Mata itu adalah mata yang hanya menatap satu orang saja. Mata yang selalu memandang penuh cinta. Mata yang membuat gadisnya merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia. Mata yang terkadang menerawang jauh entah kemana. Mata yang ada kalanya juga menatap sendu seolah terluka. Kini mata itu menutup damai untuk selamanya, mengatup erat bagaikan berkata bahwa ia takkan lagi terbuka untuk menyapa wanitanya.
—
Langit malam itu begitu indah dihiasi bintang-bintang yang berpencar di atas cakrawala, beberapa terlihat berkelap-kelip, sebagian lagi terlihat bersinar dengan utuh dan yang lainnya nampak pudar cahayanya. Rembulan yang bulat sempurna menandakan dirinya berada sejajar dengan bumi dan sang matahari di bumantara sana ikut menambah keindahan pemandangan langit yang gelap gulita.
Ditemani angin malam yang sejuk serta kesunyian yang nyaman, seorang gadis berambut hitam dengan wajah merona duduk di sebuah balkon dengan santainya. Ia menatap bintang-bintang di langit sembari jemarinya terpaut dengan kekasihnya yang tengah melakukan hal serupa.
Terkadang angin menerpa wajahnya dan meniup rambut panjangnya yang terurai hingga menutupi sebagian wajahnya. Pria di sampingnya mengulurkan tangannya, merapikan rambut itu, jemarinya dengan lembut menyelipkan rambut itu ke telinga sang gadis agar tak lagi berterbangan mengganggu pandangan kekasihnya.
"Hehe. Aku suka saat kau melakukan itu." Hana tersenyum lalu menutup matanya sejenak. Kemudian ia menoleh dan menatap manik hazel milik Shandy yang sudah lebih dulu menatapnya dengan lekat.
Shandy mengelus pelan pipi Hana yang merekah bak bunga-bunga di pagi hari. Merasa gemas, dicubitnya pipi kenyal itu yang membuat Hana protes. Kemudian Shandy mendekap erat tubuh mungil Hana dalam pelukannya. Diusapnya punggung Hana dengan lembut, betapa ia menikmati saat-saat kebersamaan mereka itu.
Hal itu membuat Hana menempelkan telinganya di dada Shandy, ia memejamkan matanya dan semakin menghapus jarak tubuh mereka. Terdengar jelas detak jantung Shandy yang terdengar berirama dan bersahutan dengan detak jantung miliknya. Mereka tetap dalam posisi itu selama beberapa waktu, rasanya keduanya tak ingin beranjak dari sana.
"Hana kau mencintaiku, kan?" tanya si pria yang lebih dulu melepas pelukan mereka. Suaranya terdengar pelan namun begitu jelas di telinga Hana.
"Kau menanyakan hal yang sudah pasti, apa yang akan keluar dari mulutku kecuali kata 'iya'?" Gadis itu terkekeh pelan. Jika ditanya apa dia mencintai kekasihnya, tentu saja jawabannya akan selalu sama. Pria itu cinta pertama dan terakhir baginya.
Shandy tertawa pelan. "Tapi aku ingin mendengarmu mengatakannya." Ia sengaja berucap dengan nada menggoda. Ia senang saat melihat ekspresi wajah menggemaskan yang ditunjukkan gadisnya itu.
"Aku mencintaimu." Shandy menggenggam kedua tangan Hana, sentuhan itu membuat kehangatan Hana menjalar ke telapak tangannya. Ditatapnya kedua iris biru indah milik Hana yang kini terlihat gelagapan terlihat dari matanya yang kini sibuk bergerak ke sana kemari. Namun binar matanya yang menambah cantik wajahnya sama sekali tidak pudar sedikit pun.
Hana terlihat berusaha membuka mulutnya yang terasa berat, ia menenangkan dirinya sejenak sebelum membalas ucapan Shandy. "Aku juga mencintaimu. Aku sangat-sangat mencintaimu." Matanya nampak bercahaya, sedikit air mata yang membasahi matanya adalah penyebabnya. Hana tidak menangis, ia hanya merasa luapan perasaannya ikut keluar bersamaan dengan kalimat yang diucapkannya.
Tentu Hana bukannya harus berpikir dulu sebelum membalas ucapan cinta Shandy, bukan pula ia ragu akan perasaannya, ia hanya terlalu malu untuk mengatakannya, dirinya memang tak pandai dalam berkata-kata dan menunjukkan perasaannya. Shandy pun tahu akan hal itu, maka dari itu yang selalu mengucapkan kata cinta selalu adalah Shandy, karena itu pula Hana berpikir ia tak perlu mengucapkannya.
Namun malam ini adalah pertama kalinya Shandy meminta Hana mengucapkannya, itu yang membuat Hana sedikit terpegun sesaat akan permintaan yang tidak disangkanya.
"Aku tidak tahu mengapa sekarang aku sangat ingin mendengarmu mengatakannya." Seolah membaca pikiran Hana, Shandy dengan sendirinya menjelaskan dirinya. Shandy kembali membawa Hana ke dalam pelukannya, kali ini pelukan itu terasa lebih lama dari sebelumnya.
Hana yang memang masih merasa malu setelah menyatakan perasaannya hanya diam membenamkan dirinya dalam pelukan hangat Shandy. Jika ada yang bertanya padanya siapa yang paling ia cintai di dunia ini, maka jawabannya adalah Shandy.