kedua tangannya ia posisikan di depan wajahnya, bersiap untuk kembali memukul.
"Ehm ... karena dia memberimu roti rasa coklat. Kau kan tidak suka coklat."
"Haha ... ya, betul."
"Tapi, kau biasa menyuruhku membeli roti coklat, sejak kapan kau tidak menyukainya?" tanya Rain keberatan.
"Ini dinamakan uppercut!" Gale membentuk sikunya seperti huruf 'V' ia mengarahkan tepat pukulannya pada ulu hati Rain. Rain terbatuk, dadanya sesak dan berdenyut nyeri. "Kurasa aku mulai tak menyukainya baru saja beberapa menit yang lalu," ucap Gale menjawab pertanyaan Rain yang tadi.
Shine dan Rumor tertawa melihat ekspresi kesakitan Rain, masih tidak ada yang peduli. Teman sekelasnya seakan-akan menutup mata dan telinga, mereka berpura-pura sibuk dengan kegiatan yang mereka kerjakan.
"Hey, hey. Kalian jangan terlalu jahat pada si Lidi! Lepaskan pegangan kalian, ia merasa kesakitan." Gale tersenyum manis menatap Rain.
"Kau yang membuatku kesakitan sia*an!" batin Rain menggerutu dalam hati, ia menatap Gale tajam.
"Lihatlah, gara-gara kalian dia marah padaku. Cepat lepaskan." Gale terkikik geli, ia memegangi perutnya yang tak kuat menahan tawa. "Hati-hati matamu akan terlepas jika menatapku seperti itu."
"Ups, maaf Gale, sepertinya aku yang memegangnya terlalu erat," ucap Rumor ikut tertawa. Ia dan Shine telah melepaskan pegangan mereka pada pundak Rain.
"Baiklah, aku maafkan. Kalian jangan mengulanginya lagi." Gale merapikan baju seragamnya yang sedikit berantakan. "Lidi, terimakasih sudah bersedia menjadi samsakku," ucap Gale menepuk-nepuk pelan pipi Rain.
"Berbuat baiklah pada teman sekelas. Jika, kau ingin membelikan makanan, berilah yang ia sukai." Sebuah tamparan keras kembali mendarat di wajah Rain yang sudah penuh dengan luka lebam. "Barusan hanya sebuah tamparan biasa, cobalah pelajari serangan-serangan yang barusan aku ajarkan, lain kali kita latihan lagi, Lidi."
Rain segera pergi dari ruangan kelasnya tanpa aba-aba, ia berlari tanpa menatap sekelilingnya menuju toilet sekolah.